Skip to main content
Refleksi

TAHU, MENGERTI, ATAU SADAR?

5 January 2025 Ay Pieta No Comments

“TAHU, MENGERTI, ATAU SADAR?”

Cukup panjang saya mempelajari dan berdiskusi dengan Guru SHD seputar ketiga hal ini. Saya memang sedang berusaha menjembatani ilmu langitan Ajaran SMSHD dengan berbagai teori-teori psikologi hasil riset saintifik yang menjadi pedoman bagi personal growth dan human development.

Jelas banget bahwa Ajaran SMSDH melampaui ilmu-ilmu hasil riset empirik itu, karena yang tidak empirik baru bisa dijangkau apabila mempunyai kesadaran murni, yaitu oleh mereka yang berjiwa murni atau sudah bebas dari sisi gelap. Kami selalu berusaha secermat mungkin melakukan banyak riset, baik empirik maupun nonempirik, sehingga dapat membagikan konklusi dari hasil riset yang dilengkapi dengan kesaksian atas pengalaman otentik agar tidak menimbulkan bias pemahaman atau bias kognisi.

Terpantik dari kenyataan betapa sulitnya menghayati dan meresapi teori dasar Ajaran SMSHD, saya memang tergerak mempelajari banyak cabang keilmuan yang berhubungan dengan pola pikir dan perilaku manusia. Masalah manusia memang berpusat di otak, sumber ego dan sisi gelap terjadi, yaitu pada pola pikir yang berbasis sisi gelap. Tidak heran kenapa Ajaran SMSHD menjadi solusi emas yang paling sederhana karena berfokus pada pemusnahan (pemurnian/purifikasi) sisi gelapnya dulu dengan meditasi/hening, bertujuan agar pola pikir bisa bersih/murni bebas dari sisi gelap.

Solusi emas ini memang butuh perjuangan yang tidak kaleng-kaleng, sepadan dengan manfaat yang juga tidak kaleng-kaleng. Solusi emas ini ternyata tidak mudah dipraktikkan oleh para pembelajar saking kuat dan tebalnya sisi gelap, lengkap dengan tingginya hasrat egoistik. Sehingga menyebabkan beragam fenomena perilaku berbasis sisi gelap dalam menyikapi Ajaran SMSHD.

Banyak yang bertahan belajar di komunitas dengan bahan bakar berupa harapan teguh akan tercapainya agenda egoistik. Bertahun-tahun hanya melulu berpegang teguh pada niatan egoistik yang sama persis. Hanya dipolas-poles sedemikian rupa dari waktu ke waktu  supaya tersamar dan tampak sudah ditransformasi menjadi niatan yang lebih baik. 

Akhirnya di tahun kesekian ini memiliki sejarah belajar yang penuh dengan gejala “PMS” yang akut hasil ciptaan sendiri. Banyak yang bertahan belajar, tapi tetap tidak trust dengan Guru SHD, bertahan belajar tapi tetap tidak trust dengan Ajaran SMSHD, bertahan belajar tapi bodo amat dengan apa yang diajarkan dan sebodo teuing dengan cara belajar yang diberikan.

Padahal ketika belajar di server kiri, alamak betapa mudahnya untuk percaya (believe), dan betapa mudahnya memiliki keyakinan atas dasar asumsi/prasangka hasil khayalan. Tapi, betapa sulitnya ketika oleh Guru SHD mengajarkan untuk memiliki kemantapan (faith) atas dasar Tacit Knowledge”, atas dasar analisis yang utuh dengan pengalaman otentik dan penyaksian dengan Rasa Sejati.

Cocok dengan pendapat Guru SHD, dan kalimat bijak teori dasar Ajaran SMSHD belum menjadi jaminan menjadi tahu sedang belajar dan untuk apa belajar di Persaudaraan Matahari (PM). 

Ketika sudah tahu, belum tentu mengerti secara utuh apa yang dipelajari dan tujuan dari pelajarannya untuk apa. Sudah mengerti dan memahami dengan lebih baik pun belum tentu mampu mempraktikkan dan mengaplikasikan dengan nyata dan stabil dalam kehidupan di keseharian. Niatan egoistik memang membuat perjalanan belajar menjadi melelahkan dan menguras energi.

Menurut Guru SHD ada dua tingkatan ‘mengerti’, yaitu:

  1. Mengerti karena kecerdasan kognitif, karena kepandaian analitis.
    Contohnya, mampu menghafal, pandai merangkai kalimat hasil hafalan, pandai membuat narasi hasil menggabungkan banyak hafalan teori. 
  2. Mengerti karena mengalami, menyaksikan, meresapi, merenungkannya.
    Inilah yang disebut dengan ‘sadar’ dalam teori dasar Ajaran SMSHD. Inilah yang disebut pemahaman/pengertian hasil meditasi/hening yang kontemplatif penuh perenungan dan penghayatan.

Jadi, tahapan manusia menyerap sebuah informasi adalah sesimple ini,
1. TAHU – 2. MENGERTI secara kognitif – 3. SADAR (mengerti mendalam)

Contoh paling nyata, ketika ada yang mengaku senang bermeditasi/hening dan jumlah meditasi/hening formalnya banyak dalam satu hari. Tetapi malas menjurnal dan berefleksi, malas niteni sisi gelap diri, malas mengenal pola meditasi/hening diri sendiri dan malas menghayati apa saja perilaku yang belum sesuai dengan hasil evaluasi. Ini pertanda meditasi/heningnya hanya dilakukan hanya sebatas memenuhi jumlah/kuantitasnya saja. Tidak peduli dengan kualitas meditasi/hening. Tidak peduli meditasi/heningnya penuh rasa syukur atau tidak, tidak peduli meditasi/hening dilakukan dengan ketulusan atau tidak. Yang penting duduk sila merem setel audio, dicatat jamnya, ditambah kalimat-kalimat yang dianggap bisa membuat evaluasi menjadi baik, lalu merasa sudah tekun dan sudah memenuhi syarat belajar.

Yang saya alami dan perhatikan, ada gejala klinis yang timbul ketika memasuki fase ketagihan meditasi/hening SMSHD. Memasuki fase dimana sangat menikmati meditasi/hening sehingga menjadi prioritas di keseharian. 

Biasanya gejala klinis ini akan dibarengi dengan hobi berefleksi dan menuangkan kisah kesaksian dalam bentuk verbal maupun tulisan. Karena meditasi/hening yang dilakukan dengan benar, dengan pasrah tanpa ambisi, dengan tulus dan penuh sukacita, sudah pasti merupakan momen reflektif dan kontemplatif yang mendalam, yang hadir secara natural. 

Meditasi/hening yang benar akan selalu menjadi momenmu berefleksi diri karena rileks dan fungsi kecerdasan berupa perenungan dan penghayatan bekerja. Secara ideal, dalam meditasi/hening yang reflektif dan kontemplatif inilah terjadi banyak pemahaman dan AHA!Moments. Pemahaman dan AHA!Moments yang hadir tidak akan mudah dilupakan dan mudah diceritakan kembali, baik dalam bentuk verbal maupun tulisan.

Berbeda dengan ‘mengaku’ melakukan perenungan namun sebenarnya palsu, yaitu perenungan yang jelas bukan hasil meditasi/hening dengan teknik yang benar. Tetapi hanya berupa penyusunan hipotesis dengan modal analitis kognisi dan khayalan saja, sehingga jelaslah malah bikin spaneng, lelah, dan membuat malas menjurnal. 

Setiap diminta menuliskan akan terasa jadi beban karena harus mengarang indah dulu. Belum lagi hasrat pencitraan, ketakutan dapat ponten jelek, dan pola pikir berbasis sisi gelap lainnya yang meronta-ronta.  

Dalam berbagai teori psikologis pun semua saintis mengakui bahwa tanpa keahlian berkontemplasi tidak mungkin manusia menjadi highly effective thinker. Dan, coba perhatikan dengan cermat; 

Ajaran SMSHD dengan metode meditasi/heningnya yang sederhana sedang melatih kita semua menjadi ahli berefleksi, yaitu ahli meditasi/hening yang penuh perenungan dan penghayatan. 

Manusia membutuhkandeliberate reflective thinking about thinking, yaitu cara berpikir reflektif yang penuh intensi, kesungguhan, dan penghayatan dalam proses personal growthnya dan meningkatkan kecerdasan. 

Memang iya, ‘kan?

Tapi masalahnya ilmu berbasis saintifik belum ada yang mampu menemukan solusi di luar kecerdasan kognisi. Tidak ada yang mengerti tentang perangkat kecerdasan bernama Rasa Sejati karena dianggap tidak empirik. Cara termudah yang mampu mereka berikan adalah dengan berbagai metode brain hacks, visualisasi, sugesti, dan bermacam metode yang mendayaguna fungsi imajinasi secara maksimal untuk mengubah (rewire) program berpikir pada otak. Bahkan, ada saintis yang menyatakan mustahil manusia bisa menjadi Master Thinker, yaitu ahli berpikir yang melampaui egonya sendiri. 

Di PM sudah jelas ada Master Thinker, yaitu ahli berpikir berbasis kesadaran murni. Ahli berpikir dengan kesadaran yang bebas dari sisi gelap dan melampaui ego, hasil berlatih meditasi/hening kontemplatif metode SMSHD. 

Cuma di PM yang mengajarkan cara yang tepat agar fungsi kecerdasan bekerja dengan optimal tanpa berbelok nyasar dalam khayalan visualisasi dan sugesti. Hanya Ajaran SMSHD tidak membuat fungsi otak terdegradasi karena terlalu banyak berkhayal, stress, burnout, otak ngebul, sehingga saraf menjadi korslet.

Jadi, silakan banyak berlatih berefleksi diri dengan “Kejujuran”. Kami, para pembimbing di PM, serius membantu teman-teman agar mau berlatih meditasi/hening dibarengi dengan latihan berefleksi dan menuangkan hasilnya dalam jurnal. Karena selain sebagai latihan berkontemplasi dan melatih fungsi observasi, proses pemurnian jiwamu akan terus berjalan. 

Dengan proses pemurnian yang bergerak maju, maka level kesadaranmu meningkat sehingga mampu menyerap lebih banyak pengetahuan langit Ajaran SMSHD dengan KESADARAN; dengan pengertian yang mendalam (SADAR). Tidak hanya berhenti di tahap TAHU saja atau MENGERTI secara kognitif saja. 

Harapannya dengan menjadi SADAR (mengerti mendalam), maka akan lebih mudah mempraktikkan apa yang dipelajari dalam kehidupanmu sehari-hari. Coba cek, dirimu sudah mencapai fase yang mana? TAHU, MENGERTI secara kognitif, atau sudah SADAR (mengerti mendalam)?


Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
5 Januari 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda