
Di bulan Januari 2023, saya pernah membuat sebuah jurnal tentang bagaimana saya memahami sebuah fenomena energi yang (bagi saya) uber kompleks dan termaterialisasi dalam tubuh manusia yang diilustrasikan dalam teknik komposisi musik klasik bernama Fugue. Kemudian pada bulan Juni 2024, saya kembali membuat jurnal perjalanan belajar yang menjelaskan tentang sebuah kesaksian atas fenomena energi yang lain lagi, diilustrasikan dalam komposisi instrumen musik klasik bernama Toccata.
Saya jadi mengerti bahwa cara belajar setiap manusia dalam memahami gerak dan hukum Semesta memang unik. Pemahaman seringkali muncul melalui alat bantu yang mendayaguna koleksi data dalam harddisk memori dan lapisan kesadaran setiap manusia.
Selama belajar Spiritual Murni SHD dan menjadi ahli bermenditasi/hening pemurnian jiwa, saya paling sering mendapatkan penjelasan atas fenomena gerak Semesta yang amat kompleks melalui ilustrasi komposisi notasi musikal. Rasanya seperti punya alat bantu untuk mengunduh pengetahuan dari ‘Akashic Record‘. Kebetulan musik klasik adalah varian musik yang menyertai keberadaan saya di planet ini sejak bayi. Tampaknya sih sejak menjadi zigot sudah diberi alunan musik klasik, ya. Mungkin ketika masih dalam proses pembuatan pun diiringi musik klasik.
Ternyata, harddisk saya merekam spektrum yang luas koleksi tangga nada, notasi, dan komposisi. Walaupun jari-jemari saya tidak pernah bisa memainkan alat musik apa pun dengan baik, bahkan mulut pun hanya mampu bernyanyi lagu Balonku, tetapi memiliki kepekaan yang tinggi terhadap keseluruhan ekosistem sebuah musik, tangga nada, notasi, dan berbagai elemen musikal lainnya. Seperti menyimpan banyak sekali koleksi ‘Tacit Knowledge’ akan detail sapsial dari frekuensi dari vibrasi suara yang dihasilkan oleh sebuah alat musik.
Dengan latar pendidikan arsitektur, saya menyadari bahwa menjadi komposer musik yang baik sama seperti arsitek yang tugasnya adalah merancang sebuah harmoni. Menyatukan berbagai variabel spasial ke dalam sebuah rancangan yang kemudian dapat dinikmati dan tepat guna dalam sebuah kerangka harmoni.
Teringat band pagelaran yang masing-masing instrumennya asyik sendiri tanpa mempedulikan instrumen lain, tanpa mempedulikan kolaborasi dan harmoni dari lagu yang telah dikomposisikan dengan sangat indah. Sang Ego berlomba ingin terlihat menjadi yang paling baik, sehingga lupa kalau sebuah band adalah kerja tim, bukan individu.
Sebuah musik yang digubah sangat indah (dan kompleks) dengan teknik Fugue kemudian digabung dengan Toccata bertujuan untuk memperkaya dan menguatkan karakter musik. Dengan tambahan kunci nada lebih banyak dan ketukan yang lebih cepat, bergerak bersamaan, Toccata memberi kebebasan kepada pemain musik untuk berekspresi dalam ruang gerak yang super luas sehingga menciptakan keagungan yang harmoni dan dramatis, dramatically majestic.
Dalam rangkaian notasi musik klasik, gubahan seperti ini mengandung elemen yang disebut virtuoso (highly skilled), yaitu dibawakan oleh yang sangat ahli sehingga mampu menciptakan suasana (atmosfer) dengan sensasi keagungan yang dramatis.
Di bulan Juni 2024, saya diberi kesempatan memahami apa yang saya maknai dengan ‘Dramatically Majestic‘ sebatas kesadaran saja. Saya paham gubahan seperti apa yang dimaksud, saya paham proses yang diinginkan dan hasil akhir apa yang ingin dicapai. Saya memahami kompleksitas dan kerumitan komposisi detail yang dimaksud dan dramatically majestic yang akan dihasilkan oleh teknik gubahan ini, tetapi belum mengerti bentuk materielnya seperti apa. Belum konek antara pemahaman secara non empiris dengan bentuk nyata di keseharian.
Dan, nyaris satu tahun kemudian saya baru memahami bentuk materielnya. Yaitu, beragam situasi dan kondisi yang terjadi selama mengemban bejibun peran ajaib di luar nurul sebagai tanggung jawab saya saat ini. Ibaratnya seperti mematerielkan notasi Fugue dan Toccata menjadi bentuk fisik. Menciptakan soundscape yang harmoni pada tataran bisnis dan kelembagaan yang memiliki banyak notasi dan banyak kunci nada, dan membutuhkan banyak sekali instrumen agar terkoneksi dalam jejaring ekosistem flower of life.
Musik dan arsitektur ternyata sama-sama membentuk sebuah ruang, sebuah ekosistem, baik dalam persepsi, emosi, maupun kesadaran.
Tidak sia-sia saya kuliah jurusan arsitektur dan les piano selama lima tahun. Walaupun secara nyata saya tidak berprofesi resmi sebagai arsitek bangunan dan bukan pemain alat musik yang handal, tetapi menyimpan banyak tacit knowledge yang (ternyata) bermanfaat bagi evolusi jiwa dalam keagungan yang dramatis.
Gimana, adakah yang mengerti dan bisa berefleksi diri dengan isi jurnal saya ini?
Ps.
Mengulang pesan di bulan Juni 2024
Kalau suka musik klasik, terutama gubahan JS Bach, bisa dicoba dengarkan Toccata and Fugue in D Minor BWV 565 versi asli gubahan JS Bach. Siapa tahu mengerti apa yang saya maksud.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
18 April 2025
Reaksi Anda: