1. MEREKA GAK AKAN MENGAKU DIRINYA AVATAR/TERCERAHKAN/SUCI
Yang seperti ini adalah perkataan dari bukan Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci dan tak mengerti sama sekali tentang praktik hidup Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci. Seseorang yang telah mencapai tataran tercerahkan, telah murni jiwanya, apalagi memang seorang Avatar, pasti akan lugas bicara tentang pencapaiannya, peran agungnya, termasuk mengurai proses menuju level kesadaran tinggi berdasar pengalaman otentiknya. Dia tak akan basa basi dan berbelit-belit untuk mencitrakan diri sebagai manusia santun dan rendah hati. Dia pasti tampil apa adanya, terbuka sepenuhnya, untuk memberi inspirasi dan keteladan kepada manusia tentang keberhasilan spiritual. Mengakui sesuatu sesuai kenyataannya, menyatakan sesuatu sebagaimana adanya, adalah bagian dari kebenaran sejati. Yang sok rendah hati dan hanya mengungkapkan cerita orang lain, justru tak lebih dari para pendongeng yang tak mengerti apa-apa soal pencerahan spiritual karena memang tak mengalaminya. Sekali lagi, para orang tercerahkan yang bertugas menjadi suluh kesadaran pasti bercerita tentang pengalaman otentiknya, tentang apa yang dia raih, temukan dan saksikan, secara jujur dan spontan tanpa motif terselubung.
2. MEREKA AKAN DIAM TAK AKAN BANYAK CERITA PENGALAMAN SPIRITUALNYA
Perkataaan seperti ini juga omong kosong dari para penghayal dan filosof amatir. Kata-kata adalah media penyadaran dan pencerahan. Maka siapapun yang tercerahkan/berkesadaran tinggi harus berkata-kata, atau menulis, untuk membuka pikiran dan hati banyak orang, untuk menuntun banyak orang, agar mereka juga mengalami pencerahan dan mencapai kesadaran tinggi. Satu kata, yang menjadi poros adalah keotentikan. Semua yang disampaikan tak boleh sekadar katanya, harus didasarkan pengalaman nyata dari diri sendiri. Jika orang tercerahkan apalagi Avatar diam, berarti dia berkhianat pada perannya, dan itulah kejahatan yang nyata, karena membiarkan panggung dunia diisi orang-orang tolol sok pintar yang malah menyesatkan manusia. Dan itu tak akan terjadi: orang tercerahkan, para Avatar, pasti setia pada perannya, pasti konsisten menyampaikan ajaran kebenaran sejati.
3. MEREKA GAK MAINAN SOSMED
Kalau Yesus dan Sri Krisna, atau Zaratustra, hidup di abad 21 dimana ada platfotm sosmed, mereka sudah pasti akan gunakan untuk menyampaikan ajaran Tuhan. Mereka tidak akan memilih hanya berkhutbah dari atas bukit di depan kumpulan orang-orang yang ingin tahu. Semua media pasti dipergunakan agar pesan dan ajaran menyebar, agar tujuan penyadaran tercapai secara efektif dan efisien. Sama saja, para Avatar/Orang Suci/Orang Tercerahkan di masa kini juga tak akan bertahan naik kuda kemana-mana; mereka pasti hidup sesuai perkembangan teknologi terkini. Yang tidak mungkin dilakukan seorang Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci adalah menjadikan sosmed sebagai wahana menggosip, menyebar fitnah, atas dasar kebencian.
4. MEREKA GAK AKAN ADA DI TEMPAT-TEMPAT YANG “KOTOR”
Anda salah paham akut jika menganggap orang tercerahkan/orang suci/Avatar hanya akan berada di tempat-tempat “suci”. Mereka justru akan berada dimanapun yang memang harus dikunjungi, dalam konteks kesetiaan penuh pada Tugas dari Gusti/Tuhan. Tak peduli itu adalah tempat-tempat yang dianggap duniawi: kafe, mall, bahkan tempat dugem. Dimanapun berada, mereka selalu hening dan bekerja menyelaraskan segala sesuatunya dengan energi kasih murni. Nyatanya, keberadaan Tuhan, kuasa dan kasih murniNya, meliputi seluruh matriks ruang dan waktu. Keheningan bisa dilakukan di kuil yang sunyi, di kamar mandi, maupun di tempat yang hingar bingar dengan musik berdebum-debum.
5. PENAMPILANNYA HARUS BEDA DENGAN ORANG KEBANYAKAN
Inilah ilusi yang nyata. Jangan bayangkan Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci di abad 21 punya penampilan seperti Yesus, Sri Krisna dan Zaratustra di jamannya. Mereka akan tampil biasa saja sesuai mode yang umum. Dimungkinkan juga mereka tampil stylish dan fashonable, sesuai tuntunan Gusti. Gak harus mereka pakai jubah yang dianggap sebagai simbol kesucian. Karena busana memang tak bisa memastikan kemurnian jiwa. Kemurnian jiwa itu soal kualitas persepsi, keterbebasan dari luka batin dan angkara, juga soal kejernihan karma dan ketidakterjeratan dari dark force. Itu tak ada hubungannya dengan busana. Jangan juga bayangkan sosok Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci mesti sudah tua, kalau lelaki harus berjanggut panjang dan berewokan. Tidak begitu, ada juga yang memang relatif masih muda dan memilih tampil imut-imut. Banyak juga yang berpikiran, Avatar/Manusia Tercerahkan/Orang Suci hanya ada di masa lalu, tak mungkin ada di jaman modern. Itu pikiran ilusif. Kapanpun, dimanapun, selalu dimungkinkan muncul Avatar/Manusia Tercerahkan/Orang Suci untuk mencegah peradaban manusia karam.
6. GAK BAKAL MEMBUAT KONTROVERSI/KEHEBOHAN
Setiap Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci pastilah menjalankan peran membongkar ilusi yang sudah kadung melembaga dan mengakar, atas nama adat, tradisi moralitas maupun agama. Mereka berhadapan dengan keengganan orang-orang untuk berubah karena kadung nyaman dengan ilusi itu Tentu saja akan ada pergolakan dan kehebohan sampai batas tertentu. Tidak ada manusia tercerahkan atau Avatar yang begitu saja mendapat trust dari banyak orang, tanpa pertentangan maupun hinaan. Banyak manusia lebih suka memuliakan orang yang sudah mati, menghebat-hebatkan orang yang sudah meninggal, karena bisa dikonstruksi citranya sesuai kepentingan egoistik dan ilusi yang disukai. Tetapi untuk menerima Avatar/Manusia Tercerahkan yang masih hidup itu tidak gampang, karena harus disiap dinilai, dihakimi, dijitak egonya, harus berdarah-darah membereskan sisi gelap. Beda dengan praktik pemujaan terhadap orang yang sudah meninggal; semua bisa dikemas sesuai hasrat egoistik. Sebagian juga berpikir, “Kenapa bukan guwe Avatarnya?”, ” Guwe juga tercerahkan kok”. Jadi, kontroversi niscaya muncul karena banyak orang susah rendah hati, tidak jujur pada diri sendiri, dan melekat pada ilusi dalam segala bentuknya.
7. TIDAK PERNAH BERKATA KASAR
Banyak orang mengira, Avatar/Orang Tercerahkan/Orang Suci, selalu berkara lembut, manis, senangnya memuji. Salah besar. Kasih murni itu bisa termanifestasikan dalam sikap lembut maupun tegas/keras sesuai kebutuhan. Makanya ada kesetimbangan yin yang pada para Avatar/Manusia Tercerahkan/Orang Suci. Mereka bisa berkata yang meneduhkan, bisa juga sangat tajam memedihkan ego yang mendengar. Mereka bisa menyabdakan hal yang baik-baik dalam pandangan banyak orang, bisa juga mengutukkan peleburan. Semua sesuai kebutuhan dan tak diperlukan sama sekali pencitraan demi dukungan banyak orang.
Jelas?
Atau ada yang tidak logis?
Reaksi Anda: