Skip to main content
Pijar Kesadaran

STILLNESS

19 October 2025 Ay Pieta No Comments
Stillness - Persaudaraan Matahari Sekolah Kehidupan

Siapa yang tak kenal dengan kata cantik ini, stillness. Kata yang menggambarkan ketenangan, anteng, kalem, dan damai yang tidak tergoyahkan. Kata ini biasanya disertai ilustrasi visual posisi meditasi yang sempurna, duduk sila memejamkan mata. Atau dengan gambar air danau yang tampak tenang di permukaan tenang. Sebagai simbol global bagi hidup yang mindful dan bisa diterjemahkan dalam berbagai bentuk implementasi di lapangan. 

Setelah belajar meditasi/hening di ‘Sekolah Kehidupan Persaudaraan Matahari, saya diajarkan untuk memaknai simbol global tersebut dengan lebih utuh dan bermakna mendalam. ‘Seni Hidup Berkesadaran Setyo Hajar Dewantoro, memang selalu mengajarkan untuk menghayati sebuah objek dengan lebih utuh dan pasti menemukan pengertian yang lebih mendalam ketimbang yang pernah dipahami sebelumnya. Ilustrasi stillness ternyata bisa diselami jauh melebihi penampakan di permukaannya saja. Menemukan jalur eksplorasi yang dimulai dari dalam, yaitu dengan menemukan apa yang ada di dalam kepala, pikiran, dan kesadaran. Dengan mengelola apa yang ada di dalam, maka akan berdampak ke seluruh variabel yang menggerakkan hidup sebagai manusia, seperti mindset, mental model, kecerdasan emosi, kepribadian, perilaku, karakter, dan seterusnya.

Dalam ‘Seni Hidup Berkesadaran Setyo Hajar Dewantoro’, stillness tentang isi kepala, isi pikiran, dan kualitas kesadaran yang harmoni, penuh keseimbangan, yang ajeg, anteng, tenang, kalem, dan damai. 

Pengertian stillness ternyata bukan hanya menjadi tampak tenang dan anteng seperti atau posisi meditasi sempurna. Bukan menjadi terlihat diam, ajeg, anteng, tenang, kalem, tapi hanya berupa posisi dan ekspresi di permukaan. Diam dan anteng di permukaan tidak menjamin anteng, tenang dan kalem di dalam, karena di dalam pikiran bisa seribut angin topan, penuh khayalan dan percakapan internal yang secepat F1 merespon dengan impulsif setiap impuls sensori yang ditangkap oleh panca indera. 

Stillness yang dimaksud juga bukan tentang pikiran yang kosong, bukan juga pikiran yang dianggap tenang karena sedang melamunkan objek yang membuat rileks, bukan bengong, dan bukan tentang bediam diri secara fisik seperti ilustrasi meditator yang umum ditemukan. Stillness ternyata bukan tentang duduk bersila sepanjang hari tidak boleh bergerak, sehingga tidak menari dengan irama SemestaStillness yang saya imani adalah tentang kualitas kesadaran yang ajeg, anteng, tenang dan kalem, karena tidak dibajak oleh hasrat egoistik dan invisible force sisi gelap, walaupun tidak duduk diam bersila.  

Stillness yang saya pahami adalah tentang harmoni, tentang keseimbangan dalam berkesadaran, atau consciously mindful. Sama sekali bukan tentang gesture atau gerak fisik semata.


Stillness 
adalah tentang kesadaran yang selalu anteng, ajeg, kalem, tenang, tidak reaktif tidak impulsif. Kesadaran yang membentuk pola hidup penuh rasa syukur – tidak banyak mengeluh, tidak banyak prasangka, tidak banyak nyinyir dan julid, tidak overthinking, tidak manipulatif, tidak pencitraan. Pola hidup yang lentur dan adaptif terhadap perubahan, tidak penuh ketakutan dan kekhawatiran, tidak berontak, tidak misuh dan grundel, tidak baperan, tidak iri/dengki, tidak penuh mental block, dan lainnya. 

Stillness adalah tentang kesadaran yang “still” – kesadaran yang menjadi anteng, kalem, tenang, dan ajeg karena stabil dalam kejernihan, stabil tidak terganggu oleh distorsi sisi gelap.

Sehingga gesture dan gerak fisik seseorang bisa saja menjadi sangat aktif dan berdaya hidup tinggi, namun tetap berkesadaran yang “still” – ajeg, anteng, kalem, tenang, tidak tergoyahkan oleh godaan sisi gelap yang terkutuk.

Fungsi otak dan fungsi berpikir selalu bergerak tidak pernah berhenti, namun terkelola oleh kualitas kesadaran yang stillness – ajeg, anteng, kalem, tenang – terkelola oleh kesadaran yang harmoni seimbang karena telah jernih dari sisi gelap. Dengan kesadaran yang stillness, seseorang dapat terus aktif bergerak dan berkarya, membangun peradaban dan menari bersama irama Semesta. Seseorang dengan kualitas kesadaran yang stillness, bisa tampak sangat sibuk dan bergerak tiada henti, bisa menjatuhkan barang, bisa berjalan nabrak furniture, bisa tersandung kabel, bisa terserimpet karpet, sambil menebar terang ke segala penjuru, menari dengan irama semesta. Tentu yang namanya menari, bukan diam saja kayak patung.

Visualisasi stillness yang tampak anteng seringkali disalahartikan dengan sebentuk zona yang memberi rasa nyaman, atau situasi yang memberikan kenyamanan bagi fisik dan ego. Apa saja yang memberi makan ‘ego yang egoistik, dianggap sebagai zona nyaman, sehingga rancu dengan dunia santai, goler-goler, leyeh-leyeh, dan kemalasan. Ilustrasi duduk sila berdiam diri, dianggap sebagai bentuk puncak yang harus dicapai dan dijaga sepanjang hari tanpa bergerak agar tampak ‘still’, padahal banyak pekerjaan menanti untuk membangun peradaban di planet bumi ini. 

Sekali lagi saya telah membuktikan bahwa apa yang tampak di permukaan tidak menjadi jaminan dengan apa yang ada di dalam. Dengan posisi sempurna meditasi yang tampak stillness – anteng, ajeng, tenang, kalem, damai – di dalamnya bisa berisi lamunan indah, bengong, berkhayal, internal chatter, pikiran liar yang tidak terkelola, memendam gejolak spektrum emosi, khawatir, takut, sibuk berteori dan analisa dan sebagainya. 

Bahkan, overthinking, pencitraan, dan manipulasi pun bisa ditampilkan dengan penampakan stillness yang tampak mulus di permukaan.

Saya memang lebih cocok dengan pengertian stillness ala ‘Seni Hidup Berkesadaran Setyo Hajar Dewantoro’. Dengan kesadaran yang stillness, saya tidak perlu duduk diam sepanjang hari dan bisa menjadi pribadi yang autentik. Saya malah semakin penuh daya hidup untuk berkarya dengan lebih progresif dan revolusioner. Saya tidak mungkin bisa berada di zona nyaman, karena selalu terseret keluar dari zona nyaman yang (tentu saja) tidak memberikan kenyamanan bagi ego, tetapi memberikan pertumbuhan bagi kesadaran, mental dan jiwa.

Pertumbuhan tidak akan terjadi di zona nyaman yang anteng, tenang, damai. Stillness  bukan tentang kenyamanan ego yang “still’ karena tidak pernah terusik, tetapi tentang kualitas kesadaran yang ajeg, anteng dalam kejernihan, sehingga selalu tenang, damai dan meditatif, karena tidak bisa terusik oleh sisi gelap dan hasrat ego yang egoistik.

“Growth is a conscious commitment to take responsibility for your own life.” ~ The Art of Conscious Living

 

Ay Pieta
Pembimbing dan Direktur Persaudaraan Matahari
18 Oktober 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda