Skip to main content
Pijar Kesadaran

MANUSIA SEUTUHNYA

5 November 2024 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Hal sederhana tentang manusia yang belum dimengerti banyak orang: Inilah bagian-bagian atau lapisan eksistensi yang keseluruhannya membentuk realitas manusia. 

Tubuh Fisik
Keberadaan yang merepresentasikan dunia atomic, tersusun dari milyaran sel – tapi bermula dari zygote bersel tunggal, yang menjadi wadah/kendaraan bagi Sang Jiwa. Padanan katanya: raga, body, jasad. 

Nyawa
Bio-energi atau bio-listrik yang menghidupi tubuh fisik, bersumber dari 4 elemen kosmik: api, air, tanah, dan udara; secara konkret bio-energi ini muncul dari makanan, minuman, sinar matahari, dan udara yang dihirup. Padanan katanya: Prana, Chi, di kamus bahasa Inggris umumnya diterjemahkan sebagai Life. Kalau Anda menggunakan Google Translate untuk Bahasa Arab, terjemahan dari kata nyawa adalah Haya. Tapi kata yang sering dipadankan dengan nyawa sebagai energi yang menghidupi jasad adalah Ruh. Hanya saja orang menjadi bingung karena kata ruh sering kali juga diterjemahkan sebagai jiwa dan elemen Ilahiah pada manusia (Holy Spirit). Dalam bahasa Arab juga kata nyawa ini sering dikaitkan dengan kata Nafas dan Nufus

Pikiran
Fungsi dari otak, yang membuat manusia bisa mengetahui dan menyadari berbagai realitas, sekaligus mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan tantangan/masalah kehidupan. Padanan yang sering dipakai untuk kata pikiran adalah: mind, rasio, akal. 

Perasaan
Sisi lain dari fungsi pikiran; sepadan dengan kata emosi yang mencerminkan fenomena hormonal yang berbeda-beda akibat persepsi yang dinamis. 

Tubuh Halus alias Subtle Body
Realitas energi/keberadaan fisik yang membungkus jiwa dan merekam segala pikiran, perasaan, dan karma dari manusia di seluruh perjalanan hidupnya. Lebih terperinci tubuh halus bisa dikategorikan sebagai tubuh astral, tubuh eterik, dan tubuh cahaya. Tubuh halus ini yang membuat jiwa punya bentuk dan punya visual holografis. 

Jiwa
Entitas atau realitas non fisikal yang telah ada sebelum tubuh ada, dan tetap ada setelah kematian dan tubuh terurai ke asalnya. Sepadan dengan kata Soul, Sukma, dicari dalam padanannya dalam bahasa Arab, orang sering menggunakan kata Nafs dan Ruh. Tapi memang jadi membingungkan saat kata ruh dimaknai juga sebagai Nyawa dan Holy Spirit; sementara kata Nafs sering dipahami sebagai “Diri”. Jiwa inilah yang mengalami evolusi jiwa dan bisa berinkarnasi/reinkarnasi, jiwa yang mengalami surga nerakanya kehidupan, bisa bertumbuh menjadi sempurna atau malah terdegradasi. Jiwa inilah yang punya free will dan terikat hukum karma. 

Ego
Identitas diri, fungsi dari pikiran yang membentuk kesadaran bahwa setiap manusia berbeda dengan manusia lainnya. Ego ini dibentuk dari pengkondisian lewat pendidikan, tradisi, yang membuat munculnya “preferensi, selera, keinginan”.

Nafsu
Daya dorong atau hasrat natural dari tubuh seperti lapar yang bikin ingin makan, haus yang bikin ingin minum, termasuk juga hasrat sex. Orang sering menganggap nafsu selalu jelek karena dipadankan dengan ego, padahal pada praktiknya nafsu ini ya natural saja; justru berguna untuk memelihara tubuh, nafsu hanya perlu dikelola bukan dimatikan; nafsu hanya jadi destruktif jika ditunggangi ego. 

Hingsun/Diri Sejati
Esensi Ilahi yang tak pernah berpisah dari Jiwa; yang menjadi sumber kasih murni, energi bahagia sejati, dan tuntunan agung di dalam diri. Sepadan dengan kata Sukma Sejati, Sang Hyang Atman, Holy Spirit atau Ruh (Ruh al Quds, Ruh al Azzam, dll). Ruh dalam pengertian ini bukan ditiupkan kepada badan; tapi pahamilah dalam konteks hierarki eksistensi yang terbentuk lewat proses manifestasi, pengejawantahan, tajalli; realitas diri sejati adalah keberadaan/energi/kesadaran perdana yang kualitasnya merepresentasikan seutuhnya kualitas dari Sang Sumber Hidup/Tuhan. 

Diri Sejati adalah Tuhan yang mempribadi, Gusti di relung hati, yang tak pernah mengalami dinamika dualitas susah senang, Ia sudah sempurna sejak semula dan menjadi esensi dari semua jiwa: pada manusia Dia menjadi esensi, demikian juga pada Kecoa, Iblis, dan Malaikat – maka disebut juga sebagai Benih Keilahian pada setiap diri. 

Tentu saja saat manusia mati, Holy Spirit alias Diri Sejati ini gak akan kembali kepada Tuhan. Kenapa? Pakai akal Anda: 1. Tuhan itu tanpa batas tak pernah berpisah dengan apa pun, tak ada yang pernah terpisah denganNya sehingga harus kembali kepadaNya; 2. Segala yang ada bahkan Jiwa juga dengan segala dinamika dan panggung kehidupannya, yang bersumber dariNya tak pernah berpisah dengan Dia sebagai Sang Sumber Hidup, apalagi ini kita bicara tentang realitas Diri Sejati/Holy Spirit/Roh Suci yang sejatinya adalah Dia atau Tuhan itu sendiri yang menyampaikan Firman/Sabda Suci/Tuntunan Keselamatan. 

Nah, yang harus dipahami, SPIRITUALITAS adalah jalan untuk MEMURNIKAN JIWA, MENYEMPURNAKAN JIWA, DAN MEMELIHARA RAGA, atau MEMBIMBING MANUSIA MENGALAMI HIDUP SURGAWI SEJAK HIDUP DI BUMI DENGAN BADAN FISIKNYA. 

Berhenti menghayalkan surga sebagai tempat tinggal Tuhan, karena Tuhan adalah keberadaan tanpa batas yang meliputi surga dan neraka. Stop juga berkhayal bahwa mati adalah momen manusia/jiwa kembali kepada Tuhan karena nyatanya tidak pernah ada perpisahan denganNya. Jangan ngayal juga bahwa kelak jiwa akan berpisah dengan Roh Kudusnya; karena jelas Roh Kudus adalah esensi yang selalu bersama jiwa; entah jiwa pindah ke dimensi atas atau dimensi rendah.

 

Setyo Hajar Dewantoro
5 November 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda