Bagaimana cara rileks?
Bagaimana cara tekun meditasi?
Bagaimana cara bersungguh-sungguh?
Apa yang harus saya perbaiki?
Harus mulai dari mana?
Pertanyaan retoris top five di Persaudaraan Matahari (PM) yang paling sering disampaikan tidak hanya oleh murid baru tapi juga murid lama. Pertanyaan retorikal ini merupakan aksi pemberontakan atau kengeyelan yang disampaikan dalam bentuk protes yang diredam supaya terbaca halus dan lugu. Dibalik pertanyaan retoris itu sebenarnya yang otentik adalah,
Saya ‘kan sudah tekun. Kenapa LoC tidak naik?
Saya sudah konsisten. Kenapa LoC tidak naik?
Saya sudah bersungguh-sungguh. Harus seperti apa lagi?
Saya sudah melakukan yang Mas Guru SHD ajarkan. Kenapa LoC tidak naik?
Saya sudah maksimal bermeditasi. Harus bagaimana lagi?
Dan, masih banyak lagi ungkapan akan keyakinan ilusif para Tim Merasa, yang merasa mengerti apa yang diajarkan. Namun, masih belum juga memahami apa makna dari angka parameter evaluasi sebagai bagian tidak terpisahkan dari teori dasar ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD).
Teori dasar SMSHD jelas berisikan jawaban dari semua pertanyaan retorikal tersebut. Penjelasan diberikan berulang kali melalui berbagai media belajar dan gaya bahasa, lengkap dengan contoh ilustrasi, bahkan kisah pengalaman otentik. Lengkap dengan umpan balik dan teknis detail penjelasan, namun apa daya keengganan berendah hati untuk membuka diri masih terlalu tebal, sehingga dijelaskan dengan 1000 cara pun, pengetahuan sederhana tetap sulit menyerap dalam kesadaran.
Secara teknis, proses menyerapnya pengetahuan SMSHD sudah saya jelaskan dalam artikel berjudul BLANKSPOT dan BAHASA LANGITAN VS BAHASA RAKYAT JELATA?
Isu miskomunikasi dan mispersepsi menjadi penyebab numero uno kemandegan proses belajar di PM. Penyebabnya ya beragam, yang pasti isi kepala manusia yang sudah kadung penuh dengan beragamnya pengalaman hidup, ajaran yang disukai, ilmu pengetahuan dan idealisme yang diyakini sebagai kebenaran, dan berbagai data junk file lah yang mendominasi dan mempengaruhi pola pikir. Pola pikir membentuk habit (kebiasaan), yaitu sebuah rutinitas perilaku berulang yang dilakukan secara teratur dan cenderung terjadi tanpa disadari terhadap bagaimana memproses sebuah ilmu pengetahuan.
Sinkronisasi pengertian kata menjadi tahap krusial dalam menyamakan bahasa sebagai modal komunikasi. Bahasa di komunitas PM tentu berbeda dengan di luar komunitas PM. Bahasa ajaran SMSHD tentu berbeda dengan bahasa yang bukan ajaran SMSHD. Pengertian kata hening/meditasi di PM saja sudah sangat berbeda dengan pengertian meditasi di luar PM.
Atau jangan-jangan masih ada juga yang berkeyakinan pengertiannya sama dengan ajaran di luar PM?
Pengertian kata RILEKS, bisa bermacam ragam: ada yang menganggap rileks adalah apabila tubuhnya terasa nyaman, ada yang menganggap rileks adalah apabila mengkhayalkan sesuatu yang menyenangkan sehingga terasa sensasi yang disukai, ada yang beranggapan rileks adalah membayangkan yang indah dan membuat hati adem tentrem, dan lain-lain. Pengertian kata MEDITASI/ HENING pun beragam rupa, sesuai dengan kebutuhan ajaran akan terminology yang dianggap paling sesuai dengan tujuan ajaran.
Setiap ajaran memang memiliki terminologinya masing-masing dan siapa pun diperkenankan untuk mengesahkan terminologi ajaran dalam kamus bahasa khusus ajaran masing-masing. Ajaran SMSHD di PM pun memiliki kamus bahasa tersendiri. Kami memiliki glossary ilmu pengetahuan yang dianggap unik karena tidak setara dengan pengertian umum dan selera pasar.
“Pengertian bahasa dalam ajaran SMSHD memang hanya dapat dipahami dengan sebuah alat yang cukup kompleks untuk dimiliki oleh umat manusia di masa kini, bernama Kesadaran Spiritual.”
Ajaran SMSHD itu sendiri mengajarkan dan memberikan solusi bagi kita semua untuk berproses agar memiliki kesadaran spiritual yang baik sehingga secara bersamaan mampu menyerap segenap ilmu pengetahuan Semesta yang diberikan. Maka, proses mengosongkan gelas ini menjadi isu pelik penyebab bottlenecking atau sumbatan besar bagi relasi belajar mengajar di PM karena keengganan melepas keyakinan yang disukai.
Tendensi para penikmat tingkat kesadaran yang langgeng dalam stagnasi ini kerjanya hanya sibuk mencari pembenaran untuk melepas rasa bersalah dalam melepas bagian dari peraturan atas keyakinan lama yang tidak disukai atau sudah tidak cocok lagi. Yang disukai tentu akan terus dipegang teguh atau hanya mau menyerap yang dianggap cocok dan dibutuhkan saat itu saja. Namun, ogah menyerap hal-hal yang tidak disukai. Ajaran SMSHD hanya dicomot sepotong dan sebaris pada bagian yang disukai dan dibutuhkan saja.
Contoh
Bergabung di PM dengan harapan ingin tercerahkan. Tujuannya benar dan sungguh mulia, bukan? Tujuan yang selaras dengan ajaran SMSHD.
Namun lucunya, harapan mulia itu disertai dengan sikap dan pola pikir yang dibawa dari ajaran lain seperti kemalasan yang hakiki: malas meditasi, malas mengikuti tata cara belajar yang diberikan karena dianggap menyulitkan dan dianggap menjauhkan dari pencapaian agenda tersembunyi, sehingga kerap terjadi drama tikus wirog yang sibuk mencari jalan pintas, bergerilya ke sana kemari demi mendapatkan pengakuan dalam barometer paling hits di komunitas, yaitu angka Level of Consciousness (LoC).
Tim Gerilyawan ini kerjanya saben hari hanyalah bergerilya mencari jalan pintas untuk meningkatkan LoC. Berbagai bentuk gerilya yang biasa dilakukan di luar PM terus dilakukan karena berasumsi ajaran SMSHD sama dengan yang sudah pernah dipelajari di luar PM.
Berulang kali diingatkan bahwa tidak ada jalan pintas, tapi sikap yang dipilih adalah konsisten untuk terus semangat bergerilya. Berkelit ke sana kemari hanya untuk menghindar dari kewajiban yang utama karena merasa selalu ada harapan akan jalan pintas. Diberi wadah untuk melatih ketulusan agar membantu proses belajar pun akhirnya dianggap sebagai jalan pintas untuk meningkatkan LoC.
Kekusutan proses belajar di PM memang terjadi dengan berbagai macam ekspresi. Angka LoC yang stuck disikapi dengan berbagai bentuk sikap protes dan ngeyel. Misalnya, dengan menganggap terjadi kesalahan dalam pengukuran, panik karena takut tidak bisa lagi mendapatkan jatah berkat yang diinginkan, frustasi karena merasa apa yang diharapkan sulit didapatkan, ngambek pingin menyudahi pembelajaran, dan lain-lain. Lalu, mode kaset rusak berjalan berupa adegan mempertanyakan kembali pertanyaan retoris yang lucu-lucu tadi itu.
Sebagai pamomong, terus terang saya sempat mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan retoris itu karena tidak punya pengalaman otentik menjadi murid yang tidak tekun dan tidak sungguh-sungguh belajar. Ketika saya bertanya kepada Guru SHD, sebaiknya jawab apa, beliau pun terpesona dengan pola pikir manusia yang serba antik ini. Kami memang tidak mengerti mengapa manusia bisa tidak tekun dan tidak sungguh-sungguh dalam belajar spiritual murni ini.
Saya membutuhkan waktu untuk meriset pola psikologis yang tidak pernah disangka ada dalam dunia spiritual. Persepsi saya bahwa dunia spiritual ini adalah dunia dengan kualitas manusia yang lebih baik ketimbang yang tidak kenal spiritualitas. Sehingga saya berasumsi kesungguhan dan ketekunan yang saya lakukan merupakan kenormalan di dunia spiritualitas.
Ternyata, bukan begitu, Ndro.
Maka dari itu jawaban teknis yang saya berikan merupakan hasil pembelajaran psikologis dari perilaku teman-teman sejawat dan seperjalanan sejak pertama kali belajar, baik dari perilaku teman dalam lingkaran terdekat, rekan kerja, maupun yang hanya berjumpa melalui program belajar. Saya memang banyak belajar dari para sahabat seperjalanan mengenai kerumitan pola pikir ini karena saya tidak mengalami sendiri berbagai bentuk kerumitan yang dialami oleh teman-teman di komunitas.
Bagi Tim Gerilyawan, pikiran sadar dan bawah sadarnya selalu menggerakkan untuk mencari jawaban yang disukai, yang dimau, yang lebih mudah, yang lebih instan, yang menyenangkan hasrat egonya dan yang membenarkan ilusinya. Apabila tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan, maka akan terus mencari dengan bertanya hal yang sama ke banyak pihak yang dianggap akan mampu memberikan jawaban indah sesuai harapan.
Mengaku sudah konsisten hening pun realitanya beragam. Ada yang mengaku konsisten, yaitu meditasi formal tiga kali sehari di jam yang sama, tapi dengan kualitas meditasi konsisten di angka yang rendah, jauh dari rileks. Ada yang mengaku konsisten meditasi formal tujuh kali sehari bahkan lebih namun konsisten dengan teknik yang berbeda dengan yang diajarkan.
Kerja keras, kegigihan, dan persistensinya diamalkan untuk hal yang tidak tepat. Pengertian konsisten diartikan sebatas konsep ilusifnya yang jelas bertentangan dengan ajaran SMSHD. Bahkan pengertian tekun dan konsisten pun dicocoklogi dengan pola pikir semau gue hasil belajar di luar PM.
Pada akhirnya, tekun dan konsisten ini diaplikasi sebagai tekun dan konsisten bergerilya, tekun dan konsisten cari jalan pintas, tekun dan konsisten memanipulasi ajaran demi mencapai agenda pribadi, dan lain-lain, yang jelas bertentangan dengan ajaran SMSHD.
Pola pikir dan sikap seperti ini tidak termasuk dalam teknik meditasi/hening metode SMSHD. Apabila rutinitas meditasi tidak dibarengi dengan mengubah pola pikir dan sikap, maka ketekunan dan konsistensi yang dengan sengaja dibiarkan salah jalur ke arah server kiri ini tentu tidak akan membuahkan hasil yang baik, dan menciptakan lingkaran setannya sendiri.
Belum mau mengubah sikap? Kalau belum saya ucapkan selamat ngunduh wohing pakarti.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
22 September 2024
Reaksi Anda: