Apa yang dimaksud dengan ego?
Ego adalah kesadaran tentang identitas diri kita sendiri sebagai satu pribadi yang unik, berbeda dari yang lainnya. Saat kita mempunyai sikap mementingkan diri kita sendiri, mau enaknya sendiri, mau menang sendiri, dan tidak mengikuti tuntunan dari Diri Sejati, itulah yang disebut sebagai egoistik.
Bisakah kita menjalankan laku spiritual tanpa mempunyai tujuan?
Tentu saja tidak mungkin. Pada hakikatnya jiwa kita merindukan kemurnian jiwa, menginginkan kebahagiaan sejati, lepas dari lingkaran penderitaan (roda samsara). Ini bukanlah hal yang egoistik karena murni dari hasrat Sang Jiwa.
Saat Anda belajar spiritual dengan tujuan mendapatkan kesaktian, “Dengan kesaktian, saya bisa menakhlukkan orang lain,” inilah yang dinamakan egoistik. Anda pasti akan kejeblos.
Belajar spiritual harus dengan tujuan yang benar. Ikuti panggilan yang paling murni dari setiap jiwa, ego Anda akan luruh, Anda akan setia pada Diri Sejati, dan pada masanya jiwa-raga semakin dimurnikan. Yang pasti teruslah belajar keheningan, terus kenali tuntunan dari Diri Sejati, secara bertahap Anda akan hidup di dalam keselarasan, tidak hidup secara egoistik.
Apakah saya (Setyo) masih punya ego?
Saya jelas punya keinginan sebagai seorang Setyo Hajar Dewantoro (SHD) yang punya badan fisik. Kadang saya ingin makan bakso, minum teh manis, es krim, atau apa pun. Tetapi, ketika kita sudah belajar keheningan, menyadari kebenaran sejati, keinginan itu hanya akan kita penuhi hanya jika selaras dengan kehendak Gusti, mendapatkan lampu hijau dari Gusti.
Misalnya, saya ingin minum teh manis, tapi Gusti memberikan peringatan, “Jangan, sudah terlalu banyak, badan sudah nggak bisa menerima.” Maka, ikuti – jangan dilakukan.
Contoh lain dari tindakan egoistik yang ilusif adalah saat badan Anda butuh makanan yang mengandung protein tinggi, seperti daging. Namun, Anda berpikir bahwa makan daging adalah tindakan jahat sehingga tidak mau makan daging. Atau kebiasaan makan bakso dengan MSG takaran tinggi, yang sebenarnya badan Anda sudah menolaknya. Tapi, Anda memaksa makan bakso dengan alasan kadung kepengen (terlanjur ingin sekali). Itulah tindakan egoistik.
Tetapi, saat ada satu kesenangan badani yang memang Anda inginkan dan Gusti memperbolehkan, ya silahkan, tentunya dengan takaran yang sepatutnya. Jadi, ego bukanlah hal yang kemudian hilang, tidak ada sama sekali.
Yang harus dilampaui adalah sikap egoistik, hanya mementingkan diri sendiri, mengikuti maunya aku ego, mengabaikan tuntunan dari Diri Sejati.
Setyo Hajar Dewantoro
Disarikan dari Webinar Formula Jitu untuk Tercerahkan dan Berkelimpahan Finansial
5 September 2021
Reaksi Anda: