Yang pasti kami tidak belajar agar sakti seperti para dukun, tidak belajar untuk jadi kebal kalau terlibat tawuran, tidak belajar untuk pintar menerawang dompet hilang, tidak belajar agar bisa bertemu dengan makhluk beda dimensi, tidak belajar ilmu ghoib, tidak belajar menghafalkan afirmasi dan doa demi mendapatkan apa yang kita inginkan, tidak diajarkan menghipnotis diri agar dapat menyelipkan keinginan kita ke alam bawah sadar supaya menjadi nyata, tidak juga diajarkan mengatur pikiran agar menarik apa yang kita mau, tidak belajar untuk bisa main dokter-dokteran menyembuhkan orang lain tanpa menyembuhkan diri sendiri dulu. Malah kami dilarang hanya duduk diam merem bersila di pojokan sepanjang hari, kami tidak diperbolehkan berkhayal dan tidak diperkenankan melarikan diri dari dinamika kehidupan dengan berilusi tentang kehidupan yang indah.
Jadi, apa yang dipelajari?
Kami mempelajari bagaimana cara menikmati nafas natural sepanjang hari selama kita melek. Inilah yang disebut dengan Hening/Meditasi.
Silakan tertawa bagi yang membaca ini karena hanya mampu mengira-ngira bahwa yang kami lakukan adakah perbuatan bodoh dan mengada-ada. Silakan dicoba dulu sebelum mencibir apa yang kami pelajari di Persaudaraan Matahari ini. Yang kami pelajari ini memang lain dari ajaran spiritual kebanyakan, yang kami pelajari ini bernama Spiritual Murni. Hanya ada satu, tidak ada lagi yang seperti ini di mana pun. Yang mendekati atau mirip dengan pelajaran ini banyak, tapi sayangnya tidak ada yang berdampak kepada kemurnian jiwa dan raga kami.
“Berspiritual adalah tentang menyadari di relung hati, di ujung tarikan nafas yang natural itu, ada sumber kasih yang murni, ada sumber energi bahagia yang sejati, juga ada sumber tuntunan Agung yang membawa keselamatan dalam hidup. Laku spiritual yang sesungguhnya termanifestasikan saat kita rajin dan tekun meresapi setiap tarikan dan embusan nafas yang natural sehingga kita menyadari bahwa diri ini tidak pernah terpisahkan dari Sang Sumber Hidup, bahwa kuasa dan kasihNya selalu meliputi diri kita sepanjang waktu, lalu kita sungguh-sungguh bersyukur dan bersukacita di setiap nafas” — Demikianlah cuplikan wedaran dari guru kami, Setyo Hajar Dewantoro.
Sederhana, ‘kan?
Sekali lagi ajaran guru kami ini selalu dianggap terlalu sederhana dan tidak bombastis, dianggap mudah dilakukan, dianggap tidak penting karena tidak memakai rumus fisika kuantum, receh, dan remeh temeh. Banyak juga yang menertawakan dan memberikan komentar nyinyir atas apa yang kami lakukan karena dianggap tidak keren, sia-sia, dan buang waktu. Bahkan, ada juga yang menyatakan kami mempelajari ajaran sesat. Nafas natural manusia apakah sesat? Sungguh, prasangka yang tidak logis, bahkan untuk akal yang sehat sekalipun.
Nafas natural manusia selalu ada dan gratis sejak kita ceprot di Bumi. Alatnya pun disediakan gratis dan sempurna, kecuali kita yang merusaknya sendiri sehingga kesulitan bernafas. Lalu, yang kami pelajari adalah berlatih agar mampu merasakan dan menikmati nafas itu sehingga terciptalah sebuah kesadaran akan keberadaan nafas, tidak hanya sadar 1-2 detik atau 3-5 menit, tetapi terus menerus sepanjang kita melek. Kami diajari cara meresapi nafas sebagai sumber kehidupan yang seringkali hanya akan dimaknai keberadaannya kalau diri kita sudah mulai kesulitan bernafas.
Sepele, ya?
Buat kami yang sangat menghargai dan mensyukuri hidup tentu hal ini bukan hal sepele. Kami sadar betul tanpa adanya nafas kami tidak bisa hidup di Planet Bumi. Cobalah sekali-sekali menahan nafas, berapa lama tubuh ini akan bertahan hidup tanpa nafas? Atau silakan perhatikan ketika nafas sedang sesak, sulit bernafas, dan hidung mampet, masih berani menganggap nafas itu tidak penting?
Dan, nyatanya dari 1000 lebih anggota komunitas, yang berhasil menikmatinya sepanjang hari belum mencapai 1%. Lucu, kan? Apabila sesuatu yang dianggap mudah, sepele, cuma-cuma, dan gratis, mengapa nyatanya tidak banyak yang mampu melakukan?
Setelah belajar dan latihan merasakan nafas natural yang kami sebut dengan Hening/ Meditasi, kemudian terjadilah yang bernama proses pemurnian jiwa dan raga atau bahasa kerennya Purifikasi. Jiwa dan raga dibersihkan dari semua sisi gelap (shadows) yang selama ini membuat hidup kita penuh dengan dinamika dengan berbagai bentuk dan tingkatannya, dari yang ringan tidak terasa sampai dengan yang menyebabkan penyakit fisik yang berat.
Inilah mengapa ajaran yang kami pelajari ini bernama ajaran Spiritual Murni, karena berdampak kepada kemurnian jiwa dan raga kami, yang kemudian berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan yang kami miliki. Kesehatan fisik tentu menjadi salah satu bukti nyata dampak pemurnian jiwa dan raga kami.
Ajaran yang kami pelajari ini gratis. Semua materi belajarnya bisa diakses oleh siapa pun selama punya perangkat elektronik dan kuota internet. Maka, belajar mandiri bisa dilakukan walaupun tidak ada jaminan keberhasilan apabila tidak berlatih dengan cara yang tepat dan tidak disertai proses evaluasi sesuai parameter yang ada dalam ajaran kami.
Ajaran Spritual Murni milik guru kami, Setyo Hajar Dewantoro, ini memang tidak bisa begitu saja diaplikasi dan dicocoklogi dengan apa yang pernah dipelajari di luar ajaran ini. Banyak yang berusaha mencocoklogi, namun belum ada yang berhasil karena memang berbeda dengan ajaran berlabel spiritual manapun.
Di sini kami mempelajari pengetahuan berlandaskan hukum Kosmik yang sangat mendasar dan tidak kebanyakan syarat. Cukup dengan memiliki nafas beserta organ pernafasan dan kerendahan hati untuk belajar, maka ilmu pengetahuan yang tanpa batas dapat kami pelajari dan kami aplikasi di kehidupan kami sehari-hari.
Ay Pieta
Direktur & Pamomong di Persaudaraan Matahari
25 Februari 2024
Reaksi Anda: