Kisah ini pertama saya sampaikan di salah satu sesi pelatihan kepemimpinan online The Avalon Consulting saya menjabarkan tentang eksekusi ide. Dalam mempersiapkan materi tiba-tiba saya teringat dengan isu yang menjadi tren dalam arena spiritualitas. Hampir semua yang bergabung dan belajar spiritual di Persaudaraan Matahari (PM) adalah teman-teman yang telah berkelana untuk mencari Tuhan dan mendambakan kemampuan mendengar perintah Tuhan agar hidup menjalankan perintah Tuhan.
Sebelum belajar Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) tentu saya tidak mengerti apa itu perintah Tuhan yang dimaksud. Saya hanya tahu sebatas yang dijelaskan melalui berbagai buku religi sebangsa 10 perintah Tuhan yang berisikan peraturan kehidupan sebagai standar moralitas umum, seperti jangan mencuri, jangan berbohong, jangan menyakiti, dsb.
Ketika mulai bersentuhan dengan dunia SMSHD, saya baru mengerti bahwa perintah Tuhan ini merupakan jargon utama dalam kamus spiritualisme. Sehingga kemudian menjadi tidak asing lagi dengan objek yang paling dicari dan dikejar oleh semua anggota komunitas.
“Terhubung dengan Diri Sejati agar bisa mendengar perintah Tuhan.”
Kalimat ini cukup marak terucap di berbagai percakapan seputar pembelajaran SMSHD, baik sebagai jawaban cliche agar tampak seperti spiritualis tulen, maupun sebagai jawaban dengan pengertian yang utuh dan mendalam. Kalimat ini dipersepsikan sebebas-bebasnya oleh siapa pun sesuai dengan kotak angan-angan dan khayalan masing-masing tentang apa itu perintah Tuhan. Objek favorit ini dikejar dan diambisikan tercapai karena konon apabila mampu menangkap tuntunan Tuhan, maka hidup akan diliputi kebahagiaan dan keselamatan.
MENANGKAP PERINTAH TUHAN
Dalam penyaksian saya, perintah Tuhan ini bukanlah adegan terawang-menerawang, bukan ramalan bola kristal, bukan juga tebak-tebakan buah manggis berbasis persepsi kognitif dan analitis yang diakui sebagai intuisi. Perintah Tuhan tidak harus hadir dalam bentuk makhluk beda dimensi dalam wujud indah sesuai angan-angan proyeksi rekaman bawah sadar.
Perintah Tuhan itu bisa beragam bentuknya, bisa berbentuk sangat abstrak sehingga sulit dijelaskan dalam bahasa deskriptif, bisa berbentuk sinyal fisik, bisa berupa perintah tegas jelas tidak terbantahkan, bisa juga berupa kepingan puzzle yang baru dapat dimengerti pesannya setelah beberapa waktu.
Perintah Tuhan tidak mesti berupa suara atau tanda alam, tidak mesti berupa simbol, tidak mesti berupa angka kembar maupun berbagai media cocoklogi yang sering dijadikan patokan dalam buku primbon. Tapi, senyatanya Tuhan ‘berbicara’ melalui berbagai ekspresi dan bentuk yang mampu dialami sesuai kepekaan yang berasal dari Rasa Sejati manusia.
Dalam ajaran SMSHD, menangkap perintah Tuhan sebagai kebenaran sejati tentu membutuhkan keahlian (skill). Alat yang dipakai untuk menangkap perintah Tuhan bernama Rasa Sejati, yaitu perangkat kecerdasan yang dimiliki oleh semua manusia.
Dalam teori dasar ajaran SMSHD, jelas sekali dinyatakan bahwa alat ini hanya akan dapat didayagunakan apabila mampu bermeditasi/hening dengan metode yang tepat, yaitu metode SMSHD. Dengan meningkatkan kemampuan bermeditasi/hening dengan metode yang tepat, maka proses pemurnian/purifikasi jiwa raga berjalan dengan baik sehingga Rasa Sejati akan terdaya guna.
Semakin tinggi kemampuan bermeditasi/hening, maka semakin jernih jiwa raga dan semakin tajam Rasa Sejati terdaya guna, sehingga akan semakin peka dalam menangkap perintah Tuhan. Membutuhkan jam terbang untuk mengasah pendayagunaan Rasa Sejati agar sebuah perintah Tuhan bisa ditangkap tanpa bias.
APAKAH PERINTAH TUHAN AKAN MENYENANGKAN EGO DAN MEMENUHI PREFERENSI PRIBADI?
Sebuah perintah Tuhan bisa saja berbentuk sesuai dengan kehendak dan preferensi pribadi, bisa juga tidak sesuai bahkan berbentuk sesuatu yang tidak disukai dan dihindari. Ketika perintah Tuhan sesuai dengan preferensi pribadi, maka akan diartikan sebagai keberuntungan dan tentunya lebih mudah dijalankan. Namun, apabila perintah Tuhan tidak sesuai dengan kehendak pribadi, bahkan bertentangan dengan preferensi pribadi, maka menjadi sulit untuk dipatuhi, sulit diterima, protes, mengeluh sampai dengan pemberontakan dan pengabaian terhadap perintah Tuhan itu.
Bagi yang belum mampu bermeditasi dengan teknik yang tepat, apalagi yang belum melalui proses pemurnian jiwa, maka adegan menangkap perintah Tuhan ini selalu menjadi drama tersendiri.
Inilah mengapa di PM diberlakukan sebuah sistematika validasi dan pengukuran metasains parameter evaluasi sebagai benang merah yang akan menyingkap kebenaran sejati.
Karena bentuknya nonempiris, maka sudah jelas membutuhkan pihak yang terbukti telah mencapai kemurnian jiwa dan mampu mendayagunakan Rasa Sejatinya untuk memvalidasi dan mengevaluasi tanpa bias.
EKSEKUSI PERINTAH TUHAN
Mampu menangkap perintah Tuhan adalah satu hal. Kemampuan untuk mengeksekusi perintah Tuhan dengan totalitas adalah hal lain lagi.
Sepanjang saya membuktikan dan menyaksikan, kemampuan ini pun merupakan skill atau keterampilan yang membutuhkan jam terbang latihan dalam mengasah ketulusan dan kepasrahan.
Bagi para pemburu perintah Tuhan, menjalankan perintah Tuhan dianggap sebagai perkara yang mudah, karena berasumsi bahwa perintah Tuhan akan selalu sesuai dengan apa yang diinginkan dan sesuai dengan preferensi pribadi. Ketika perintah Tuhan yang hadir tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, maka perintah Tuhan dianggap salah, diabaikan, ditepis, dan disangkal.
Itulah mengapa saya suka geli sendiri kalau melihat teman-teman yang sangat ambisius untuk mampu terhubung dengan Diri Sejati dan menangkap perintahNya. Setiap meditasi kerjanya sibuk mencari lokasi ujung tarikan nafas, membayangkan dan mencocoklogi berbagai fenomena yang dianggap sebagai tanda terhubung dengan Diri Sejati.
Lalu, berlomba-lombalah macam sayembara keren-kerenan imajinasi, khayalan, dan mencocoklogi dari kisah yang didengar atau dibaca dari beragam cerita bernuansa spiritualitas. Kemudian, berilusi telah mampu mendengar tuntunan atau mendapat tuntunan Tuhan. Keseruan sayembara siapa yang paling mampu mendengar perintah Tuhan ini menjadi sebuah ajang khayalan metafisika yang sulit sekali dibuktikan dalam kesaksian yang murni.
Lagi-lagi tanpa benang merah yang jelas, sayembara hanya dinilai dari seberapa keren, bijak dan bombastis pesan yang dianggap hasil mendengar perintah Tuhan.
Saya yakin bagi yang telah mengenal ajaran SMSHD perintah Tuhan untuk bermeditasi sering hadir. Lalu, apakah perintah tersebut langsung dieksekusi atau diabaikan? Apakah perintah itu dieksekusi tanpa menunda, tanpa protes, tanpa mengeluh, tanpa gerundel, tanpa misuh-misuh, tanpa merasa terpaksa, tanpa merasa hanya menunaikan kewajiban?
Mampukah mengeksekusi perintah Tuhan dengan ketulusan dan totalitas? Dan, mengertikah akibat dari mengabaikan perintah tuhan?
Dan, apakah dalam mengeksekusi perintah Tuhan berarti jalan yang harus dilalui pasti mulus lancar dan indah tanpa resiko dan pengorbanan seperti yang dibayangkan dalam standar dan angan-angan idealisme manusia? Tentu tidak, Fergusso.
Selalu ada daya upaya dan pengorbanan sepadan yang harus kita jalankan dalam mengeksekusi perintah Tuhan. Jalannya eksekusi bisa aja penuh dengan tantangan dan rintangan, bahkan seringkali tidak dapat diperhitungkan dengan nalar manusia. Kalkulasi matematis dan standar kenormalan umum, seringkali tidak berlaku sebagai ujian kesetiaan dan kepasrahan total.
Contoh pengalaman nyata dari Mas Eko Nugroho, salah satu leader di Persaudaraan Matahari. Ketika orang tua meninggal dunia dan mendapatkan perintah Tuhan untuk tidak menghadiri pemakaman secara langsung, bahkan harus pergi menuntaskan pekerjaan ke luar pulau, sanggupkah mengeksekusi perintah itu dengan totalitas dan ketulusan? Mampukah mengeksekusi tanpa ngedumel, tanpa gerundel, tanpa misuh-misuh, tanpa protes, tanpa gentar diomeli keluarga, tanpa kekhawatiran dan ketakutan akan citra buruk?
Mau coba?
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
13 September 2024
Reaksi Anda: