Berbagai tradisi/ajaran spiritual kuna mengungkapkan tentang tujuan tertinggi dari pembelajaran spiritual dalam banyak terminologi bahasa. Dalam khazanah spiritual Nusantara, tujuan dari belajar spiritual adalah mencapai tataran Sangkan Paraning Dumadi, betul-betul kembali kepada asal mula yang sekaligus merupakan tujuan tertinggi dari setiap keberadaan/jiwa. Lewat ajaran spiritual, seseorang betul-betul kembali kepada esensinya, sebagai cahaya yang paling murni sekaligus sebagai energi/kesadaran yang paling murni.
Istilah lain tentang tujuan spiritualitas adalah membuat kita betul-betul sampai ke tataran Jumbuh Kawula lan Gusti, betul-betul kita ada dalam kesatuan antara kita sebagai kawula (aku) dengan Gusti sebagai Sumber Keberadaan. Artinya, keakuan kita luruh sehingga dalam keseharian kita segenap gerak pikir, kata-kata, dan tindakan, sepenuhnya hanya mencerminkan apa yang menjadi kehendak dan tuntunan Agung dari Gusti. Dan, Jumbuh Kawula Gusti ini pasti berkorelasi dengan pencapaian kebahagiaan yang paripurna.
Dalam tradisi yang berbeda, tujuan belajar spiritual adalah mencapai kesadaran Kristus, mencapai tataran Kebuddhaan. Apa pun bahasanya, sebetulnya menuju kepada realitas yang sama, Sang Jiwa menuju pembelajaran spiritual untuk menjadi sempurna paripurna.
Hal ini perlu saya sampaikan kepada teman-teman semua bahwa tujuan-tujuan ini bukan hanya untuk diungkapkan secara gamblang karena hanya diomongkan kembali itu tidak susah. Tujuan spiritual yang sesungguhnya tidak akan pernah tercapai kalau Anda tidak menyelesaikan kelas dasarnya. Jadi, yang harus dibereskan agar tujuan yang Agung ini bisa tercapai adalah pondasinya. Apa pondasinya? Tentu saja sesuatu yang sudah bolak-balik kita bicarakan. Yakni, beres dari luka jiwa, bisa membereskan diri dari watak angkara, betul-betul bisa menjernihkan diri dari segala ilusi, membakar segala jejak dosa, dan membebaskan diri dari jeratan kuasa kegelapan.
Saya harus memberikan informasi pada Anda semua mengenai bebas dari jeratan kuasa kegelapan. Hal ini menjadi paling urgen dan semakin mendesak untuk kita atasi. Secara faktual, semakin ke sini tantangannya semakin berat. Dan, semakin banyak yang kesambet. Intensitas orang kesambetnya makin tinggi dengan segala macam pola/bentuk ekspresi. Dan, yang paling repot adalah ketika teman-teman kesambetnya di satu lapisan tubuh yang disebut dengan lapisan tubuh Spirit. Yakni, Si Jeratan Kuasa Kegelapan ini mengejawantah sebagai tuntunan di dalam diri. Si Makhluk menyamar menjadi Hingsun/Guru Sejati. Dan, dia bisa memanipulasi sensasi, termasuk memanipulasi emosi. Orang yang tidak paham akan merasa bahwa dia tertuntun oleh Gusti, padahal dituntun oleh demit yang ada di dalam dirinya.
Tidak ada orang tercerahkan kalau masih ada jeratan kuasa kegelapan dalam dirinya. Maka, semua orang harus waspada betul, jangan sampai kita malah rumongso (merasa) sudah maju, padahal belum. Pastikan kita betul-betul murni karena hanya dengan kemurnian ini bisa terjadi transformasi. Kalau transformasi tuntas, kemudian Anda merealisasikan kualitas Ilahi. Kalau realisasinya betul-betul tuntas atas dasar kemurnian jiwa dan transformasi, maka Anda akan mencapai tataran Sangkan Paraning Dumadi, Kristus, Kebuddhaan, dan seterusnya. Tanpa proses tersebut tidak akan pernah terjadi pencerahan. Anda mengerti konsepnya itu bukan berarti Anda kemudian tercerahkan. Tidak ada cerita seperti itu. Jadi, ini betul-betul harus mengejawantah di dalam transformasi jiwa.
Saya mengajak Anda semua agar belajarnya semakin sungguh-sungguh. Jangan sia-siakan momentum/kesempatan yang ada ini. Karena, menemukan bimbingan sampai ke titik tertinggi itu tidak tersedia di sepanjang jalan. Jadi, silakan betul-betul diresapi sampai Anda mencapai versi terbaik dari diri Anda sendiri.
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Kajian Jakarta, 2 Oktober 2021
Reaksi Anda: