PENCERAHAN HOLISTIK VS PENCERAHAN PARSIAL
Arti dari pencerahan adalah “fenomena tumbuhnya pengertian yang akurat mengenai realitas”. Berdasarkan pengertian ini, pencerahan kemudian dikaitkan dengan purity of perception – kemurnian persepsi, di mana seseorang tidak lagi dicengkeram oleh ilusi. Tapi dalam khazanah spiritual, pencerahan (enlightenment) sebenarnya tidak hanya terkait dengan kemurnian persepsi. Pencerahan adalah tujuan dari latihan, praktik dan perjalanan spiritual. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dari nibbana, moksha, dan kata-kata lain yang sepadan, yang merepresentasikan puncak kesempurnaan yang bisa diraih oleh peniti jalan spiritual dan pendaki tangga-tangga kesadaran. Ringkasnya, berbagai tradisi spiritual yang agung sebenarnya punya kesamaan esensial: semuanya mengantarkan manusia kepada pencerahan, nibbana atau moksha.
Tentu saja kemurnian persepsi hanya menjadi bagian dari keutuhan kualitas yang dimiliki oleh setiap manusia yang mengalami pencerahan. Mereka yang tercerahkan, yang berarti telah mengalami kebahagiaan sejati dan bisa memutus lingkaran penderitaan, selain murni persepsinya juga harus murni emosi, karma dan energinya. Kemurnian dalam berbagai aspek itu menandakan kemurnian jiwa (purity of soul), sementara jiwa sendiri adalah entitas yang punya kebebasan berkehendak, yang melakukan pengembaraan ruang dan waktu guna mencapai puncak kesempurnaan dari proses evolusinya – termasuk dengan menjadi manusia yang hidup di Bumi dan berbadan fisik. Jiwa mencapai puncak evolusi atau memenuhi rencana ilahinya ketika menjadi murni seutuhnya.
Bisa dikatakan dengan lugas, bahwa PENCERAHAN HOLISTIK adalah keadaan kemurnian jiwa yang ditandai dengan kemurnian persepsi (di mana manusia bebas dari ilusi dan punya kesadaran murni), kemurnian emosi (manusia bebas dari luka jiwa dan watak angkara, hidup seutuhnya dengan kasih murni), kemurnian karma (manusia bebas dari jejak dosa akibat pikiran, perkataan, dan perbuatannya yang keliru), juga kemurnian energi (tubuh manusia menjadi kuil suci, sanubari jadi tahta suci, manusia terbebas dari jeratan kuasa kegelapan).
Sejauh penyaksian dalam pengalaman pribadi selama meniti tangga-tangga kesadaran, PENCERAHAN HOLISTIK ini setidaknya memiliki 4 tingkatan:
- SHANAYA (tuntasnya pemurnian jiwa dari sisi gelap yang diciptakan diri sendiri dalam kehidupan saat ini dan masa lampau)
- SHAMBALLA (tuntasnya juga pemurnian terhadap sisi gelap yang “dititipkan” oleh orang tua/nenek moyang)
- SHANGRILLA (tuntasnya peleburan piring ego dan konsepsi idealistik tentang kebenaran yang sesungguhnya belum merepresentasikan KEBENARAN SEJATI)
- SHALALLA (pencapaian kesadaran kesatuan agung, terbentuknya karakter setia total pada titah Gusti). Setelah pencapaian tataran Shalalla inilah dimulai realisasi karakter keilahian yang termanifestasikan dalam Sigma Energy (Ra, Druid, Tao, Ahura Mazda, dan lainnya).
Pencapaian berbagai tataran pencerahan holistik ini tak akan terjadi tanpa ketekunan dalam Laku Hening, yang terkodekan dalam filosofi NENG NING NUNG NANG.
Pencapaian pencerahan holistik di tataran Shanaya saja sangat susah, apalagi tataran yang lebih tinggi. Butuh perjuangan yang konsisten dan pantang menyerah dalam pemurnian jiwa yang bisa penuh ketidaknyamanan bahkan sangat menyakitkan.
Yang umumnya dialami para pejalan spiritual adalah PENCERAHAN PARSIAL atau AHA MOMENT dalam kasus tertentu. Semisal Anda mulai sadar bahwa untuk selamat jiwa raga tak mesti bergabung dengan lembaga religi tertentu, atau bahwa kebahagiaan sejati ditentukan oleh pemenuhan hukum kosmik tentang pemurnian jiwa bukan tergantung afiliasi religi dan keimanan pada sosok tertentu. Sekali lagi, yang mulai bisa menyingkap berbagai rahasia tentang mikrokosmos dan makrokosmos, tetapi belum murni jiwanya, baru mengalami PENCERAHAN PARSIAL. Dan mengalami pencerahan parsial berarti masih jauh dari mencapai kesempurnaan jiwa, nibbana atau moksha.
Setyo Hajar Dewantoro
13 April 2024
Reaksi Anda: