Skip to main content
Refleksi

BAHASA LANGITAN VS BAHASA RAKYAT JELATA (1)

2 September 2024 Ay Pieta No Comments

Proses Sinkronisasi Persepsi atas Kosakata dan Ekspresi Bahasa

Berikut ini refleksi Ay Pieta di tahun keenam belajar ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) dan turut terlibat dalam lika-liku proses perkembangan ajaran SMSHD yang semakin lama semakin lengkap dan kompleks sehingga sarat akan detail teknis penjelasan yang dahulu belum ada.

Belajar SMSHD pada tahun 2019 memang terasa lebih sederhana, belum banyak buku, belum banyak pengetahuan langit yang dijabarkan, dan tentu belum banyak ‘kasunyatan’ yang dibuka kebenarannya. Bahasa langitan Guru SHD bergulir begitu saja, dimana saya pikir di komunitas ini hanya saya seorang yang tidak paham,  sebagai ‘anak baru’ yang amat oon atau newbie atau dalam bahasa gamers disebut noob di dunia spiritual. Saat itu pun belum banyak parameter evaluasi dan detail teknis penjelasan akar rumput bagi pengetahuan SMSHD seperti saat ini.

Enam tahun lalu, dengan software dan memori yang terbatas ini saya lebih banyak berfokus pada teknik meditasi/hening saja, karena tujuan saya bergabung dengan komunitas adalah hanya ingin bisa meditasi/ hening dengan metode SMSHD yang menurut saya paling sederhana dan logis sehingga mudah untuk dilakukan.

Berhamburannya ilmu langitan yang diberikan dalam bahasa yang saya sebut sebagai Bahasa Langitan alias bahasa yang sulit dicerna menyebabkan terjadinya proses sinkronisasi yang membutuhkan waktu untuk sekedar memahami makna yang paling logis dan tepat. Maka, tentu saya sangat banyak bertanya berupa pertanyaan bodoh layaknya anak TK bertanya, “Bagaimana cara memegang pensil yang benar?” 

Dan, apabila saya bertanya pertanyaan bodoh tersebut, maka jawaban yang diberikan Guru SHD hanya tiga macam, yaitu antara ‘temukan dalam hening’, ‘hening dulu’, ‘lebih hening’. Alhasil saya pun menjadi lebih banyak hening tanpa berhenti bertanya karena setelah hening banyak sekali pemahaman yang saya dapatkan yang perlu divalidasi kebenarannya.

Sinkronisasi persepsi atas kosakata dan ekspresi bahasa menjadi sangat penting dalam proses balajar saya karena banyak sekali gaya bahasa dan ekspresi definitif yang berbeda dengan koleksi bahasa yang saya miliki. Kelebihan saya yang tidak punya koleksi ilmu spiritual sebelumnya adalah saya tidak pernah cocoklogi walaupun cukup lama berada di dunia yoga yang sangat erat dengan fashion spiritual. Saya cukup tahu diri untuk berendah hati bahwa saya memang murid yang belum mengerti dan beniat untuk belajar, maka saya memilih sikap tidak memaksakan persepsi dan pengertian pribadi, tidak memaksakan definisi personal dan tentu saya tidak punya bahan untuk dicocoklogi.

Contohnya, ketika suatu hari saya mendengar Guru SHD menyebutkan bahwa beliau merasakan ‘kedamaian yang konstan’, maka saya akan berusaha membayangkan bentuknya, mencipta sang bentuk di kepala dengan modal referensi pengertian kata ‘damai’ yang saya mengerti adalah rasa yang didapatkan apabila saya berada di sebuah pulau indah terpencil tanpa banyak manusia, hanya hamparan laut yang tenang, angin sepoy, langit biru, dan cuaca bersahabat, di mana sensasi pada tubuh akan sangat nyaman sesuai standar kenyamanan yang saya suka. Kemudian pengertian tersebut ditambahan kata ‘konstan’ yang artinya terus menerus, maka semakin kusutlah pengertian ‘kedamaian yang konstan’ dalam imajinasi. Bagaimana bisa konstan, bagaimana kalau mendadak muncul badai dan tubuh tidak lagi merasa nyaman? Logika dan analitis berjalan.

Ketika saya belum benar-benar mengerti apa yang dimaksud dengan ‘kedamaian yang konstan’ tersebut, dan mengalami kebuntuan dalam mencari gambaran yang tepat, kemudian saya memilih untuk tidak memaksakan persepsi dan definisi pribadi saya yang jelas tidak tepat. Saya tidak pernah mencocoklogi juga karena saya tidak punya bahan untuk dicocoklogi. Maka, saya menerima situasi ketidakpahaman itu dan kembali berfokus pada latihan meditasi/hening sampai suatu hari menemukan sebuah pengertian definitif dan rasa yang saya ekspresikan sebagai ‘seperti tidak punya hormon yang bergejolak dalam durasi yang cukup panjang’ dan kemudian tervalidasi sinkronisasinya dengan ‘kedamaian yang konstan’ yang dimaksud oleh Guru SHD.

Inilah proses sinkronisasi bahasa, Bahasa Langitan dengan kemungkinan 1001 pengertian diterjemahkan ke dalam bahasa akar rumput yang lebih mudah dicerna oleh rakyat jelata seperti saya. Kaum dengan software bawaan yang berbeda dengan Guru SHD.

Proses menyamakan persepsi ini membutuhkan kesabaran dan ketekunan dalam praktik meditasi/hening agar terjadi sebuah eksperimen dan riset sederhana, yang kemudian hasilnya bisa divalidasi sehingga dapat disahkan menjadi sebuah kesimpulan akan kebenaran.

Ini adalah cara saya memahami Bahasa Langitan SMSHD, yang kemudian banyak saya tuangkan dalam tulisan, penjelasan, dan refleksi sederhana yang ternyata bermanfaat membuka pintu pemahaman bagi banyak teman seperjalanan. Maka, secara natural saya telah menjembatani Bahasa Langitan Guru SHD ke dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti.

Kesederhanaan Bahasa Langitan yang sangat indah itu memang berdampak bombastis terhadap imajinasi, tetapi sayangnya tidak menjadikan ajaran SMSHD menjadi lebih mudah untuk dipraktikkan. 

 

Ay Pieta 
Direktur dan Pamomong Persaudaraan Matahari
1 September 2024

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda