Skip to main content
Refleksi

SULITNYA BELAJAR SPIRITUAL YANG MURNI

26 November 2024 Ay Pieta No Comments

Belajar di Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) memang makin hari makin tidak mudah. 

Tanpa pegangan erat dengan praktik Ajaran SMSHD, maka ketulusan makin sulit dicapai. Godaan materiel yang semakin banyak membuat proses belajar SMSHD menjadi berkali-kali lipat lebih kompleks ketimbang menjadi pertapa di gunung. Belajar Ajaran SMSHD memang bukan soal kemampuan menghafal teori sebanyak-banyaknya atau cukup hanya terlihat duduk sila memejamkan mata seperti jadwal minum obat, tapi berikut dengan paketan aksi nyata yang melibatkan aplikasi teori pada pola pikir, sikap, dan perilaku yang nyata di kehidupan sehari-hari secara konsisten.

Tantangan materiel semakin besar karena gurunya makin keren, makin sakti mandraguna, makin banyak proyek, makin banyak potensi manfaat materiel, dan lainnya, sehingga membuat hasrat egoistik makin meronta-ronta tidak karuan akan angan-angan materialistik. 

Bukannya jadi reda oleh laku meditasi/hening yang diajarkan, malah makin membara penuh khayalan dapat proyek, dapat cuan, dapat posisi strategis, jadi anak emas, dapat privilege spesial, dapat cipratan kemewahan, dapat jatah materi, dapat kasih sayang, dapat berkat, dapat boosting lebih banyak, dapat jaminan masuk surga, dagangan cepat laku, dan seterusnya.

Banyak anggota komunitas yang proses belajarnya mengalami stagnasi karena bertahan dengan hanya mau memuja Guru SHD sebagai sosok idealnya saja. Kemapanan dan kesaktian telah menjadi alasan terkuat relasi guru dan murid, bukan ajarannya. Ajarannya memang dianggap keren, tapi kemudian dianggap tidak terlalu penting untuk diamalkan selama bisa menjaga relasi yang baik dengan Sang Guru. 

Sang Guru menjadi sosok ideal untuk memenuhi angan-angan indah yang menyenangkan hati akan mimpi yang tidak kunjung hadir di kehidupan nyata, dan sebagai objek khayalan kesepian dan sosok solusi bagi  perubahan nasib. Tidak pernah memahami bahwa Guru SHD merupakan satu kesatuan dengan ajarannya, menyatu dengan Hukum Kosmik yang menyertai ajaran, termasuk Hukum Tabur Tuai.

Banyak yang memilih untuk mengabaikan praktik nyata ajarannya, merasa cukup menghafal teorinya saja karena keengganan memurnikan jiwa. Merasa tidak membutuhkan membereskan sisi gelap, selama dagangan laku maka roda samsara dianggap tidak nyata. Selama tidak sakit, tidak merasa sial, dan hidup berkecukupan secara materi, maka roda samsara dianggap tidak pernah terjadi dalam hidupnya, sehingga merasa tidaklah penting mencipta ketulusan dan integritas apalagi pemurnian jiwa.

Mengidolakan gurunya saja, tapi mengabaikan praktik ajarannya, tidak akan membawa kepada pemurnian jiwa. 


Efek samping dari pemujaan yang tidak utuh ini berdampak nyata pada stagnasi proses belajar. Level kesadaran seperti tanaman bonsai yang enggan meninggi, sehingga hidup pun tidak kunjung bertransformasi secara nyata, tapi bersikeras merasa baik-baik saja. Selama dagangan laku, pasangan tidak rewel, serta kebutuhan hidup terpenuhi, dan tidak kena sapu eliminasi dari
WhatsApps Group (WAG) komunitas, maka cukuplah menjaga relasi yang baik dengan Sang Guru dan meditasi sekali-sekali apabila dibutuhkan.

Efek samping lebih nyata lagi terlihat ketika sudah menapak di Bumi, mematerialkan ajaran melalui berbagai peran, baik sebagai pekerja, kontributor, maupun clientele dalam organisasi. Menjalankan sistem operasi, mematuhi standar operasi dan hierarki struktur organisasi. Menjadi semakin nyata terlihat sejauh apa aplikasi ajaran, berikut efek samping berupa bertambah panjangnya daftar agenda egoistik. Padahal jelas bahwa ketulusan adalah kunci keberhasilan dalam belajar Ajaran SMSHD. Tetapi, ketika diberikan ruang untuk berlatih ketulusan, yang terjadi sebaliknya semakin melakukan praktik ketidaktulusan. 

“Ketulusan membuat semua jadi sederhana”

Ketulusan diibaratkan seperti kryptonite dalam film “Superman”, yang menjadi sumber kekuatan bagi semua kesaktian mandraguna Sang Superhero. Ketulusan paripurna hanya dapat diciptakan melalui keheningan/meditasi dan pemurnian jiwa. Dalam Ajaran SMSHD, ketulusan adalah parameter baku mutu tertinggi dari sebuah perilaku.

Tapi, siapalah yang mampu bertindak dengan tulus tanpa melatih diri dibarengi dengan bermeditasi dengan teknik yang tepat? Mana mungkin menjadi tulus apalagi tulus paripurna, apabila jiwa raga masih diliputi sisi gelap (shadows)? Sudahkah makan dan minum dengan tulus? Sudahkah bersyukur dengan tulus? Sudahkah menikmati nafas dengan tulus? Sudahkah bermeditasi dengan tulus? Sudahkah menjurnal dengan tulus? Semua tindakan akan dikorelasikan dengan ketulusan, sebagai modal merajut lingkaran malaikat.

Di mana pun Lembaga SHD, baik sebagai pekerja maupun clientele, semua pihak sedang dilatih ketulusan melalui apa pun kegiatan yang ada dalam ruang lingkup lembaga. Dengan harapan bahwa, ketulusan akan terus terjaga di keseharian walaupun beraktivitas di luar Lembaga SHD.  Ruang berlatihnya disediakan untuk praktik hening dan beraksi

Maka, bagi yang telah diberi peran dan diberi ruang untuk berkontribusi, manfaatkan sebaik-baiknya dengan kesungguhan untuk bertumbuh dan berevolusi dalam ketulusan. Jangan malah sibuk menambah daftar agenda egoistik menjadi semakin panjang.

Meditasi dengan teknik yang diajarkan, latih ketulusan dalam ruang praktik yang disediakan, ciptakan lingkaran malaikatmu, jangan malah memilih lingkaran menuju server kiri.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
22 November 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda