
Rasanya seperti mengulangi kembali jurnal yang pernah saya buat di bulan September 2022, tiga tahun perjalanan belajar Spiritual Murni SHD, namun dengan pengalaman yang berbeda.
Fantasie Impromptu adalah salah satu lagu klasik ciptaan komposer favorit yang menurut saya paling galau sedunia, Frederic Chopin. Sejak kecil, saya selalu berkhayal suatu hari bisa memainkan lagu ini. Dan, saking ngefans dengan Pak Chopin, dengan pede-nya mencocoklogi tanggal kematiannya yang sama seperti tanggal lahir saya, dengan khayalan babu berharap dengan kecocokan itu bisa mendapatkan spleteran kemampuan main pianonya.
Rata-rata lagu ciptaanya mengandung artikulasi emosi yang sangat detail, sangat acak (random), mengejutkan, spontan, tidak mudah ditebak. Namun, tetap dalam bingkai harmoni dan penuh keajaiban. Ketika mendengarkan lagu-lagu gubahannya, rasanya seperti dibawa naik roller coaster tangga nada. Bagi saya, ajaib sekali sepuluh jari manusia bisa menciptakan sebuah ‘ruang’ berupa suara seperti human soundscape yang indah.
Fantasie Impromptu, dalam Bahasa Inggris dimengerti sebagai spontaneous improvisation.
A fantasy than spontaneously improvised, sebuah fantasi yang diimprovisasi secara spontan.
Perjalanan bersama Spiritual Murni SHD sampai ke titik ini, saya gambarkan seperti mendengarkan lagu ini. Saya dapat mengingat segala sesuatunya dengan sangat mendetail, semua gerak dan langkah pembelajaran yang selalu acak dan spontan, penuh keajaiban dan kejutan berspektrum luas, mulai dari kejutan yang tidak menyamankan sampai dengan yang mengagumkan tidak pernah terbayangkan. Namun, tetap harmoni dalam skala Semesta.
Tahun 2022 saya menulis jurnal dengan judul yang sama, menceritakan bagaimana saya melangkah maju dalam pembelajaran spiritual, naik kelas setelah melalui ujian praktik yang kesekian kalinya dari mata kuliah (matkul) abadi, yaitu mata kuliah ‘Ketulusan’. Yang tadinya masih suka mengeluh dan lupa bersyukur atas peran yang dirasa seperti petugas kebersihan, sebagai manifestasi dari ketulusan yang belum paripurna, sehingga mampu bertransformasi memenuhi standar ketulusan yang dibutuhkan untuk tingkat kesadaran dan peran saat itu.
Semesta selalu memberikan skenario pembelajaran yang menggemaskan dan penuh kejutan. Saya diberi jatah peran dan tanggung jawab yang super banyak dengan gerak yang selalu spontan bikin jantung melorot ke mata kaki. Tentu tujuannya untuk mempercepat proses pertumbuhan dan peningkatan kualitas ketulusan. Di setiap ruang kesadaran, selalu ada ujian praktik bagi mata kuliah ketulusan yang memang mutlak perlu ditingkatkan lagi dan lagi, terus menerus, sesuai syarat dan ketentuan bagi tingkat kesadaran yang baru dicapai.
Ketulusan tanpa batas merupakan manifestasi kasih murni yang tanpa batas. Maka dari itulah matkul ketulusan menjadi matkul abadi dalam pembelajaran Spiritual Murni SHD.
Dalam ‘film dokumenter’ kali ini saya diperlihatkan dalam fast forward bagaimana Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) lah yang selama ini selalu melakukan semuanya, sendirian. Menjadi petugas kebersihan skala jagat raya dan tidak pernah mengeluh ketika harus membersihkan jejak kekeruhan yang disebabkan oleh umat manusia.
Saya hanya salah satu elemen dari gerak Semesta yang diberi ruang paling besar untuk membantu, memahami, men-support, merawat, dan meneruskan warisan pengetahuan yang saya pelajari dan amalkan (peran sebagai petugas kebersihan ada di dalam divisi ‘perawatan’)
Perjalanan belajar yang saya jalani terasa serba fantasie dan impromptu. Terasa seperti fantasi dalam kisah dongeng mitologi dan terasa bergerak sangat cepat dari satu dongeng ke dongeng lain. Tidak pernah berhenti dan tidak pernah ‘Bosan’.
Beberapa bulan ini saya masih terus beradaptasi dengan ruang kesadaran yang baru. Memantaskan diri dalam ruang yang abstrak, ‘Mengelola Perubahan’ dan ber-’Infinito Particular’ seperti tidak berujung.
Berada dalam momen kontemplatif dengan bentuk yang belum pernah saya jumpai sebelumnya, memecahkan kode untuk menyusun puzzle pembelajarannya. Rasanya seperti diam, namun berdiskusi panjang lebar. Rasanya seperti berada di satu tempat, tapi ‘Berkelana dalam Kesadaran’. Rasanya seperti terkoneksi lebih mendalam lagi dan merasakan kesatuan dengan Semesta yang tanpa batas. Seperti semua keberadaan berbicara, tapi tidak kelihatan. Seperti ada yang memeluk, meliputi dan menjaga, tapi, ya, tidak kelihatan juga.
Bentuk komunikasi dengan beragam eksistensi pun turut berubah. Semakin ke sini semakin jarang menangkap kalimat yang mudah dicerna, tetapi muncul dalam bahasa yang acak. Tidak lagi ‘mendengar’, tapi lebih kepada memecahkan kode yang lebih kompleks dari sekadar cyphering.
Pesan datang berupa kode yang terasa singkat dan sederhana. Namun, memiliki kompleksitas seperti sepuluh jari memainkan musik klasik. Kepingan puzzle-nya hanya bisa disusun melalui beragam situasi keberadaan fisik berupa peran dan tanggung jawab yang saya jalankan dengan meditatif/keheningan, disusun sampai utuh dan bisa diterjemahkan dalam tulisan yang bisa dicerna secara kognitif.
Improvisasi yang spontan, dinamis selama enam tahun mendampingi perjalanan Guru SHD yang merupakan satu kesatuan dengan Ajaran Spiritual Murni SHD. Menyaksikan pertumbuhan dan transformasi ilmu pengetahuan dan terapannya yang tidak pernah berhenti di satu fase, selalu ada hal baru, selalu bergerak maju. Semakin detail, semakin utuh, semakin holistik, dan semakin kompleks.
Matkul ketulusan dalam bentuk keberserahan diri dan totalitas dengan intensitas yang lebih tinggi ini masih terus berproses. Berlatih tiada henti agar tetap berada dalam equilibrium (kesetimbangan) selama mengemban peran yang bejibun dengan beragam kompleksitasnya.
Tetap berada dalam equilibrium (kesetimbangan) ketika melihat segenap insan yang dibantu malah bertransformasi menjadi kriminal. Mengasihi para pengkhianat dan manipulator sejati yang selalu merusak tatanan keselarasan agar memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
Terus mengasah keahlian menjadi petugas kebersihan di level selanjutnya, ‘Living La Dolce Vita’ mengemban pesan dalam ‘Divine Painting‘ yang ujug-ujug menjadi jatah saya.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
17 April 2025
Reaksi Anda: