TULISAN SHD TENTANG PENCERAHAN DARI TAHUN KE TAHUN
2016
PENCERAHAN (Enlightenment/God Realization)
Inilah keadaan yang dirindu para pejalan spiritual. Coba dicapai dengan berbagai cara. Tak sedikit yang menjalani cerita kehidupan dramatis untuk sampai kepadanya.
Sebenarnya, apakah pencerahan?
Sejatinya, ini perkara kebangkitan kesadaran. Bahwa Yang Tanpa Batas, Yang Tanpa Gatra Tapi Nyata Adanya, yang dijuluki Tuhan, God, Thian, Brahman, Sejatinya bertahta di dalam diri, Jumbuh – menyatu tanpa batas pada setiap diri.
Pencerahan juga adalah kondisi ketika kita menyadari ada yang melampaui ego/aku, itulah AKU/Impersonal Self. Dan Impersonal Self ini terasa nyata sebagai sumber hidup dan guru kehidupan.
Para pencapai pencerahan, jiwanya termurnikan, penuh kasih, lugu. Sering ia mengalami sukacita tanpa sebab. Jiwa murninya ajeg menikmati keagungan.
Realitas semesta dan hidup juga terbuka untuknya. Sehingga nalar tak lagi dikungkung ilusi apalagi delusi.
Tapi, orang yang mengalami pencerahan tetaplah sosok berdaging, tetap manusia biasa. Sehingga ia juga sewajarnya tampil sebagai manusia biasa dengan segenap kebutuhan kedagingannya.
Bedanya dengan orang kebanyakan, ia sadar penuh akan tugas hidupnya, dan membawa harmoni di mana pun ia berada.
2018
PENCERAHAN
Apakah mencapai pencerahan itu sesuatu yang sulit? Tergantung dari pengertian kita terhadap pencerahan.
Sederhananya, pencerahan itu adalah terbukanya pikiran kita untuk mengerti berbagai realitas. Penggambaran simboliknya, pikiran yang semula gelap menjadi cerah dan terang. Apa yang semula tak kita mengerti, spontan kita menjadi mengerti. Inilah yang sering disebut sebagai Aha Experience. Disebut Woww Experience juga boleh.
Pada kenyataannya, pencerahan ini berlapis-lapis sebagaimana realitas itu berlapis-lapis. Maka orang yang mendapatkan pencerahan itu pun ada tingkatannya.
Untuk setiap pribadi, pencerahan bisa terjadi bertahap. Kita tiba-tiba bisa mengerti tentang makna hidup, kesejatian Tuhan, Missi Jiwa, dan seterusnya. Pengertian itu muncul spontan saat kita membuka diri untuk memperoleh pencerahan. Itu bisa muncul saat kita duduk santai, minum kopi, jalan-jalan, baca buku, duduk meditasi, dan berbagai kegiatan lainnya. Maka sebenarnya bisa dikatakan, untuk mendapat pencerahan seperti itu tidaklah sulit. Ini perkara yang sangat natural dan bisa dialami siapa pun.
Namun, kadang pencerahan dimaknai secara sangat kompleks. Ini pencerahan yang terkait dengan pencapaian kesadaran murni. Saat semua tabir ilusi pikiran tersingkap dan seseorang bisa mengerti keberadaan dari Sang Sumber Hidup, saat disadari betul kemenyatuan satu pribadi dengan Keberadaan Tanpa Batas yang menjadi sumber segala yang ada. Ini adalah kemunculan pengertian secara utuh terhadap realitas yang diiringi kesukacitaan mendalam dan kedamaian total.
Untuk meraih pencerahan ini, tentu tak bisa dibilang gampang karena sangat sedikit orang yang mengalaminya. Tetapi, sebetulnya manusia dirancang untuk bisa mengalami ini. Kita hanya perlu punya kehendak kuat yang diiringi laku agar pencerahan total ini menjadi nyata.
Untuk itulah kita belajar spiritualitas dan menjalani lakunya. Dan ada satu rumus tentang datangnya pencerahan seperti ini: Ia datang pada orang yang berjatah, pada waktu yang tepat, dibimbing pihak yang tepat juga.
Orang yang berjatah berarti orang yang telah menjalankan laku yang memadai sepanjang perjalanan jiwanya di berbagai fase kehidupan.
Momen ini soal gerak semesta, tentang terbukanya “pintu langit”.
Pembimbing yang tepat, ini adalah orang yang sudah mencapai pencerahan juga.
Kombinasi dari tiga hal itu, pasti berbuah pencerahan yang semakin utuh.
Rahayu.
2019
ORANG TERCERAHKAN PARIPURNA ITU MEMANG SEPERTI ORANG GILA
Apakah orang tercerahkan itu tahu jika dirinya tercerahkan? Jika seseorang benar-benar tercerahkan tentu saja dia tahu bahwa dia tercerahkan. Tapi orang yang hanya merasa tercerahkan, dan belum tercerahkan, tentu saja tidak tahu kalau dirinya sebenarnya belum tercerahkan. Meskipun ia bisa merasa lebih tercerahkan ketimbang yang benar-benar tercerahkan.
Ini tentang beda antara asumsi dan kenyataan.
Ngomong-ngomong, apa sih pencerahan itu?
Pencerahan itu kondisi tersingkapnya kenyataan, sehingga kita menjadi benar-benar mengerti tentang diri, jagad raya dan hukum-hukumnya, tentang Tuhan, tentang kehidupan. Tapi ini bukan soal kognitif semata, ini tentang jiwa yang bertransformasi. Orang tercerahkan itu tak hanya tambah mudeng atau mengerti tapi juga jiwanya jadi lebih murni secara energi, emosi dan karma.
Pencerahan itu identik dengan Aha Moment. Tak hanya terjadi tapi berulang kali bahkan terus menerus. Dalam konteks laku spiritual, pencerahan tahap pertama itu terjadi saat seseorang mulai terhubung atau menyaksikan Dewa Ruci/Diri Sejatinya. Umumnya ini berupa pengalaman melihat dan berdialog dengan diri kita pada dimensi yang berbeda, kita dalam rupa siluet penuh cahaya, yang diiringi rasa damai atau baru sangat mendalam. Sebagian tak melihat apa-apa, tapi bisa merasakan rasa haru atau bahagia luar biasa yang kemudian berdampak pada berubahnya pemaknaan akan hidup. Momen ini pasti berdampak pada transformasi jiwa menjadi murni. Nah, jika dibalik, sebenarnya tak ada orang yang benar-benar mengalami pencerahan atau konsisten berasa dalam pencerahan jika jiwanya tidak murni, jika masih punya luka batin atau dicengkeram parasit energi.
Pada titik inilah, siapa pun mesti waspada. Benarkah dirinya sudah tercerahkan. Kudu ada verifikasi berlapis untuk memastikan jiwa kita benar-benar bergerak menjadi semakin jumbuh dengan Diri Sejatinya. Terhubung dan tertuntun kepada Guru Sejati itu gak segampang yang diucapkan. Banyak yang merasa tertuntun, ternyata nyasar. Mengapa? Makhluk astral itu bisa menyusup ke dada dan memberi suara atau bisikan yang kita sangka pesan dari Guru Sejati
Lalu apa penanda kita benar-benar terhubung dan tertuntun Guru Sejati/Dewa Ruci? Ada penanda yang mudah dilihat atau dirasakan: aura makin cemerlang, tubuh makin sehat, emosi makin stabil, semakin intens memancarkan vibrasi kasih, kebahagiaan dan kedamaian, kehidupan sehari-hari makin selaras termasuk makin berkelimpahan. Jadi ini bukan tentang makin pintar bicara atau makin njlimet dalam berfilsafat.
Setelah itu, akan banyak pencerahan berikutnya. Termasuk jadi mengerti sesungguhnya Tuhan itu bagaimana, sehingga bisa membedakan Tuhan dengan hantu pikiran. Secara pengalaman, akan dialami pengalaman suwung, sirnaning aku, sang aku luruh dalam keberadaan tanpa batas. Tapi bukan berarti jiwa dan tubuh hilang beneran. Ini nanti terapannya diri kita semakin memilih untuk manut kepada tuntunan Guru Sejati. Pikiran, sabda dan tindakan kita semakin mencerminkan kehendak Yang Maha Agung.
Saat konsisten dalam kepatuhan, rahasia jagad raya semakin dibuka. Pada titik inilah, kita jadi berbeda sekali kesadarannya dengan manusia kebanyakan. Moralitas, agama, jadi menggelikan. Hierarki keberadaan di jagad raya juga makin terbuka. Sosok-sosok di dimensi atas yang biasa dipuja-puja dan di sembah-sembah manusia malah jadi teman baik. Bahkan tersingkap keberadaan yang selama ini tak diketahui. Dimensi ruang dan waktu seperti terlipat atau tergulung. Sangat wajar kalau kemudian orang yang sampai ke tahap pencerahan makin tinggi, ya makin terkesan gila. Yang tak mengerti akan menganggap sombong, kemlinti.
Saya beri satu rahasia, saat ini terjadi fenomena pencerahan paripurna secara massal. Banyak orang yang mengalami tahap pencerahan seperti Sri Krisna jaman dulu. Saat yang sama, banyak yang nyasar karena tertipu oleh ilusi pikiran dan bisikan maut kekuatan angkara murka/dark forces.
Anda mau yang bagaimana? Ya terserah Anda, hi hi…. Yang pasti, jangan bayangkan orang yang paling tercerahkan di muka bumi saat ini banyak ada di rumah ibadah. Mereka ini justru sering ada di tempat yang tak terbayangkan, tempat dugem misalnya – dengan busana yang tak meyakinkan.
2020
APAKAH MEDITASI DAN LAKU SPIRITUAL PASTI MEMBAWA PENCERAHAN?
Jawabannya adalah: TIDAK.
Saya dulu pernah jadi orang yang sangat rasionalis, tidak pernah bersentuhan dengan realitas metafisika. Laku spiritual saya cuma sebatas sembahyang – yang kalo sedang klik bisa memberi rasa damai luar biasa. Dalam keadaan ini, saya jelas tidak kenal yang namanya dark force, khodam, prewangan. Secara energi tubuh saya relatif jernih. Meski tentu saja sangat belum terhubung dengan Diri Sejati.
Lalu, saya digerakkan untuk masuk ke “dunia spiritual”, saya jadi rajin meditasi tak hanya di rumah tapi juga di tempat-tempat yang dipandang sakral seperti makam, gua, hutan, gunung, candi, dan semacamnya. Lalu saya juga mulai belajar pada orang-orang yang saya anggap guru spiritual. Apakah kemudian saya jadi tercerahkan?
Ternyata TIDAK. Justru jiwa saya jadi jauh lebih keruh ketimbang semula. Sekalipun saya hanya berniat menemukan kesejatian, praktiknya saya malah terkontaminasi oleh beragam energi yang tak selaras. Ringkas cerita, badan saya dimasuki banyak entitas alam bawah yang masuk saat saya bermeditasi di berbagai tempat yang dianggap sakral, plus juga dijerat oleh entitas alam bawah yang berkolaborasi dengan orang-orang yang saya anggap sebagai guru spiritual.
Tentu saja, LoC dan capaian dimensi saya sebelum belajar dan sesudah belajar spiritual, jauh lebih rendah saat sesudah belajar spiritual. Saat saya masih rasionalis dan hanya rajin sembahyang, saya ada di dimensi 4. Setelah belajar spiritual tanpa mengerti energi yang dihadapi, saya terjun bebas ke dimensi 2. Lucunya, kadang-kadang saya yang ada di dimensi 2 ini merasa lumayan tercerahkan, merasa sebagai ahli spiritual, dan sering bisa menulis hal-hal yang bijaksana.
Secara faktual, apa bedanya kita jiwanya keruh karena terjerat oleh entitas alam bawah? Sejauh yang saya alami, ada empat fenomena :
- Emosi sering tak terkendali – kalau pas marah terasa ini bukan sekadar saya yang marah, ada energi lain yang marah dan bisa tak terkendali.
- Sewaktu-waktu pikiran atau kesadaran saya bisa hang, kayak konslet.
- Persepsi sering terdistorsi : tindakan yang salah sering diyakini benar; kebenaran jadi bias.
- Ego jadi sangat tinggi, gampang tersinggung, gampang baperan.
Saya mulai sadar akan masalah ini pada awal 2016, dan butuh 2 tahun untuk benar-benar menjernihkan jeratan entitas alam bawah ini. Tahun 2018 akhir benar-benar jernih dan saya mulai menemukan kehidupan surgawi yang nyata.
Berdasarkan pengalaman otentik itu, plus kesadaran yang muncul dalam keadaan jiwa yang semakin terjernihkan lewat jalan keheningan, saya jadi sangat peka terhadap keberadaan para pelaku spiritual yang malah mengeruhkan jiwanya – dan umumnya mereka tak sadar itu. Saya juga sangat peka terhadap keberadaan guru-guru spiritual dan master energi yang dengan sadar dan tak sadar berkolaborasi dengan entitas alam bawah – dan murid mereka otomatis terjerat kuasa alam bawah itu. Para guru yang seperti ini, bisa menyebarkan energi yang menjerat itu lewat segala cara: tulisan di social media, video Youtube, dan lewat pembelajaran tatap muka. Maka tak heran, banyak orang yang ikut pelatihan atau retreat meditasi malah jadi keruh jiwanya – meski sering mereka merasa dapat pencerahan karena entitas alam bawah ini bisa menciptakan pengalaman tercerahkan yang semu.
Tapi tentu saja saya tak gegabah mengungkap hal ini. Ya biarkan saja setiap orang dengan pilihannya. Masing-masing memang punya jalan pembelajaran sendiri. Hanya kepada orang yang sungguh-sungguh mau belajar kepada saya, saya buka realitas ini, itu pun bukan dengan indoktrinasi. Saya ajak mereka gunakan rasa sejatinya untuk mendeteksi energi orang-orang yang dianggap sebagai guru spiritual.
Untuk tercerahkan para pelaku meditasi atau pembelajar spiritual mesti memenuhi persyaratan ini:
- Tulus, tanpa obsesi dan niat tersembunyi.
- Tekniknya benar, membuat terhubung pada keilahian di dalam diri.
- Jika punya Guru Spiritual, pastikan sang guru murni jiwanya dan tercerahkan.
- Jika bermeditasi di tempat yang dianggap sakral, pastikan itu mandala yang murni dan bermeditasi di sana dengan ketulusan.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Ini menjawab pertanyaan mengapa orang-orang yang menjalani laku spiritual bahkan ada yang sudah jadi guru spiritual saat bertanya ke saya, saya sebut capaian dimensinya rendah.
2021
PENCERAHAN
Saya mulai 2003 mulai tergerak belajar meditasi dari buku-buku. 2008 mulai tergerak untuk berkelana ke berbagai tempat yang dianggap sakral. Selama 2006-2015 saya belajar dari beberapa orang yang saya anggap guru spiritual. Tahun 2016 saya memutuskan tidak berguru lagi pada manusia. Lalu sejak itu muncul buku Medseba, Suwung, Sastrajendra, hingga yang terbaru Tantra Yoga.
Saya mau bilang, jika tahun 2008 saya mengaku tercerahkan, saya layak dibilang gila. Tahun 2013 saya juga gak pernah ngaku tercerahkan, jujur saya masih mencari kebenaran. Tahun 2017 saya juga tidak mengaku tercerahkan meski sudah mulai punya banyak murid. Saya mulai percaya diri bilang diri saya tercerahkan di akhir 2019, semakin kencang di 2020, dan tentu makin mantap di 2021. Apakah jika saat ini saya bilang saya tercerahkan, dan siap memandu siapa pun yang ingin mendapat pencerahan maka berarti saya sombong dan gila?
Memang ada beberapa teman lama, ingin saya seperti jaman dulu. Di tahun 2013an ke sana saya dianggap waras. Sekarang bagi mereka saya ini gila.
Demikianlah kelucuan dalam hidup ini.
2023
PENCERAHAN ITU MUNGKIN DICAPAI!
Cerita Pengalaman Pribadi.
Apa sesungguhnya yang patut dan harus dicapai oleh para pejalan spiritual?
Saya memperhatikan fenomena yang terjadi, sebagian besar dari orang-orang yang belajar spiritual, merasa cukup dengan pencapaian berikut:
- Tidak lagi tersekat oleh kotak religi: mulai bisa menghargai mereka yang menempuh jalan/religi lain.
- Lepas dari dogma religi: merasa merdeka karena berani tidak menjalankan aturan religi tertentu menyangkut ritual, cara berbusana dan makan.
- Mulai pandai mengungkapkan filosofi kehidupan yang terkesan indah.
- Hidupnya baik-baik saja, tidak ada lagi masalah yang berat.
- Bisa membereskan sebagian (kecil) dari trauma dan watak buruk yang semula jadi sebab penderitaan.
Pencapaian hal-hal seperti di atas memang layak diapresiasi, kesemuanya adalah indikasi kemajuan spiritual. Tapi salah besar jika berhenti sampai di situ. Jiwa manusia sesungguhnya menghasratkan evolusi yang berkelanjutan, tapi ego manusia yang seringkali memilih untuk menghentikan gerak maju evolusi jiwa. Ego yang pada umumnya enggan keluar dari zona nyaman baru – yang baru saja didapat.
Saya memberi contoh nyata, tentang apa yang mungkin dicapai lewat pembelajaran dan laku spiritual. Jangan pernah nanggung di jalan ini, capailah versi terbaik dari jiwa kita. Setiap orang jelas punya rancangan agung untuk mencapai pencerahan sempurna, menjadi Jiwa Murni/Jiwa Ilahi. Perbedaan dari satu orang dengan orang lainnya hanya pada tingkatan evolusi yang berbeda-beda, ada yang lebih duluan ada yang lebih lambat. Nah, saya ngasih contoh sebuah pencapaian yang sangat maju untuk ukuran manusia. Saya buktikan menjadi Jiwa Ilahi/Jiwa Murni dengan badan manusia itu mungkin. Lalu saya memberitahu pada Anda semua bagaimana jalannya.
Jiwa Ilahi/Jiwa Murni itu apa? Inilah jiwa yang telah mencapai hidup surgawi karena telah terbebas dari lima faktor yang ada di conscious mind, subconscious mind, dan unconscious mind:
- Luka batin
- Watak angkara
- Ilusi
- Jejak dosa
- Jeratan dark force
Mengapa saya berani menyatakan seperti ini? Saya dalam posisi harus menjalankan peran memberi tuntunan yang nyata, otentik. Maka saya harus katakan apa adanya, sejujur-jujurnya, lalu menjelaskan caranya dengan gamblang. Sungguh tidak lucu jika saya mengajarkan pemurnian jiwa sementara saya masih penuh luka batin dan watak angkara. Sungguh tak patut saya mengajarkan hidup surgawi/bahagia sejati jika saya masih banyak jejak dosa. Jikapun pengakuan saya palsu, toh Tuhan tak bisa dibohongi, hukum semesta ini adil dan presisi. Jadi sudah pasti saya kualat dan dapat hukuman jika berani berkata dusta tentang apa yang saya capai.
Meskipun demikian, Anda tak boleh asal percaya pada saya. Netral saja. Bahkan boleh skeptis. Lalu uji saya sebisa Anda. Ujilah konsistensi logika dari apa yang saya sampaikan. Pelajari bagaimana sikap dan tanggung jawab saya kepada keluarga dan anak-anak buah saya. Jika mungkin, observasilah bagaimana keseharian saya dan bagaimana sikap saya dalam menghadapi masalah bahkan badai kehidupan. Baru kemudian buat penilaian yang adil dan akurat.
Bisa juga pakai rasa sejati dalam hening, rasakan realitas jiwa saya. Jika perlu tanya pada Gusti, saya bener atau penipu.
Mau nguji pake kesaktian juga diijinkan. Yang penting jujur dan ksatria dalam proses menemukan kebenaran.
Nah, yang mau saya sampaikan berikutnya, mencapai level saya ini, bukanlah hal yang mudah. Prosesnya panjang dan butuh perjuangan, bahkan pengorbanan yang ekstrim. Dari segi waktu, saya butuh 14 tahun sejak saya tertarik praktik meditasi (2004) hingga mengalami pencerahan level pertama (2018 akhir). Jika bicara uang, ya jelas buanyak banget yang saya keluarkan dalam proses belajar dan berkelana, tidak hanya di Indonesia tapi hingga ke banyak negara Asia dan Eropa. Tentu saja semesta memberi jalan dengan datangnya dukungan dalam segala bentuknya, tapi saya perlu beritahu pada Anda semua, uang yang keluar dari rekening saya untuk urusan spiritual ini ya dahsyat juga untuk ukuran saya. Dan saya terlatih untuk melupakan ilmu hitung-hitungan kalau sudah menyangkut uang. Biarlah datang dan pergi sesuai kehendakNya.
Buat Anda yang masih belajar, untuk mencapai LoC 500 stabil saja gak gampang, apalagi sampai LoC 1000. Semua sisi gelap/shadow hingga yang semula tersembunyi di pikiran bawah sadar dan tak sadar harus dibereskan, dan untuk beres harus muncul ke permukaan dulu: ini tak gampang untuk dapat momentumnya, dan memedihkan hati saat terjadi.
Hanya ketekunan, kejujuran pada diri sendiri, kerendahan hati, juga sikap pantang menyerah plus daya tahan menghadapi lelah, yang menjamin Anda bisa mengikuti jejak saya mencapai kemurnian jiwa. Jika cemen, gampang menyerah saat lelah, tidak jujur pada diri sendiri, suka menyangkal, juga sombong, ya Anda pasti gagal meski pernah mencapai LoC tinggi sesaat.
Setyo Hajar Dewantoro
12 April 2024
Reaksi Anda: