Dulu kedua hal ini nampak dua hal yang sama sekali tak berhubungan untuk saya. Ketika awal mula belajar meditasi, tujuan saya semata-mata mencari damai sebagai oase dari kehidupan sehari-hari yang penuh turbulensi. Setitik damai yang harus ditebus kadang dengan upaya yang cukup repot dan biaya mahal. Ikut retreat atau workshop healing di Bali, atau sekedar kabur ke sesi Rabu Hening di sebuah mall kecil di Jakarta Selatan yang dipimpin oleh seorang (katanya) healer terkenal yang belum lama ini meninggal karena kanker. Tentu saja itu hanya “damai” sesaat yang ketika selesai sesi dan kembali ke rumah, langsung menguap tanpa bekas.
Mulai belajar meditasi di Persaudaraan Matahari (PM), dulu namanya Mahadaya Institute, selama bertahun-tahun masih menggunakan pola serupa. Hening adalah hanya saat ikut acara meditasi bersama Mas Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD), dan hening adalah duduk manis merem berusaha ajeg meski padahal kaki kesemutan dan punggung pegal.
Mengubah mindset dan memahami makna hening sesungguhnya dalam ajaran spiritual murni ini sungguhlah tak mudah. Apalagi kemudian memahami kaitan meditasi dan pemurnian jiwa, karena pemahaman saya masih sedangkal meditasi sama dengan mencari kedamaian. Sementara proses pemurnian jiwa yang dijalani dalam proses belajar di PM ini seringkali sama sekali tidak adem ayem tanpa riak gejolak. Itu sebuah pemahaman yang kemudian perlu dikalibrasi ulang secara menyeluruh, dengan kerendahan hati untuk mengosongkan gelas dari konsep-konsep lama yang kadung dipercayai.
Langkah berikutnya adalah ketika memadukan laku hening sebagai jalan ninja pemurnian jiwa ini dengan berkarya di dunia nyata. Aksi yang tak hanya duduk diam merem pura-pura hening padahal pikiran ngelantur ngayal ke sana kemari. Itu sebuah tahapan pemahaman berikutnya untuk saya pahami.
Kenapa kemudian berkarya salah satunya melalui wadah Pusaka Indonesia dengan misi agungnya menjadi satu paket dengan pemurnian jiwa ini? Kegiatan di Pusaka Indonesia secara sepintas nampak terlihat seperti kegiatan sosial lembaga-lembaga swadaya masyarakat lainnya. Padahal ketika sudah terjun di dalamnya maka akan terasa beda yang sungguh signifikan. Berkegiatan di Pusaka Indonesia tanpa belajar keheningan akan mengalami kesulitan dalam banyak hal, maka tak heran banyak yang mundur karena hanya sebatas pemahaman materiel yang dilandasi ego. Mereka yang punya niat dan tujuan egoistik tentu tak akan bertahan lama, ketika menemukan bahwa berkarya di Pusaka Indonesia adalah untuk memberikan yang terbaik, berlatih melakukan apa pun dengan ketulusan tanpa hitung-hitungan kalkulatif untung rugi.
Di sinilah proses pemurnian jiwa melalui berkarya itu baru saya pahami. Karena formula Hening dan Beraksi yang dicanangkan Mas Guru SHD ternyata inilah implementasi konkritnya. Ketika kita terjun berkarya di luar ranah personal dan domestik, mulai bekerja bersama tim tanpa iming-iming gaji, akan terlihat watak asli seseorang. Segala sisi gelap akan tercongkel ke permukaan mewarnai proses komunikasi dan koordinasi yang tentunya akan menentukan kualitas pekerjaan/hasil karya. Bila cukup berendah hati tentu akan memaknai momen ini dengan penuh rasa syukur karena berarti saatnya beberes apa yang harus dibersihkan.
Proses pemurnian jiwa berlangsung lebih cepat/terakselerasi melalui wahana berkarya bersama ini, karena segala sisi gelap yang terpendam, atau sengaja diredam mau tak mau dipaksa dimunculkan, sehingga topeng-topeng kepalsuan pun dipaksa dilucuti. Wajah aslimu akan nampak apa adanya. Bab yang memedihkan untuk banyak orang yang tak siap untuk menjadi diri apa adanya.
Maka, di titik inilah kemudian saya baru mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai kedua hal ini adalah satu paket yang tak terpisahkan. Kalau kita ingin mengalami pemurnian jiwa yang paripurna, maka yang masih betah berdiam diri dalam zona nyaman dan menganggap cukup hanya bermeditasi formal dan ikut webinar.
Mari direnungkan kembali dan bertanya pada diri sendiri apa yang sebetulnya dicari dengan belajar meditasi ini?
Nenden Fathiastuti
Leader di Persaudaraan Matahari, CEO The Avalon Consulting, Kepala Divisi Media dan Kampanye Pusaka Indonesia
Reaksi Anda: