
Greatness is not born, it’s grown.
Secuplik frase pada cover buku ‘The Talent Code’ karangan Daniel Coyle yang lewat di beranda media sosial.
Saya tidak baca bukunya sih, tetapi frasa ini terasa sangat relevan dengan apa yang saya alami selama belajar meditasi pemurnian jiwa Spiritual Murni SHD, dan bertransformasi. Begitu pula yang saya saksikan dengan Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) sebagai guru besar bagi Spiritual Murni SHD dan banyak teman yang telah berhasil mentransformasi diri melalui proses pemurnian jiwa Spiritual Murni SHD.
Sebuah bakat yang dibawa secara genetik dalam DNA, siapa bilang akan ujug-ujug (baca: tiba-tiba) jadi sempurna dan bermanfaat.
Sebuah bakat perlu melalui proses dibangun, dilatih, dibina, dibentuk, diarahkan, dipoles dan disempurnakan terlebih dahulu agar menjadi versi terbaik yang bermanfaat dengan optimal. Membutuhkan daya upaya dan kerja keras dalam proses yang dilakukan dengan kesungguhan, barulah bakat tersebut dapat menjadi sebuah versi terbaik, kehebatan atau keagungan (greatness).
Saya jadi ingat salah satu kalimat bijak yang dulu pernah jadi pegangan, “Hard work beats talent when talent doesn’t work hard“. Maknanya adalah sebesar apa pun bakat yang dimiliki seseorang apabila tidak disertai kerja keras, maka hasilnya akan dikalahkan oleh upaya kerja keras yang dilakukan oleh orang lain tanpa memiliki bakat sama sekali. Kalimat penghiburan di masa lalu karena sadar tidak memiliki bakat.
Dulu sebelum mengenal Ajaran Spiritual Murni SHD, saya tidak mengerti kalau memiliki segudang bakat yang terpendam oleh koleksi ‘Sisi Gelap (shadows)’. Setelah beranjak dewasa, ternyata saya melakukan banyak sekali aksi ‘Mental Block dan Self Sabotage‘ dalam rangka berlindung di balik zona nyaman. Mengubur harapan dan cita-cita karena malas menerjang badai akibat kadung memiliki tanggung jawab besar selain memikirkan diri sendiri.
Prestasi selama sekolah selalu dalam peringkat yang sangat baik, namun semakin lama perjalanan pengembangan diri dan kreativitas dalam berinovasi malah terdegradasi dan mentok menjadi mediocore, terhalang oleh tembok tebal sisi gelap (shadows) yang terus bertambah. Kecerdasan pun menurun drastis, namun saat itu merasa hal ini hanyalah proses yang normal karena umur semakin bertambah.
Setelah belajar Spiritual Murni SHD dan berproses memurnikan jiwa raga, menyaksikan transformasi yang terjadi pada diri dan teman seperjuangan, maka saya menyatakan bahwa “Greatness is a choice“.
Menjadi hebat dan agung adalah pilihan, karena memang semua bermula dari sebuah pilihan akan sikap yang dilakukan dengan sadar (deliberate choice) yang diproses oleh akal yang sehat dan pola pikir berkesadaran murni, yaitu pola pikir dengan basis kesadaran yang telah terbebas dari pengaruh sisi gelap (shadows).
Kami, saya dan Guru SHD, baru saja mendiskualifikasi tiga anggota Program Kepamomongan bagi calon Leader, karena dengan sengaja memilih untuk tidak menjalankan komitmennya sendiri. Mereka memilih untuk tidak peduli dengan pemurnian jiwa dan tentu berdampak kepada gerak pikir, perilaku, dan perbuatan menjadi sepenuhnya dikuasai oleh sisi gelap (shadows)-nya sendiri. Memilih untuk mengabaikan ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari, mengabaikan pengalaman Ketuhanan dan jalan ‘keselamatan’ yang sudah sering dialami. Inilah contoh menentukan pilihan, deliberate choice sebagai ‘Pilihan Bebas (free will)’.
Selalu ada pilihan yang bisa ditentukan untuk dijalankan, sepaket dengan kewajiban, tanggung jawab, pengorbanan dan risikonya masing-masing.
Paketan bagi pilihan yang selaras dengan gerak Semesta agar mampu ‘Menari dengan Gerak Semesta‘ tentu tidak pernah mudah untuk dijalankan, dan membutuhkan pengorbanan serta kesetiaan.
Sebagai konsekuensi logis apabila ingin mencapai sesuatu yang Agung dan berdampak permanen sudah pasti membutuhkan effort yang maksimal, ada harga ada barang.
Greatness is grown, tidak mungkin tumbuh begitu saja, seperti rumput teki yang punya bakat subur, namun hanya menjadi gulma yang merugikan tanaman atau parasit yang hanya diam saja menanti limpahan makanan dari sinar matahari dan datangnya hujan. Merasa sudah cukup dengan tumbuh liar bebas, namun tidak bermanfaat dengan mengandalkan ‘sumbangan’ limpahan sinar matahari dan air hujan gratis.
Kehebatan atau keagungan (greatness) harus dibentuk melalui sebuah proses yang selaras dan bertujuan yang sama Agungnya, sama seperti proses pemurnian jiwa Spiritual Murni SHD ini.
Menjadi manusia berjiwa raga yang murni, bebas dari kotoran jiwa raga atau sisi gelap, sebagai kehebatan atau keagungan rancangan Agung bagi semua jiwa, membutuhkan upaya kerja keras yang sepadan dan mustahil terjadi secara instan.
Seseorang dengan bakat bermain piano sejak lahir pun perlu latihan dengan sangat intens, terarah, dan perlu kerja keras, agar bisa menjadi pianis yang ahli dan lihai, agar memberikan bermanfaat yang baik dan konstruktif tidak sembarangan dan asal-asalan sesuka hati. Ada koridor pakem yang perlu diikuti, ada kemauan dan keterbukaan yang harus dibentuk, ada pendidik, dan pembimbing yang akan memberikan umpan balik dan arahan perbaikan, sehingga sebagai hasil akhir terciptalah kehebatan, keagungan (greatness) dari pianis berbakat tersebut.
Apabila ingin menjadi ahli dalam bermeditasi dan menciptakan greatness bagi diri berupa transformasi jiwa raga yang bebas dari sisi gelap (jiwa murni), maka sudah jelas membutuhkan upaya (effort) kerja keras melaksanakan koridor pakem Ajaran Spiritual Murni SHD.
Membutuhkan kemauan dan keterbukaan tanpa agenda egoistik sehingga mampu berlatih dengan ketekunan dan konsistensi yang dilatari oleh ketulusan dan sukacita. Materi belajar, lengkap dengan pendidik, dan bimbingan jelas ada disediakan gratis, namun bukan layanan sulap instan karena keberhasilan sepenuhnya tergantung dari pilihanmu sendiri.
Seseorang dengan bakat spiritual yang tinggi tidak menjadi jaminan mencapai keberhasilan memurnikan jiwa raga tanpa menemukan ilmu pengetahuan dan pendidik yang tepat. Sebaliknya, yang tidak punya bakat sejak lahir, punya potensi mencapai keberhasilan yang besar apabila berupaya yang terbaik dalam menjalankan proses belajarnya.
Mau menciptakan mental model seperti gulma dan parasit, atau mau menciptakan mental model yang berintegritas dan berjiwa ksatria, mau membangun greatness yang selaras dengan gerak Semesta atau selaras dengan server kiri. Semua bisa kita pilih dengan sadar (deliberate choice). Memilih dengan ‘Kesadaran‘, sehingga mengerti secara utuh akan tujuan yang tepat, tahu dan mengerti apa tanggung jawab dan risiko yang harus dihadapi.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
25 Februari 2025
Reaksi Anda: