Webinar berjudul Mistisisme Kuna Yang Tetap Relevan Di Zaman Modern: Ajaran Tao dari China, Kamis malam 10 Oktober 2024 sungguhlah aduhai.
Selain terkantuk-kantuk parah dalam meditasi pembuka webinar yang berlangsung selama nyaris satu jam, lanjut dengan wedaran seru yang berjalan tanpa break. Kemudian saya mendapatkan bonus, yaitu ketika nama saya kembali disebut disertai penjelasan akan peran saya di Persaudaraan Matahari (PM), seketika saya merasakan tubuh mendadak jadi gerah, sumuk, ada semacam gelombang hawa panas yang tidak menyamankan, padahal saya pakai kaos kaki karena dinginnya AC di ruangan. Saya menangkap gejolak pemberontakan pemirsa yang ‘membara’ akibat mendengar penjelasan Guru SHD, sebagian lebur, sebagian mental lagi, hihi, instan tertangkap radar.
Tapi, bukan itu highlight dari webinar malam yang mau saya sampaikan. Saya menangkap wawasan baru dari menghayati apa makna kekuatan Tao yang menggerakkan Jagat Raya ini, dalam bentuk turunan yang bisa dimengerti manusia. Yaitu, merawat makhluk hidup adalah manifestasi dari karakter feminim, karakter ibu, yang berupa pengayoman dan nurturing; memelihara, mengasuh, mendidik. Manusia mana bisa sok-sokan mau menggerakkan Jagat Raya, berkhayal iya. Maka, mari kita tinggalkan dulu informasi langitan yang baru bisa terjamah oleh khayalan dan kembali menjejakkan kaki di Bumi, seperti ketika Guru SHD menjelaskan apa peran ibu.
Seperti yang pernah saya tuliskan dalam artikel “Balada LoC 2” yang ada di buku karangan Guru SHD berjudul Matahari Kesadaran Bagian 2 Bab 3. Saya pikir tugas saya jadi ibu sudah mendekati akhir karena dua anak laki-laki sudah beranjak dewasa dan saya berikan hak otonomi atas hidup mereka. Gambaran masa depan yang indah menjelang usia pensiun bagi saya adalah hidup sendirian lepas dari dunia didik mendidik, paling banter mengajarkan gerakan-gerakan yoga secara spasial saja. Ternyata, bayangan masa depan itu musnah ditelan paketan tanggung jawab dan kewajiban dari sebuah pencapaian level kesadaran.
Sebaliknya, saya malah dititipkan sekian banyak anak didik dengan basis relasi ibu-anak, namun dalam tataran pembelajaran spiritual yang berkali-kali lipat lebih kompleks dan rumit ketimbang relasi saya dengan kedua anak kandung. Pendidikan di sekolah spiritual bukan hanya perkara mampu memberi makan bergizi tiga kali sehari dan membayar uang sekolah. Tapi, justru jauh lebih rumit ketimbang mengajarkan anak balita buang air di toilet, belajar berhitung atau mengajarkan tata krama sopan santun.
Pendidikan spiritual adalah adegan didik-mendidik dalam rangka pembersihan jiwa dan evolusi jiwa yang efek tantrumnya bisa berkali-kali lipat lebih mengerikan ketimbang tantrum anak balita. Tapi kalau berhasil, dampaknya akan membawa peradaban dunia ke era yang lebih baik.
Surga di Bumi yang saya capai dan kenikmatan ”Living La Dolce Vita” yang saya jalani memang dibayar sepadan dengan tanggung jawab besar untuk menularkan kembali surga itu kepada yang membutuhkan, sehingga inilah saya saat ini di PM, sebagai satu-satunya pamomong bahkan menjadi Direktur di PM. Jabatan yang bukan kaleng-kaleng karena sarat dengan tanggung jawab besar akan keberlangsungan tersampaikannya Ajaran Spiritual Murni (SM) SHD dan memastikan kualitas ajaran tetap terjaga.
Tanpa level kesadaran yang memadai tentu saya akan kabur dan ngumpet apabila diberikan peran seberat ini. Sudah pensiun dari dunia korporasi, pensiun dari dunia didik mendidik, lha malah masuk ke dunia yang lebih kompleks dari kedua dunia yang saya tinggalkan itu. Siapa sih pendidik atau orang tua yang mau punya anak yang bandel, susah dikasih tahu, kerjanya mengeluh, pemalas, ngeyelan, sombong, bahkan suka berkhianat? Cobalah bercermin dan jawab sendiri apakah ada yang mau menjadi orang tua yang memiliki anak dengan karakter seperti itu?
Bagi yang pernah menjadi orang tua pastilah semua meminta kepada Tuhan agar diberi anak yang patuh dan berbakti pada orang tua. Segala doa, upacara, persembahan, mantra, wirid, zikir, rosario, upacara adat, bubur merah putih, tumpeng, dan seterusnya, dipersembahkan demi hadirnya seorang anak yang memiliki karakter mulia. Bahkan dalam memilih nama pun dilakukan atas dasar sebuah harapan akan kebaikan dan nilai-nilai Ilahiah.
Mengemban peran ibu dan pendidik bagi sekian banyak anggota komunitas dengan kompleksitas sebesar ini tentu tidak pernah menjadi khayalan saya di masa lalu. Kalau sejak awal saya sudah diberi tahu akan mendapatkan peran seberat ini mungkin saya akan ngacir duluan mencari zona nyaman di tempat lain.
Saya selalu punya pilihan dan free will untuk menolak sebuah Rancangan Agung yang sudah tercetak dalam blueprint bagi evolusi Sang Jiwa. Tapi, dengan kesadaran penuh atas pemahaman Ajaran SMSHD, bahwa proses evolusi jiwa tidak akan terjadi apabila saya melanggar apa yang sudah menjadi ketetapan Semesta atau melanggar Rancangan Agung (Divine Plan). Dari pemahaman ini, maka saya memilih untuk patuh kepada kebenaran sejati, patuh dengan titah Tuhan dan totalitas mengeksekusi perintahNya. Sudah cukuplah cidera selama tiga bulan pada tahun 2021 lalu hanya karena tidak ”Totalitas” dalam mengemban peran yang diberikan olehNya.
Dulu saya hanya sebagai pendengar yang baik saja apabila Guru SHD mengutarakan vision mengenai sekolah spiritual terbaik di dunia. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa bentuknya. Tapi, saat ini saya sedang mengalami dan menyaksikan sebuah ramalan masa depan yang menjadi kenyataan. Transformasi komunitas PM adalah sebuah vision yang berproses menjadi nyata, termateriel dan terus bergerak maju melampaui segala dinamika.
Kerja keras bersama yang tersinergi dalam sebuah landasan dan visi misi Agung membuahkan hasil nyata sehingga saat ini Guru SHD tidak lagi ‘bekerja’ sendirian. Semakin banyak yang mencapai surga di Bumi, semakin banyak yang memasuki fase pencerahan tahap perdana dan tahap selanjutnya dalam parameter Ajaran SMSHD. Hierarki pembelajaran yang semakin solid dengan keberadaan para leader yang diharapkan dapat menyampaikan kembali Ajaran SMSHD kepada teman-teman lain, dan terciptanya wadah ‘belajar’ yang semakin beragam dan berdampak bagi pertumbuhan spiritual.
Menjadi ‘Ibu Baru’ di umur menjelang setengah abad ini memang tidak mudah. Tanggung jawab, tantangan dan resiko selalu sepadan dengan manfaat keselamatan dan keajaiban yang saya dapatkan ketika hidup dalam ruang kesadaran yang baik. Tugas saya memang sudah jelas tidak bisa ditawar, yaitu meringankan beban kerja Guru SHD dengan memastikan legacy beliau tersampaikan dengan baik dan menjaga keselarasan operasional di lapangan yang akan membawa kita semua menyongsong era emas, meninggalkan Sang Kaliyuga.
Dengan memahami seutuhnya Rancangan Agung dan visi misi hadirnya Ajaran SMSHD di muka Bumi, maka berapa pun banyaknya anak titipan yang lucu menggemaskan minta dipites ini, tidak akan menjadi beban dan tidak akan melenyapkan kebahagiaan sejati dan Living La Dolce Vita.
Syukur-syukur kita semua bisa ikut merasakan era emas suatu hari nanti, ya. Tapi, tanpa mentransformasi diri menjadi jiwa murni dan berkualitas mulia seperti emas, mana mungkin era emas akan terjadi?
Dan, bukankah kita semua ingin memberikan legacy yang indah kepada generasi penerus?
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
Webinar Tao, 10 Oktober 2024
Reaksi Anda: