Bagaimana kita bisa merasakan surga yang nyata?
Kita punya jiwa dan badan. Surga yang nyata bisa dirasakan saat kita ada dalam kejernihan secara jiwa dan keberlimpahan secara badan. Tanpa salah satunya Anda tidak akan menemukan surga yang nyata.
Anda terus menerus menekuni laku keheningan, berupaya memurnikan jiwa dan raga. Anda berfokus untuk membuat jiwa bersinar dan bercahaya, tapi badan Anda ada dalam keterbatasan yang absolut. Misalnya, waktu bayar uang sekolah-susah, ingin makan sate tapi dompet tidak ada isinya. Segala hal yang lumrah diinginkan oleh badan, tapi tidak bisa terpenuhi. Sebaliknya, Anda berkelimpahan. Segala kesenangan duniawi datang dalam hidup Anda, tetapi jiwa Anda tidak termurnikan. Apakah Anda bisa bahagia? Tidak bisa.
Idealitas hidup surgawi itu jiwa Anda murni dan tubuh Anda berkelimpahan. Menikmati kehidupan di dunia itu bukanlah kejahatan moral, menikmati segala kesukacitaan yang berpangkal pada kenikmatan badani pada dasarnya bukanlah kejahatan selama dilakukan seiiring dengan jiwa yang murni. Supaya hidup di bumi ini betul-betul menjadi surga, mindset ini harus Anda mengerti. Jangan memusuhi badan Anda, menganggap badan ini sebagai musuh bagi jiwa sehingga badan tidak boleh dibuat senang. Sukanya melakukan laku prihatin, seperti makan nasi sekepal sehari, tidur dibuat susah (melekan). Laku spiritual bukanlah tentang itu.
Justru Anda terlahir di bumi ini untuk menikmati surga yang nyata di bumi ini. Kunci surga yang nyata adalah kejernihan jiwa dan raga. Pikiran yang bebas dari ilusi, emosi yang bebas dari luka batin dan watak angkara murka, badan yang bebas dari jejak dosa, diri yang bebas dari kuasa kegelapan, jiwa yang murni dan selaras, yang ada hanya kasih, bahagia, dan damai sejati. Mereka yang seperti itu secara natural akan menciptakan medan energi yang menarik segala hal yang dituntunkan. Itulah karakter dari orang yang hidup berkelimpahan yang diiringi dengan kebahagiaan sejati. Itulah yang mestinya Anda raih di sini. Dan, untuk mencapai itu, Anda tidak perlu rebutan dengan yang lain. Surga di sini tidak ada batasnya, apalagi di dimensi nonmateriel.
Ini hanya tentang diri Anda sendiri. Saat Anda bisa memurnikan jiwa dan raga, maka Anda menemukan surga yang nyata. Di bumi ini tidak ada keterbatasan. Untuk berkelimpahan, Anda tidak perlu membuat orang lain kelaparan. Secara faktual, mindset tersebut ada pada banyak orang yang membuat orang tidak bisa bahagia di sini. Bahkan, surga yang di sana dikhayal-khayalkan dan malah diperebutkan. Silakan dihayati.
Merasa damai, berasumsi diri damai berbeda dengan Anda yang betul-betul ada dalam kedamaian yang sesungguhnya. Merasa hidup baik-baik saja itu berbeda dengan Anda yang betul-betul ada dalam hidup surgawi. Ada di antara Anda yang bisa merasa baik-baik saja dan aman-aman saja. Padahal hal itu belum tentu hidup surgawi karena hidup yang seperti itu tidak diiringi dengan jiwa yang bertumbuh.
Dompet Anda tidak pernah berkurang jumlahnya, malah terus menumpuk isinya. Itu bukan pertanda baik-baik saja. Anda tidak pernah patah hati, tetapi kalau jeratan dark force dalam diri Anda itu tidak berkurang, maka itu bukan baik-baik saja. Hidup yang tanpa masalah itu bukan pembuktian yang absolut bahwa Anda tidak punya akar duka/masalah secara spiritual. Jika ada jiwa yang belum dimurnikan tapi merasa baik-baik saja, maka dia sedang menunggu ngunduh wohing pakarti. Di masa lalu dia ada karma baik sehingga menunggu masa itu selesai. Jika sudah selesai dipetik buah manisnya, maka selanjutnya dia memetik buah pahitnya. Kita harus berani jujur melihat fakta/realita diri sendiri. Ini tidak bisa hanya dilihat secara empirik dengan mata lahiriah.
Hidup surgawi itu berporos pada kondisi jiwa yang murni. Yakni, saat Anda bebas dari watak angkara murka dan luka batin. Luka batin itu meliputi trauma karena bertengkar dengan pasangan, trauma karena masa kecil dibuli, trauma karena tidak diperlakukan adil oleh orang tua, sakit hati karena merasa dikhianati orang dekat. Jika Anda belum beres dengan masalah itu, Anda tidak akan pernah menemukan kehidupan surgawi. Watak angkara meliputi obsesi, serakah, licik, iri. Selama Anda memiliki watak tersebut, Anda tidak akan menemukan surga yang nyata, berapa pun jumlah uang dalam rekening Anda.
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Kajian Surabaya, 17 September 2021
Reaksi Anda: