Ajaran spiritual yang saya praktikkan dan ajarkan, dilabeli sebagai SPIRITUALITAS MURNI dan dikembangkan lewat Persaudaraan Matahari, memang tak banyak peminatnya. Lebih tepatnya, tak banyak yang siap dan sanggup melakoninya.
Ini sebenarnya adalah jalan sunyi, tidak banyak temannya, jika diperbandingkan dengan populasi manusia di Indonesia dan dunia. Menekuni jalan ini punya resiko besar: oleh kaum relijius dianggap sesat karena tak sesuai kitab suci, bagi pemeluk “spiritualitas lokal” juga dianggap salah karena tak selaras dengan pakem dan paugeran yang telah dilembagakan sebagai adat dan tradisi.
Lebih dari itu, pembawaan saya juga bisa dikategorikan spiritual: sementara banyak orang yang mengajarkan spiritual tidak mau mengaku sebagai guru spiritual, saya malah proklamasi “saya guru spiritual keren”. Saat orang lain tidak berani bilang dirinya tercerahkan – karena memang tidak tercerahkan – saya dengan lugas bilang, “Saya telah tercerahkan.” Saat banyak orang berpegang pada ilusi semacam “tak boleh menilai, tak boleh marah, dan sebagainya” – yang sebenarnya pada praktiknya mereka langgar sendiri, saya justru mengajarkan, “nilailah semuanya dengan adil dan akurat”, serta “marahlah jika memang dibutuhkan dengan kesadaran penuh”.
Saat banyak sesepuh berpegang pada norma dan moralitas, lalu mengatur sikapnya agar terkesan sepuh dan beradab, saya memilih apa adanya, bahkan seringkali, ” SUKA SUKA GUA”, “Nggak suka ya menjauh jangan dekat-dekat”.
Pilihan sikap saya terlalu absurd bagi kumpulan orang yang suka pura-pura dan senang kemunafikan.
Tapi saya jelas sadar, memang diri saya maupun Persaudaraan Matahari terlalu berharga untuk direcehkan dan dikemas mengikuti selera pasar. Tidak bisa saya mengemas diri agar banyak orang senang tapi saya dan Persaudaraan Matahari tidak menjadi versi terbaik.
Dalam bahasa marketing, saya dan Persaudaraan Matahari, segmen pasarnya memang ceruk yang kecil, niche marketing: hanya orang yang siap dibombardir egonya, yang belajar spiritual dengan tujuan terluhur, dan siap pula melepas apa yang harus dilepas, siap dianggap gila oleh yang memang sulit mengerti apa itu kebenaran sejati.
Saya memang guru yang mahal. Jika dianalogikan dengan mobil, saya ini luxury car. Hanya yang mau memberikan hatinya yang bisa jadi murid saya.
Tidak masalah saya punya murid sedikit tapi keren, daripada banyak tapi pada tukang menkhayal tidak mau berproses membereskan sisi gelapnya.
Setyo Hajar Dewantoro, 19 Juni 2023
Reaksi Anda: