Ego memang seperti selebriti, selalu diperbincangkan, digosipin dan dinyinyiri, disalahkan, sebagai sumber kekusutan dan kejatuhan peradaban manusia. Objek yang tidak ada habisnya diselidiki layaknya kriminal, ditelaah, diteliti, dan menjadi topik diskusi di berbagai cabang ilmu demi mendapatkan solusi cantik untuk meredam sepak terjangnya yang seringkali membuat manusia terjebak roda samsara.
Memasuki tahun keenam belajar Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD), pembelajaran tidak pernah berhenti sampai saat ini. Selalu ada saja mata kuliah dasar yang bisa dipelajari dengan lebih mendalam lagi dan mendapatkan wawasan yang lebih luas seperti tidak ada habisnya. Penjelasan verbal Guru SHD yang sederhana seringkali tidak mau langsung nyangkut dalam RAM yang terbatas ini, sehingga saya selalu perlu mempelajari kembali wedaran berulang kali.
Dalam menghayati ajaran ini memang membutuhkan bantuan meditasi/hening agar memiliki ruang kesadaran yang pas untuk menghayati sebuah teori sampai benar-benar terang benderang jernih seperti kristal, sehingga mampu menceritakan kembali tanpa menghafal teori.
Saya merasa beruntung mengenal Ajaran SMSHD duluan sebelum tergerak menikmati sudut pandang beragam cabang ilmu mengenai ego, sehingga tidak perlu hanyut dalam kekusutan kognitif akibat keterbatasan penjelasan atas sebuah teori. Setiap cabang ilmu ternyata bisa memberikan pendapat dan mengesahkan penemuan riset saintifik yang dipatenkan sebagai sebuah kebenaran sampai suatu hari kebenaran itu digugurkan oleh teori baru yang lebih mind blowing.
Melanjutkan kisah “Starve the Ego Feed the Soul” dan kisah “Sisi Gelap dari Mana Asalnya”, ego adalah aktor utama drama berseri dualitas yang menjadi bagian dari hukum Kosmik. Manusia diberikan kebebasan dalam mendayagunakan perangkat ciptaan Tuhan ini sesuai dengan kapasitasnya untuk keberlanjutan evolusi jiwanya.
Maka dalam tulisan ini saya hanya ingin memberikan gambaran sederhana atas hiruk pikuk simpang siur penggerak perilaku manusia, apakah benar ketidakselarasan diciptakan semata-mata oleh Ego, Sang Selebriti?
Kebutuhan dasar manusia berupa hasrat badani | Lapar, yang berarti ingin makan |
Ego | Mempunyai preferensi akan jenis makanan yang paling memenuhi kriteria pribadi, yang berpotensi untuk diikuti atau tidak sama sekali. |
Dasar keputusan dapat diambil berdasarkan kehendak egoistik atau akal sehat.
Dasar Keputusan | Penjelasan | Contoh |
Egoistik | Memaksakan preferensi jenis makanan agar terpenuhi, mengabaikan akal sehat, dan tuntunan Tuhan. Digerakkan oleh lapisan kesadaran (sadar, bawah sadar, tidak sadar yang dipengaruhi oleh sisi gelap). Gejalanya ketika tidak tercapai, timbul rasa kecewa dan tidak bersyukur atas makanan yang ada. | Tetap makan pedas demi kenikmatan di lidah walaupun sudah tahu bakal sakit perut; memaksakan makan di resto mahal demi menjaga gengsi padahal dompet lagi tipis. |
Akal sehat | Mempertimbangkan dengan akal sehat berdasarkan pengetahuan, inilah yang disebut Pak Freud sebagai superego. | Sudah tahu dompet lagi tipis, maka tidak perlu makan di resto mahal; mempunyai pengetahuan makanan mengandung minyak menyebabkan kolesterol, maka memilih makanan yang tidak berminyak. |
Pada Ajaran SMSDH yang dilatih adalah dengan menjadi ahli bermeditasi metode SMSHD, maka dasar keputusan diambil berdasarkan intuisi dan supraconscious.
Dasar Keputusan | Penjelasan | Contoh |
Intuisi | Memilih makanan sebagai buah mindfulness dan pengalaman serta keahlian yang terasah dan terekam dalam memori (tacit knowledge). | Pernah diare karena makan yang terlalu pedas, maka sadar bahwa lebih aman apabila memilih makanan yang tidak pedas. |
Supraconscious | Memilih jenis makanan sesuai tuntunan Tuhan yang hanya bisa ditangkap melalui meditasi. Digerakkan oleh seluruh lapisan kesadaran yang terbebas dari sisi gelap. | Ego ingin makan bakso tetapi Tuhan memberi sinyal tidak selaras, maka dengan kesetiaan total pada tuntunan Tuhan tidak jadi makan bakso. |
Ini hanya deskripsi paling sederhana dari Teori Kehendak/Daya Dorong SMSHD yang mewakili kompleksitas dinamika kesadaran manusia. Dan, bisa dilihat kecenderungan peta diri yang paling dominan di keseharian.
Harapannya semua peminat Ajaran SMSHD yang tekun dan konsisten menjalankan proses pemurnian jiwa, memiliki kecerdasan intuitif dan terus meningkat ke level selanjutnya, yaitu mampu mencapai tataran supraconscious sebagai manifestasi dari kesadaran murni.
Gambaran ideal manusia berkesadaran murni adalah kesadarannya telah bebas dari sisi gelap sehingga secara otomatis termateriel kepada cara berpikir, perilaku, kebiasaan, dan karakter yang selalu selaras dengan gerak Semesta atau tuntunan Tuhan.
Tetapi apabila masih asyik menikmati hidup dalam dominasi sisi gelap dan malas meditasi, maka tidak perlu muluk-muluk dulu. Kami anjurkan untuk merevolusi sikap di keseharian dan melatih akal sehat yang tetap dibarengi dengan latihan meditasi SMSHD. Karena modal kata-kata bijak sebagai topeng bagi akal sehat saja tidak akan ‘ngangkat’ untuk membuatmu menjadi manusia super yang berkesadaran murni.
Jadi yang salah bukan keberadaan ego semata, tetapi bentuk ‘kesadaran’ yang melatari dorongan sikap/perilakulah yang perlu disetting sesuai standar langit.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
28 Desember 2024
Reaksi Anda: