Menikmati itu sebenarnya bagaimana toh Mas Guru? Menikmati itu kopi yang manis dan enak dinikmati, es krim dinikmati, badannya ringan dinikmati. Tapi, kalau pas meditasi dadanya terasa berat, kepalanya pusing, badannya sakit, bagaimana menikmatinya, Mas Guru?
Jawaban SHD
Iya, saya bisa maklum. Buat sebagian orang jelas lebih mudah memahami yang disebut sebagai menikmati secangkir kopi, menikmati secangkir teh manis, menikmati berbaring, menikmati main golf. Itu lebih gampang dipahami dibandingkan dengan menikmati nafas. Karena bagi sebagian orang, menikmati nafas itu justru membawa kepada penderitaan. Begitu merem, “tuing” kepalanya pusing, badannya sesak, atau segala luka batinnya bermunculan, pedih. Akar sebetulnya Anda tidak meditasi, Anda spaneng, berarti teknik dasarnya yang tidak Anda jalankan.
Sebetulnya, Semesta itu punya hukum yang pasti. Sekali lagi saya harus tegaskan, kalau Anda betul-betul bisa rileks, hanya menikmati nafas, pusing itu tidak akan bisa terjadi, bagaimana logikanya coba? sama saja dengan menikmati teh manis. Kalau Anda betul-betul menikmati teh manis, pusing atau tidak? Ya tidak. Pusing itu kalau Anda minum teh manis sambil mikirin utang, itu pasti pusing. Sama saja dalam meditasi. Kalau Anda betul-betul menikmati nafas, Anda tidak pusing. Tapi, kalau Anda mikirin nafas, nafas dianalisa, itu yang bikin Anda pusing karena Anda spaneng. Jadi, supaya nggak pusing, malah nggak karu-karuan ketika bermeditasi, tekniknya diperbaiki dulu. Jadi, hal itu bukan diterima. Itu indikasi kalau Anda salah. Supaya tidak pusing lagi, tidak sesak lagi, tekniknya sekali lagi diperbaiki.
Yang kedua, kalau kemudian nanti muncul yang disebut sebagai emosi-emosi yang semula terendapkan, tiba-tiba ada rasa pedih, sedih, yang disarankan adalah ya sudah diterima. Kata “menikmati” itu absurd, jadi saya nggak usah pakai bahasa menikmati, “wis ditompo wae”. Jadi, rasa sakitnya ya sudah diterima, “Gusti, saya terima rasa sakit ini. Saya terima rasa tidak nyaman ini”
Kalau kita sudah mengerti teknik meditasi yang benar, tetap, kita akan menyadari bahwa di setiap tarikan dan hembusan nafas itu ada kasih murni. Nah, kita hanya meniatkan agar kekuatan kasih murni itu betul-betul menyembuhkan luka yang tadi muncul ke permukaan. Kalau kita punya rasa sakit hati sabdakan, “Gusti, dengan KuasaMu, dengan kasihMu, biarlah segala rasa sakit hatiku ini bisa disembuhkan.”
Begitu caranya. Paham, ‘kan? Bukan disuruh menikmati mumet, mumet (pusing) berarti salah teknik meditasinya atau utangmu kakehan (terlalu banyak).
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Kajian Jakarta, 17 Oktober 2021
Reaksi Anda: