
Diskusi pembelajaran ‘Spiritual Murni SHD’ memang tidak pernah ada habisnya dan memantik sebuah ulasan baru. Selalu ada momen reflektif dan kontemplatif di setiap diskusi yang terjadi dengan teman seperjalanan. Diskusi yang seringkali menghasilkan kesimpulan recehan dan dianggap tidak penting, namun sebenarnya sangat berpengaruh bagi proses belajar. Bentuk transformasi yang paling mendasar dalam langkah pemurnian jiwa adalah transformasi pola pikir. Yaitu ketika kejernihan kesadaran naik kelas ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga perspektif menjadi lebih luas dan pemahaman menjadi lebih mendalam.
Transformasi cara berpikir tentu mendasari sebuah aksi militansi, yang tadinya tercipta dari sebuah keharusan (I have to), berubah menjadi kemauan yang berlandaskan kesadaran (I want to because i understand).
Spiritual Murni SHD memang paling tepat bagi pengembangan manusia karena karakter ajaran yang transformatif, progresif, dan revolusioner. Dengan ‘Bermeditasi/Hening Pemurnian Jiwa’, semua murid memang diajak untuk bertransformasi yang nyata – bukan hanya berkhayal untuk jadi manusia penuh sinar yang bisa melayang di berbagai dimensi, bukan pula untuk menjadi manusia pandai berkata bijak tanpa integritas – tetapi memang diarahkan untuk bergerak maju dalam pertumbuhan diri berupa perbaikan mental dan karakter. Dan ofkors semua dituntut untuk merevolusi dirinya sendiri, bergerak meninggalkan sampah dan kebusukan dalam diri menuju kejernihan dan kemuliaan.
Memang filosofi ini bentrok parah dengan budaya spiritualisme yang umum, sehingga banyak menjadi drama militansi yang salah server akibat keinginan mencapai sesuatu yang menggebu-gebu. Banyak yang malas dan tidak ingat untuk mempelajari ‘Value Tertinggi’ dari apa yang dipelajari, sehingga dalam menjalankan metode belajar menjadi penuh drama keterpaksaan, atau malah sebaliknya, sangat agresif dalam kemauan kuat dan semangat tinggi di depan, lalu tak lama kemudian melempem karena salah bensin.
Keharusan, keterpaksaan, dan kemauan kuat yang salah bensin, adalah bukti nyata hasil dari mindset yang masih terdistorsi oleh sisi gelap (shadows).
Tetapi, semua gejala ini sebenarnya bisa dikalibrasi dan ditransformasi dengan ketekunan bermeditasi/hening pemurnian jiwa. Dengan kejernihan kesadaran, memang lebih mudah untuk mempelajari dan memahami value tertinggi ajaran yang kemudian bergerak maju dalam proses kalibrasi dan transformasi yang sepadan dengan value tertinggi dari Spiritual Murni SHD.
‘Praktik Mindfulness’ idealnya akan menumbuhkan ‘Self-awareness’ dan menciptakan sebuah ‘Ruang Kesadaran’ yang jernih. Melalui ruang kesadaran yang jernih, militansi dengan landasan motivasi yang salah server seperti rasa takut, khawatir, ambisi, dorongan berkompetisi, obsesi, dan lainnya, dapat ditransformasi menjadi motivasi dengan landasan yang lebih sehat, yaitu berupa pemahaman yang bebas bias akan peran dan tanggung jawab sebagai manusia.
Kekuatan keterpaksaan (I have to) bertransformasi menjadi kemauan (I want to) yang disertai dengan kesadaran yang jernih (because I understand).
Motivasi yang tepat tanpa distorsi atau bias dari dorongan destruktif berlandaskan sisi gelap (shadows), bahkan bisa mentransformasi sampai ke titik tertingginya, yaitu menjadi sebuah kecintaan (I love to), passion dan gaya hidup (I’m passionate to) sehingga apa yang dilakukan tidak lagi diliputi keterpaksaan maupun ambisi yang selalu menyebabkan kelelahan akibat menanti agenda egoistik yang tidak kunjung hadir.
Belajar Spiritual Murni SHD adalah proses ‘Belajar Seumur Hidup (lifetime learning)’ alias sampai akhir hayat. Value ajaran bersifat statis dan kesadaran manusia bersifat dinamis. Maka, sudah sewajarnya dibutuhkan ketangguhan dan kerendahan hati, untuk menjaga kestabilan hasil yang pernah dicapai. Membangun karakter bukanlah proses pendidikan yang bisa dicapai dalam waktu singkat, apalagi yang dibangun adalah manusia yang sudah dewasa. Tentu membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menata ulang pola berpikir, menata ulang habit, karakter, dan kesehatan isi kepala yang sudah sudah kadung mengalami degradasi. Jadi pastikan niat belajarmu tepat agar militansimu tidak salah pengertian menjadi fanatisme buta dan akhirnya salah server.
Kalau saya sih memang cita-citanya hanya ingin hari tua tanpa mengalami sakit berat, jadi memang paham bahwa perlu memastikan motivasi yang tepat dan membangun militansi berbasis kesadaran, agar tumbuh passion terhadap habit menjaga kejernihan kesadaran sampai akhir hayat.
Kalau kamu gimana?
“Time flies, body dies, but consciousness stays” ~ Pure Spirituality
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
2 Juli 2025
Reaksi Anda: