Skip to main content
Refleksi

KESOMBONGAN ILUSIF

13 October 2024 Nenden Fathiastuti No Comments

Kesombongan, dari dulu saya tahu dan menjadi pemilik karakter itu. Tapi, yang namanya kesombongan ilusif, jujur, saya baru tahu setelah belajar di Persaudaraan Matahari (PM) ini. 

“Lho, barang apa ini?” 

Ternyata, lagi-lagi itu salah satu sisi gelap yang saya miliki, watak angkara kesombongan yang ilusif. Disebut ilusif karena sebetulnya hal yang disombongkan itu tidak ada alias ilusi. Cuma ada dalam bayangan saya sendiri yang menganggap diri ini hebat, sehingga merasa berhak meremehkan orang lain yang menurut saya nggak sehebat saya. Mau muntah? Silahkan ha ha ha. Saya juga mau muntah kalau ingat kelakuan saya dulu kok, begitu menyebalkan dan memualkan. Mohon maaf pada semua orang yang pernah jadi objek sasaran kesombongan ilusif saya. 

Mendampingi teman pembelajar yang sedang perosotan dan banyak berdiskusi dengannya seperti melihat cermin yang sempurna, menggambarkan saya dulu. Pemuja kecerdasan otak, dan mendewakan gelar akademik dari kampus di luar negeri sebagai pencapaian yang layak dibanggakan. Tak hanya itu, portofolio pekerjaan profesional yang berderet keren, di lembaga-lembaga besar, bahkan ia sempat berkarier di kota-kota besar dunia, menjadi amunisi kesombongan yang pol mentok. Akarnya luka batin yes, yang perlu pembuktian bahwa diri ini berharga dan mampu. Tapi, mari itu kita kesampingkan dulu. Karena akar luka batin yang itu-itu saja sebetulnya cuma masalah opsi yang mengalami, apakah mau dilampaui dan selesai, atau mau diterus-terusin jadi jualan drama untuk mendapatkan perhatian dan pemakluman? Your call, your choice, your decision.

Dari pengalaman saya, kesombongan ilusif ini menjadi batu sandungan terbesar saya untuk bisa hening. Karena TERNYATA untuk hening itu butuh kerendahan hati. Nah lho, kok bisa? 

Saya juga baru tahu 1,5 tahun terakhir ini, ketika akhirnya kesombongan saya yang tentunya ilusif itu terbongkar tanpa bisa ditutupi lagi. Sebelum itu saya kira saya sudah bisa hening, eh ternyata belum seperti seharusnya yang diajarkan di Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) ini, sehingga ketika ada sisi gelap muncul dengan mudah ambrol, karena pondasi heningnya memang tidak kokoh. Kenaikan Level of Consciousness (LoC) saya banyak ditopang hasil boosting-an, dan bukan benar-benar hasil latihan keheningan saya yang konsisten dan serius. 

Saya baru ngeh dan mudeng beneran, “OH INI YANG NAMANYA HENING THO.” Ketika kesombongan saya menguap pelan-pelan, dan bak mainan jungkat-jungkit, di sisi satunya kerendahan hati naik yang sepaket dengan ketulusan. Ketika saya sampai di titik kesadaran bahwa semua yang saya banggakan sebagai aset kesombongan saya seperti kekayaan, pekerjaan, gelar akademik, network orang-orang hebat para tokoh VIP, dan pengalaman profesional, itu sebenarnya tak ada dan hampa, ya sudah ternyata ajaibnya saya auto-bisa hening. Merasakan nafas yang masih ada. Sebelumnya merasakan nafas itu sulit karena kepala sibuk bergelut dengan ambisi untuk mempertahankan hal-hal yang rasanya perlu dipegangin agar tetap bisa berharga (baca sombong).

Jadi, untuk teman-teman yang masih membanggakan hal-hal yang ilusif seperti kasta, darah biru alias gelar ningrat, gelar akademik, kekayaan, nama beken orang tua, pasangan, status pekerjaan, kegantengan/kecantikan fisik, talenta (skill), atau senioritas dan merasa berpengalaman, sudahlah segera akhiri. Percayalah itu semua tuh sebenarnya cuma ada di kepalamu saja dengan imajinasi yang diciptakan sendiri. Ngayal mah ‘kan bebas, ya? Boleh semau-maunya membayangkan diri ini hebat, keren, banyak fansnya, dibutuhkan karena punya skill dan kemampuan khusus. Tapi, faktanya kan seringkali tidak seperti imajinasimu. 

Saya sendiri cukup lama hidup dalam bubble ilusi merasa hebat, keren, dan sebagainya itu. Padahal ya ngomongin kekayaan? Banyak yang jauh lebih kaya dari saya. Kepintaran akademik? Ya ampun, siapalah saya sesungguhnya, nulis buku sebiji aja belum mampu. Ada di lingkaran orang-orang hebat itu? Duh sejujurnya saya cuma pansos aja, kok. Ada di acara-acara mereka rela jadi kacung kampret mereka biar nampak ada di circle dan numpang jadi orang penting. Jadi, ternyata setelah di bulldozer tanpa ampun benteng Takeshi saya oleh Mbak Ay dan saya mengibarkan bendera putih tanda menyerah paripurna. Saya baru tercekat setelah dibuka paksa mata ini fakta sesungguhnya bahwa semua yang saya sombongkan itu sesungguhnyalah tak ada, dan memang benar adanya begitu. Fakta yang memedihkan, tapi itu titik balik yang membuat saya bangkit. Saya menerima semua fakta itu dengan legawa, tak ada penyangkalan dan penolakan. Saya terima semua keburukan saya itu, berhenti berdalih alasannya apa. Fokus pada niat yang sungguh-sungguh dan upaya memperbaiki diri.

Semua perilaku dan sikap tak selaras yang merupakan manifestasi dari kesombongan ilusif ini sungguhlah bukan hanya menghambat kemauan berlatih hening yang benar, tapi juga tentunya mewarnai interaksi sosial, personal dan pekerjaan di segala lini dengan semua pihak. Kolaborasi pun mampet, karena untuk berkolaborasi jelas butuh kerendahan hati. Untuk menghasilkan karya yang keren butuh kolaborasi, lah gimana bisa bikin karya yang keren kalau koordinasi dan komunikasi aja susah karena si sombong merasa paling hebat ini tak mau mendengarkan dan mengikuti pendapat orang lain?

Jadi, refleksi hari ini saya fokuskan pada kesombongan ilusif yang harus diakui dengan jujur, saya juga masih memiliki banyak PR. Diingatkan Mbak Ay juga haram untuk merasa selesai dengan Sisi Gelap (Sigel). Untuk saya saat ini manifestasi kesombongan-kesombongan ilusif itu masih bertebaran secara halus di keseharian dalam beragam bentuk. Merasa spesial bisa ada di circle Mas Guru, dekat dengan Mbak Ay, diberi peran-peran penting, berjatah mampu channeling, LoC naik terus. Duh, itu semua hal-hal yang patut saya waspadai, karena apa pun yang membuat saya nampak “berbeda dan istimewa” itu sangat sangat berpotensi memunculkan kesombongan itu lagi. Bersyukur, heningnya ditingkatkan kualitasnya, durasinya dirapatkan. Cuma itu kuncinya. Eling lan waspada

Maturnuwun selalu bimbingan dan pembelajarannya Mas Guru, Mbak Ay, dan teman-teman belajar saya yang telah menjadi cermin untuk berefleksi.

 

Nenden Fathiastuti 
CEO The Avalon Consulting dan Leader di Persaudaraan Matahari 
11 Oktober 2024

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda