Bagaimana jika di-compare antara menikmati nafas dan kopi karena saya sudah bisa merasakan nikmat sekali menjalankan teknik itu?
Jawaban SHD
Di sana ada dua hal, yakni (1) Anda tahu tekniknya, tahu caranya dan (2) Anda menghayati proses demi proses. Sama dengan meditasi juga, Anda tahu tekniknya kemudian dijalani penuh dengan penghayatan, proses demi proses.
Proses meditasi itu, di antaranya,
- Kalau meditasi formal, pastikan badan Anda nyaman, rileks. Kalau susah duduk, silakan bersandar. Pokoknya pilih yang paling nyaman.
- Bawa pikiran ini untuk memperhatikan nafas. Cuma begitu, betul betul rasakan saat kita menarik nafas dari hidung masuk ke dalam dada, dihembuskan kembali. Ketika kita tidak memikirkan yang lain, hanya itu, kita pasti bisa menikmati.
Misalnya, Anda bikin kopi, sambil minum kopi mikirin yang lain, bisa nggak menikmati? Nggak bisa, ‘kan. Ya, sama saja, meditasi juga. Kalau prosedurnya dijalankan, pasti hasilnya pasti oke.
Ada yang bilang, “Tapi, ‘kan saya bisa diserang DF”. Misalnya, lagi duduk tiba-tiba muncul “tuing” sakit. Kalau pun itu terjadi yaitu diatasi di dalam keheningan juga. Jadi ketika Anda hening, Anda merasakan kasih Gusti yang nyata, merasakan kuasa Gusti, diniatkan, “Gusti biarlah rasa sakit ini akibat serangan DF (Dark Force) itu bisa diselaraskan, bisa disembuhkan dengan kuasa dan kasihMu”, terus pasrah.
Pasrah itu artinya apa? Ketika bekerja kekuatan itu dan masih ada rasa sakit, ya sudah, diterima. Analoginya, kalau Anda punya luka fisik, msalnya terkena paku. Bisa nggak Anda ngoyo (memaksa)? “Cepet sembuh, cepat sembuh” ‘kan nggak bisa. Yang Anda lakukan itu hanya dibersihkan, dikasih betadine, rasa perihnya dirasakan, ya sudah, diterima. Ya sudah, lama-lama juga berhenti rasa sakitnya. Kayak begitu, loh.
Jadi, kalau Anda kena apa-apa itu nggak usah heboh. Orang jatuh, ya diobati. Ini diobatinya dengan kasih murni. Sambil menunggu sembuh, ya sabar, nggak bisa ujug-ujug (tiba-tiba sembuh). Bahkan, kalau Anda minta bantuan saya, saya juga nggak bisa ujug-ujug juga, langsung sulap sembuh, nggak bisa. Karena semua orang harus belajar termasuk mengatasi rasa sakit itu dan bisa menerima itu sampai rasa sakit itu bisa hilang sendiri. Sama juga, begitu sakit hati ‘kan di awal-awal, nanti lama-lama ‘kan hilang juga. Ya sudah, begitu saja dibuat repot.
Wedaran oleh Setyo Hajar Dewantoro
Kajian Jakarta, 17 Oktober 2021
Reaksi Anda: