Skip to main content
Refleksi

HIERARKI FUNGSIONAL KEPAMOMONGAN PERSAUDARAAN MATAHARI

10 September 2024 Ay Pieta No Comments

Seperti yang saya jelaskan dalam artikel BAHASA LANGITAN VS BAHASA RAKYAT JELATA, bahwa beberapa hal penting yang tidak bisa dipungkiri di antaranya,

  1. Server dan processor Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) jauh berbeda dengan kita semua sebagai murid di Persaudaraan Matahari (PM).
  2. Gap kesadaran itu nyata adanya dan mempengaruhi lalu lintas komunikasi interaksi pembelajaran.
  3. Akuilah bahwa penjelasan sederhana Guru SHD sebenarnya tidak mudah dipahami secara utuh. Kalau mengerti secara parsial, secuil dan sepotong tentu banyak yang merasa mampu memahami. Masalahnya yang baru paham secuil ini belum apa-apa sudah sibuk berilusi, merasa sudah paham secara utuh. Contoh, Guru SHD tidak pernah kesulitan memahami teknik hening, tapi bagi para murid, silakan berkaca dan berjujur diri, berapa tahun lamanya sejak pertama kali mendengar penjelasan Guru SHD tentang teknik hening sampai suatu hari benar-benar memahami teknik hening? Bahkan ada yang sampai sekarang belum paham, inilah yang disebut dengan gap kesadaran yang termanifestasi berupa jarak dalam kemampuan memahami.
  4. Tanpa kerendahan hati dan menerima bahwa kapasitas kecerdasan kita jauh di bawah Guru SHD, maka proses belajar hanya akan berisi drama ngeyel berjilid-jilid yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dengan hasil makin menjauh dari pemahaman ajaran itu sendiri.
  5. Paham dan hafal adalah dua hal yang berbeda. Ajaran Spiritual Murni (SM) SHD tidak cukup hanya hafal saja, namun harus dipahami melalui pembuktian dan kesaksian. Salah satu bentuk pembuktian adalah dengan memperhatikan skor evaluasi serta umpan balik. Bentuk menyaksikan paling sederhana adalah melalui introspeksi dan refleksi yang jujur.

Maka, mode belajar yang berkembang sampai saat ini dan terbukti efektif di komunitas PM adalah dengan mengikuti langkah-langkah metode belajar yang diberikan, termasuk menerima keberadaan Hierarki Fungsional Kepamomongan, berupa Pamomong dan Leader. 

Hierarki ini muncul secara natural selaras dengan kebutuhan belajar anggota komunitas itu sendiri, sebagai solusi atas permasalahan yang cukup pelik yaitu banyaknya anggota komunitas yang kesulitan memahami ajaran. Semakin lebar gap kesadaran, maka semakin sulit pula memahami penjelasan Guru SHD secara utuh untuk dimaterielkan menjadi aplikasi/eksekusi. 

Ketika dijelaskan, fenomena umumnya adalah merasa sudah paham secara utuh, namun sebenarnya yang terjadi adalah hanya mendapatkan pengertian karena cocok dengan apa yang diimani atau merupakan jawaban atas kegalauan dan keraguan atas sebuah isu, maka wajarlah dianggap sesuatu yang mencerahkan diri menjadi hafal. Namun, ketika harus mematerielkan pengertian ke dalam eksekusi yang nyata di kehidupan, mulailah terjadi kebingungan, terjadi cocoklogi, terjadi kesalahpahaman dan terjadi bias belak belok kesana kemari yang dieyeli sebagai kebenaran. 

Minimnya pemahaman yang berimbas kepada minimnya keterampilan laku hening tentu berimbas kepada tingkat kesadaran. Hal ini merupakan bukti nyata atas ketidakmengertian penjelasan Guru SHD yang selalu diwedarkan berulang-ulang. Penjelasan Guru SHD ini hanya dimengerti secuil atau sepotong, kemudian merasa cukup dengan menghafal tanpa mengerti bagaimana mematerielkan ajaran dalam aplikasi di kehidupan. Banyak yang pandai mengucapkan kembali, menuliskan kembali, bahkan bisa menceritakan kepada orang lain, namun tidak mengerti bagaimana mengaplikasi dalam kehidupan dan tidak terbukti dalam pola pikir serta perbuatan.

Maka hadirlah Hierarki Fungsional Kepamomongan dengan berbagai implikasi yang beragam karena pada dasarnya manusia lebih senang hidup dalam zona nyaman dan tidak mau terusik dengan sebuah perubahan.

Culture shock terhadap metamorfosa metode belajar ajaran SMSHD akibat terbiasa dengan pola belajar di luar ajaran SMSHD yang masih kuat melekat menyebabkan kehadiran Hierarki Fungsional Kepamomongan ini menjadi ruang berdrama baru. Yang seharusnya menjadi alat bantu, malah disambut dengan berbagai macam drama dan pemberontakan.

Proses Kehadiran Pamomong itu sendiri penuh dengan dinamika, di mana sebenarnya tidak banyak anggota komunitas yang mengerti kisah lengkapnya, kebanyakan hanya tahu berita berupa desas-desus yang berkembang dalam 1001 prasangka anilitis berbasis kepo dan gosip. Dinamika ini bahkan menjadi dasar timbulnya gelombang besar barisan sakit hati yang dalam kacamata hukum Kosmik merupakan proses ayakan raksasa alias seleksi natural.

Sebelum lahirnya leader, ada 9 pamomong yang menyusut jadi 3, lalu sejak tahun 2023 tersisa hanya 1 orang sampai saat ini. Sejarah lika-liku dinamika Hierarki Fungsional Kepamomongan ini sudah pernah saya ceritakan dalam artikel SEJARAH PROGRAM KEPAMOMONGAN.

Sebagai pengampu peran pamomong dalam hierarki di PM, saya memang memiliki segudang prestasi belajar yang selalu dianggap debu oleh seluruh pemirsa di komunitas. Sebelumnya saya sangat kuat dilabeli sebagai murid yang oneng karena buta spiritual, dianggap tidak spesial karena bukan tim inti, bukan murid kesayangan Guru SHD, bukan juara kelas, bukan murid yang dianggap sakti karena tidak punya talenta supranatural seperti teman lain, bukan pula anggota komunitas yang dihormati karena dianggap tidak berdaya beli tinggi dan tentu bukan murid yang suka dibanggakan Guru SHD di depan forum.  

Tentu masih banyak lagi ‘gelar kehormatan’ miring yang disematkan. Bahkan, sesama pamomong akan dengan senang hati menguatkan bias persepsi itu dengan bermacam-macam label miring yang dianggap lucu namun menjadi bahan gosip pencipta ketakutan bagi yang mendengar. Maka, ketika saya mulai mencapai prestasi belajar yang baik dan pelan-pelan naik ke permukaan menapaki tangga kesadaran melebihi semua pihak yang tadinya dianggap memiliki prestasi, peran dan posisi keren di komunitas, menjadi tidak mudah diterima.

Gaya bicara saya yang selalu ceplas-ceplos tanpa pemanis buatan, tanpa basa basi, straight to the point, dan cenderung terasa pahit karena tepat sasaran, selalu menjadi alasan penolakan dan pemberontakan akan kehadiran saya sebagai murid yang berprestasi serta sebagai pamomong. 

Bagi orang-orang yang menganggap dirinya spiritualis tulen, punya persepsi umum yang sangat kuat dan masif tentang ciri-ciri manusia yang berspiritual dan memiliki kesadaran tinggi, yaitu harus memiliki kemampuan berkata-kata yang dianggap indah, lembut, puitis, dan penuh bunga basa-basi tidak peduli apakah penuh kepalsuan dan paradoks atau tidak selama nyaman dibaca dan didengar maka itulah yang dianggap sebagai kebenaran. 

Kata-kata indah penuh kepalsuan akan lebih dihormati ketimbang kemampuan komunikasi yang jujur apa adanya, to the point dan malas basa-basi. Budaya puk-puk dan unggah-ungguh berlebihan yang sebenarnya merupakan manifestasi sisi gelap ketidakjujuran masih sangat terpelihara dan belum menjadi tren objek sisi gelap yang harus dibereskan.

Maka dari itu, proses adaptasi metamorfosa metode belajar ajaran SMSHD yang dulunya Guru SHD one and only berkembang menjadi sebuah hierarki fungsional dengan keberadaan pamomong dan leader menjadi rumit dan njelimet bertele-tele. Satu kalimat bisa dijadikan alasan berjilid-jilid melebihi film seri Wong Fei Hung untuk menjustifikasi agenda egoistiknya melenyapkan hierarki ini. Kalau serial sudah habis, maka drama akan diulang kembali seperti kaset rusak demi mempertahankan pemberontakan terhadap metode belajar terbaru ini. 

Sebagai guru di PM, tentu Guru SHD sering menjelaskan tentang keberadaan hierarki ini lengkap dengan penjelasan apa, siapa dan bagaimana, namun tidak membuat proses adaptasi ini menjadi lebih mudah dan mulus. Sebesar apa pun kepercayaan yang diakui dimiliki terhadap Guru SHD tetap saja apabila keputusan yang diambil oleh Guru SHD tidak menyenangkan kehendak pribadinya, maka dianggap keputusan itu keliru. Semua murid merasa berhak mengatur metode belajar melebihi gurunya, merasa lebih pandai dan bijaksana melebihi gurunya, sebagai bukti nyata perilaku atas kesombongan yang ilusif.

Situasi belajar menjadi berkali-kali lipat lebih kompleks ketimbang metode belajar akademik di perguruan tinggi, dimana keberadaan dosen dan asisten dosen adalah hal yang lumrah tanpa perlu adegan drama korea berjilid-jilid dalam interaksi pembelajaran. 

Dunia spiritual memang berkali-kali lipat lebih kompleks ketimbang dunia nonspiritual, high risk high gain tercapai dengan presisi. Ketika seseorang tidak totalitas dalam belajar, maka sudah pasti high risk-lah yang akan dipanen. Bagi yang totalitas belajar, tentu high gain yang dipanen.  

Sekian tahun berlalu, drama metamorfosa ini terus berlangsung, terutama bagi murid lama yang merasa terlegitimasi sebagai siswa senior di komunitas tanpa menghiraukan realitas jiwa. Namun ternyata, tidak melemahkan keberadaan hierarki fungsional ini. Bahkan keberadaan hierarki fungsional ini malah semakin kokoh dan kuat dalam menjunjung tinggi kualitas pembelajaran ajaran SMSHD dan mencipta lebih banyak peran yang nyata dalam hierarki ini. Hierarki ini menjadi bagian dari metode belajar yang tidak bisa terpisahkan dengan ajaran SMSHD.

Peran saya sebagai satu-satunya pamomong di Persaudaraan Matahari memang unik, dengan segala kontradiksi persepsi dan bentuk fisik yang sengaja diciptakan jauh dari angan-angan dan ekspektasi global, ternyata sangat bermanfaat bagi percepatan proses pemurnian jiwa teman-teman yang menyatakan mau memurnikan jiwa raga. 

Secara nyata, apa yang saya lakukan selama ini merupakan bentuk kolaborasi yang solid bersama Guru SHD untuk mencetak jiwa-jiwa tercerahkan yang mampu berperan selaras dengan rancangan Agungnya. Dan, kolaborasi ini tentu telah membuahkan hasil yang nyata, yaitu semakin banyak murid yang berhasil kami bantu mempercepat proses belajar, semakin banyak murid yang berhasil mencapai level kesadaran Shanaya, bahkan menuju Shambala dan Shangrila.

Suka atau tidak, saya memang telah secara revolusioner bertransformasi menjadi partner Guru SHD dalam membimbing teman-teman seperjalanan. Begitu pula dengan para leader yang membantu saya dan Guru SHD, kami yang berada dalam jajaran Hierarki Fungsional Kepamomongan adalah tim kerja yang sudah sekian langkah lebih maju dalam proses belajar dan pencapaian pertumbuhan spiritual ketimbang teman-teman lain. 

Maka tidak ada pilihan lain untuk menerima Hierarki Fungsional Kepamomongan ini sebagai syarat yang harus dijalankan apabila serius belajar ajaran SMSHD. Kalau tidak percaya, boleh kok dibuktikan sendiri, karena sejauh ini belum ditemukan keberhasilan belajar dengan menolak keberadaan pamomong dan leader dalam proses belajar.

Tapi, hal ini hanya berlaku bagi yang serius mau memurnikan jiwa raga. Kecuali niat belajarnya bukan untuk memurnikan jiwa, tentu lain cerita.


Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
8 September 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda