Menjadi manusia memang bukan perkara mudah. Jiwa yang telah terbungkus raga, membuat kesadaran ragawi mengambil alih. Menjadi tak terelakkan, suara jiwa jadi sangat tersembunyi. Yang muncul ke permukaan adalah pikiran dengan ego yang mendominasi; bahkan akal sehat/kebijaksanaan menjadi terkunci karena hasrat egoistik dan ilusi yang menyertainya tak sudi dinomorduakan.
Saya pernah ada di masa-masa gelap dan kelam sebagai manusia: benar-benar menderita karena ketidakmampuan mengelola hasrat egoistik, karena kesalahan dalam mengambil keputusan. Saya ingat betul, masa di mana saya sangat jauh dari rancangan agung/Rencana Ilahi. Hidup saat itu, benar-benar antitesa dari hidup surgawi yang sekarang saya alami.
Jika ada di antara Anda yang punya luka batin parah, maka saya juga pernah mengalaminya. Di antaranya, SHD kecil yang cakep, pernah dilecehkan secara seksual, oleh Guru Agama berjenis kelamin laki-laki, di SD di Bali. Itu menorehkan trauma dan amarah yang dalam, saya benar-benar ingin membunuh manusia durjana itu. Perlahan trauma menghilang, tepatnya terlupakan, karena di masa remaja dan dewasa awal, saya berjumpa dengan orang-orang dewasa yang punya kebajikan hati. Tapi ini baru bisa dituntaskan setuntas-tuntasnya setelah puluhan tahun: baru di tahun 2019, saya bisa mengenang kejadian buruk di masa kecil itu dan mengingat pelakunya dengan tenang, netral, tanpa gejolak emosi apa pun.
Tentu ada banyak peristiwa lain yang membuat luka batin demikian tebal: konflik dengan pasangan, dipecat semena-mena oleh atasan, dan lainnya. Termasuk saya pernah alami: saya ditipu dan diperalat oleh seseorang yang sangat fasih bicara spiritual, yang kalau mau makan berdoanya lama sekali. Dan itu berkenaan dengan harta Bung Karno: saya tidak mungkin ketipu, kalau dia dan sindikatnya tidak keren dengan “bukti-bukti yang menyilaukan”. Salah satu anggota sindikat ini sangat perlente, jam tangan dan cincin berliannya wow, banyak berfoto dengan para pejabat tinggi di masa itu, punya website yang dibuat dengan sangat serius, ada dokumen-dokumen perjanjian, akta perusahaan, dan lainnya. Saya yang obsesif, baru sadar setelah beberapa bulan; ada beberapa teman saya yang jadi korban, gara-gara saya ajak. Padahal, beberapa bulan sebelumnya, saya baru lolos dari jeratan Guru Spiritual saya, yang mengimingi kesempurnaan jiwa dan keberlimpahan, lewat laku spiritual yang terbilang berat, berbasis di kaki Gunung Lawu.
Luka batin juga pernah muncul dari peristiwa penghianatan yang melibatkan orang-orang yang saya perlakukan dengan hormat, dengan kasih sayang, saya percayai penuh. Saya juga pernah difitnah macam-macam oleh orang yang pernah menjadi Guru Spiritual saya: korupsi uang puluhan juta, menelantarkan keluarga karena sibuk bersenang-senang, dan fitnah lain yang membuat saya takjub. Jadi, saya punya alasan kuat untuk tak percaya lagi pada siapa pun, termasuk tidak percaya pada jalan spiritual dan Guru Spiritual.
Tapi saya memilih untuk selalu bersikap adil, tidak hanyut dalam trauma dan prasangka. Saya tahu apa yang harus saya capai, saya tak akan menyerah, tak akan takut untuk ambil resiko.
Dulu, saya jelas punya watak angkara yang membawa masalah pada hidup saya. Yang paling menonjol adalah watak obsesif, ambisius dan tentu saja kompetitif. Lainnya: saya sering lemah, tidak tegas ketika ada dilema moral dalam bisnis dan pekerjaan, dan gampang tersinggung. Tapi ada yang menjadi watak saya sejak jaman dulu, saya ini selalu tulus, totalitas, tak pernah punya niat jahat dan manipulatif pada siapa pun, dan selalu tergerak membantu mereka yang hidup susah.
Sisi gelap lain yang pernah ada dan membuat hidup saya sangat tidak surgawi, tentu saja adalah ilusi yang tebal atas nama apa pun, jejak dosa yang bertumpuk-tumpuk karena ngawur dan tak mengerti kebenaran, juga jeratan demit/dark force yang sangat kuat karena laku spiritual yang keliru.
Dari kegelapan dan kekelaman yang mengerikan, saya bangkit dan menang. Tahun 2016, saya tak lagi punya Guru Spiritual, sekali pun ada beberapa sahabat senior yang jadi teman diskusi. 2016-2018, menjadi tahun penuh liku dengan batas antara hidup dan mati yang tipis. Dunia spiritual ini sungguhlah hutan belantara yang penuh jebakan dan binatang buas. Keculunan saya di fase ini, benar-benar nyaris mencelakakan. Tapi selalu ada keajaiban yang menyelamatkan.
Saya renungkan semuanya, yang bisa mendatangkan keajaiban yang menyelamatkan semuanya adalah: ketulusan, totalitas dalam perjuangan menemukan kebenaran, karma baik karena banyak menolong orang, dan kepasrahan untuk menerima apa pun yang harus terjadi.
Para pembaca yang saya kasihi, perjuangan menemukan kebenaran sejati dengan segala liku-likunya berbuah manis di 2019. Sejak saat itu, saya menapaki tangga-tangga Pencerahan: Shanaya, Shambala, Shangrila, Shalala. Saat ini, hidup saya sangatlah surgawi. Karya kebajikan saya sangat banyak dan di berbagai bidang, sembari saya makin terbimbing di setiap langkah oleh Gusti Yang Maha Agung, sehingga tak ada lagi kengawuran sedikit pun.
Kini saya menjalani peran sebagai Guru Spiritual lewat wadah Persaudaraan Matahari. Sudah banyak orang yang bertransformasi, bahkan turut menjadi manusia tercerahkan. Saya berupaya dengan totalitas, memastikan dunia spiritual ini menjadi aman bagi para pejalan dan pembelajar yang bergabung di Persaudaraan Matahari. Maka, saya bisa sangat tegas dan terkesan galak untuk melindungi Anda. Maka yang sudah berbulan-bulan belajar, tetap tidak punya trust pada saya dan berpikir saya akan menipu dan memanipulasi, dipersilakan keluar. Saya tidak butuh Anda.
Saya bukan hanya tercerahkan. Tapi juga punya pengalaman yang lengkap. Yang membuat saya secara manusiawi pun mengerti, bagaimana kehidupan ini bekerja. Putih hitamnya hidup, terang dan gelapnya hidup, pernah saya selami. Saya belum bisa menuliskan semua pengalaman saya, karena pasti banyak yang belum siap dan bisa pingsan. Yang penasaran, bisa bincang-bincang syahdu di retreat atau di tempat ngopi.
Setyo Hajar Dewantoro
22 November 2023
Reaksi Anda: