Skip to main content
Pijar Kesadaran

Self Regulation

24 September 2025 Ay Pieta No Comments
Self Regulation - Persaudaraan Matahari Sekolah Kehidupan

Pusat dari Self regulation, self control, self masteryself management, atau pengendalian diri, terletak di otak, tepatnya pada fungsi kesadaran. Dengan mengelola dan meregulasi kesadaran, secara otomatis akan mengelola pola pikir, produksi hormon, pola kerja sistem saraf, pola emosi, kecerdasan, dan berbagai produk dari fungsi otak lainnya. Teori dasar ‘Seni Hidup SHD’ di ‘Sekolah Kehidupan Persaudaraan Matahari’ mengajarkan untuk mengelola gerak pikir dan mengelola kesadaran dengan ‘Bermeditasi/hening Penjernihan Diri’, sekaligus menciptakan kesadaran yang jernih agar cara berpikir menjadi bersih jernih, bebas bias, dan distorsi dari invisible force gerak bawah sadar yang mengandung sisi gelap (shadows/darkside) atau hasrat ‘ego’ yang destruktif dan egoistik.

Otak yang canggih’ ini, secara natural memiliki daya survival yang tinggi. Setiap impuls yang dianggap sebagai ancaman akan memberikan dampak berkali lipat lebih agresif dan progresif ketimbang impuls yang menyenangkan dan menyamankan. Menjaga kesadaran dengan ‘bermeditasi/hening yang menjernihkan lapisan kesadaran’, akan membantu meregulasi respons kerja otak agar tidak reaktif dan impulsif terhadap sebuah impuls, terutama yang ditangkap sebagai ancaman.

Meregulasi diri dengan bermeditasi/hening penjernihan diri, ternyata memberikan dampak lebih stabil dan permanen ketimbang hanya menepis dengan teori bijak.

Kestabilan respons yang tepat sasaran benar-benar bisa terjaga sepanjang waktu, sehingga tahu kapan sebuah informasi (yang negatif) perlu ditelaah lebih lanjut atau sebaiknya dihindari.

Yang menakjubkan saya temukan hasil riset dan penelitian para ahli adalah, bahwa ketagihan pada emosi negatif disebabkan oleh produksi hormon dopamin yang memicu perasaan senang dan meningkatkan motivasi. Peran hormon inilah yang membuat seseorang lebih bersemangat untuk melakukan kegiatan yang memberikan kepuasan atau dianggap sebagai pencapaian tujuan. Sama seperti gerak fungsi otak yang canggih pun dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan otak itu sendiri apabila tidak diregulasi dengan cara yang tepat.

Ternyata, geng hormon bahagia pun dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik seseorang apabila tidak diregulasi dengan tepat.

Berpedoman pada kenyataan bahwa tidak semua hal di luar diri bisa dikontrol, maka dalam belajar Seni Hidup SHD selalu diarahkan untuk memusatkan perhatian pada apa yang bisa dikontrol. Materi belajar utama adalah meregulasi ruang kesadaran dengan mengupayakan lapisan kesadaran agar terbebas dari jejak trauma, luka batin, inner-child, watak angkara, dan sisi gelap lainnya. Meregulasi kesadaran sebagai kontrol utama dalam menciptakan kemampuan seseorang untuk meregulasi produksi hormon agar tidak berlebihan dalam ‘melayani’ impuls dengan medan energi yang buruk, negatif, dan toxic. Karena munculnya kepuasan atas rasa superioritas atau merasa lebih baik ketika melihat orang lain gagal atau membuat kesalahan, merupakan bentuk nyata spektrum emosi yang terasa positif (karena menyenangkan), diproduksi oleh dopamin sebagai salah satu hormon bahagia, tetapi atas dasar koleksi sisi gelap yang ada di bawah sadar, dan ‘menguatkan hasrat ego yang egoistik’.

Selain membantu meregulasi respons terhadap sebuah triggering eventdan ‘menata respons’, meditasi/hening penjernihan diri yang membuka kesadaran juga turut membersihkan jejak bawah sadar yang memicu pola pikir yang keliru. Gerak bawah sadar sebagai invincible force yang destruktif perlu dibersihkan karena secara nyata menghasilkan hormon bahagia atas pola nalar yang negatif dan toxic.

Maka meregulasi kesadaran perlu dilengkapi dengan proses ‘penyembuhan’ dan ‘detoksifikasi’ jejak sisi gelap atau biasa disebut shadows dan darkside yang ada di seluruh penjuru lapisan kesadaran, baik lapisan sadar (conscious mind), lapisan bawah sadar (subconscious mind), maupun lapisan tidak sadar (unconscious mind).

Kecenderungan otak manusia yang lebih tertarik dengan misteri, kisah yang belum selesai, informasi yang gantung dan kentang (kena tanggung) sehingga membangkitkan rasa penasaran, kepo, dan fomo akan mengaktifkan kembali mode pertahanan (survival instinct) sehingga mengalahkan kebutuhan organ otak untuk beristirahat. Dalam PoV (Point of View) Seni Hidup SHD’, inilah yang disebut keinginan/hasrat ego yang egoistik, karena mengalahkan kebutuhan otak untuk meregulasi diri, menata (rewire) respon, dan melakukan perawatan ‘Brain Spa’. Keseimbangan ‘kesehatannya organ otak’ yang terus menerus diabaian, akan menciptakan habit dan karakter yang tidak konstruktif, dan menunggu bom waktu mengalami disfungsi di kemudian hari.

Kemampuan survival pada otak, secara natural lebih mudah merekam impuls dan data yang negatif, sehingga menyebabkan manusia lebih mudah mengingat satu kata yang menyakitkan ketimbang banyak kalimat pujian. Mode penyimpanan dalam memori yang berlapis-lapis, mampu menekan banyak ingatan negatif ke lapisan kesadaran terdalam, sehingga manusia lebih mudah mengingat hal yang traumatis dan melukai, ketimbang simpanan data yang indah. Fungsi otak yang dibiarkan bekerja tanpa dikendalikan atau diregulasi dengan cara yang tepat, akan menciptakan habit dan karakter yang tidak menyehatkan. Seperti habit tidak bersyukur dan kecenderungan untuk melihat gelas separuh kosong yang ternormalisasi oleh beragam bentuk pendidikan dan budaya, menyebabkan kualitas kesadaran manusia semakin terdegradasi. Itulah mengapa lebih cepat menyebarkan informasi buruk, negatif, dan toxic ketimbang informasi yang bermanfaat dan konstruktif. Bahkan, kecenderungan ini dimanfaatkan oleh media sosial dalam meningkatkan lalu lintas algoritma demi keuntungan monetisasi.

Sungguh seperti lingkaran setan yang tidak berujung, yang bisa dihentikan dan diregulasi oleh akal manusia yang sehat, asalkan memiliki kemauan yang kuat dan tujuan yang jernih.

Sudah saatnya mengambil sikap yang tepat menjadi ‘Cycle Breaker’ yang dapat membantu kerja otak beserta fungsi kecerdasannya menjadi sehat dan konstruktif bagi kesehatan mental jiwa dan raga. Memang benar pendapat para ahli, memiliki kecerdasan intelektual saja tidak menjamin fungsi otak teregulasi dengan konstruktif, sehingga sangat penting membangun kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), agar menjadi ahli dalam mengelola, meregulasi dan me-mastery diri, untuk menjaga kesetimbangan yang berdampak holistik bagi kesehatan manusia seutuhnya.

Oleh karena itu, pilih sikap yang tepat dengan akal yang sehat dengan menghindari konten negatif apabila kualitas meditasi/heningmu belum baik. Dengan kualitas meditasi/hening yang baik, apalagi dengan kesadaran yang jernih, sudah pasti tidak akan mudah terjebak oleh fenomena hormonal yang dipicu oleh konten toxic yang dikonsumsi sehari-hari.

“Pure consciousness leads to clarity of mindset, attitude, and positive outcomes.” ~ Pure Consciousness

 

Ay Pieta
Pembimbing dan Direktur Persaudaraan Matahari
23 September 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda