Skip to main content
Refleksi

Kilas Balik Seorang Pembelajar Kehidupan di Momen Retret

16 July 2025 Robertus Suprobo Djati No Comments

Retret Persaudaraan Matahari Sekolah Kehidupan Solo, 11 – 13 Juli 2025, kali ini menjadi sebuah momen pembelajaran yang sangat berharga, entah kenapa sejak berangkat menuju Solo suasana bahagia menyambut event ini sudah terasa, bukan bentuk euphoria seperti biasa meski ada sedikit fomo karena takut terlambat sampai lokasi. Bukan sekadar momen kangen-kangenan seperti sebelumnya, melainkan ada “krenteg” (semangat yang kuat) untuk pulang kembali kepada pada tujuan belajar yang selaras dengan ‘Ajaran Spiritual Murni SHDini.

Retreat kali ini benar-benar membuka cermin besar pengalaman belajar saya di Sekolah Kehidupan Persaudaraan Matahari sejak enam tahun yang lalu. Bagaimana berinteraksi, mengamati dan sharing dengan teman-teman yang sudah lama ada di Persaudaraan Matahari Sekolah Kehidupan atau pun yang baru bergabung. Berinteraksi yang berasa lebih sakral ini, mata, pikiran dan hati saya dibukakan oleh sharing pembelajaran teman-teman  pada semacam bentuk cermin besar tempat saya berkaca bagaimana tahap pembelajaran saya berawal dan sampai di mana saat ini, sampai ke niatan memperbaiki laku di kemudian hari untuk lebih selaras. Refleksi perjalanan saya seperti ini,

Tahap awal, saya berasa jatuh cinta pada pandangan pertama. Ketakjuban pada ajaran yang awalnya berasa berbenturan dengan keyakinan saya sebelumnya, tetapi sekaligus memberikan pemahaman yang tak terbantahkan, membuat saya benar-benar “kepincut berat” pada ajaran ini. Bagaimana di sini saya benar-benar terbebaskan dari konsep-konsep ajaran lama yang ternyata menjadi beban berat bagi saya selama ini karena hanya berbekal manut dan percaya saja tanpa mempertanyakan. Hati saya benar-benar berbunga-bunga karena berasa mendapatkan harta karun yang sebenarnya saya bawa ke mana-mana tanpa saya sadari, yaitu Gusti yang bertakhta di relung hati. Saya tidak lagi menunggu sebuah sosok yang mau meluangkan waktu sejenak mendengarkan doa permohonan saya. Hari-hari diisi meditasi yang syahdu sebagai hasil olahan pikiran (padahal aslinya spaneng).

Tahap selanjutnya adalah tahap euphoria ibarat orang jatuh cinta akan bercerita ke mana mana bahwa diri saya sudah menemukan cinta sejati, berupaya agar lebih banyak orang merasakan kebahagiaan saya sehingga mewartakan cinta buta ini sebagai bentuk pembebasan baru meski pemahaman masih sangat dangkal. Menggunakan “bahasa-bahasa baru” terkait spiritual untuk meyakinkan, sharing, dan berdiskusi, bahkan berbantah (secara verbal maupun dalam hati) karena merasa lebih baik, untuk menunjukkan bahwa saya paham dan sedang berbahagia dengan ajaran ini TANPA memahami dan berusaha mengalami esensi dari ajaran ini. Semakin rajin meditasi, tetapi hasil evaluasi tetep jeblok.

Tahap kembali ke pola lama. Saat mulai mendapat pengertian yang masih ada di area kognitif,  mulai merasa mengerti, menyimpulkan bahkan menjelaskan kepada orang lain bagaimana menjalankan ajaran ini dan kemudian dijadikan norma untuk menjalani kehidupan sehari-hari, mulailah titik balik ke pola lama, tanpa disadari menjadikan pemahaman spiritual ini seperti aturan agama, saat ego kemudian tersenggol-senggol oleh “norma baru” ini, maka arahan Mas Guru dan Mbak Ay menjadi suatu aturan yang memberatkan karena ternyata semakin banyak hal yang “tidak boleh” jika diukur dengan mengedepankan ego. 

Tiba saat mulai pudar hati yang berbunga-bunga digantikan dengan rasa jenuh kembali pada aturan yang tidak sanggup dimengerti secara ego, bahkan menjadi amnesia. Dalam pengalaman saya, mulai tidak mampu lagi mengalami rasa cinta pada pandangan pertama karena menjalankan laku ini seperti aturan agama yang terasa mengekang. Dampaknya skor di semua parameter mulai kembang kempis, performa turun, semangat turun, susah berefleksi, susah mendeteksi ‘Sisi Gelap (sigel)’.

Saat ini saya berada pada fase pasrah, saat otak terlalu lelah cocoklogi, terlalu muak dengan pikiran positif, menganalisis, penuh dengan literasi kebenaran di kepala dan ternyata tidak membawa ke mana-mana, mengantarkan saya pada mode pasrah untuk back to basic, berendah hati untuk mulai mengalami dan menjalani dari awal, bahwa untuk menjadi hening itu banyak PR printilan yang harus diselesaikan, bahwa purifikasi itu juga sepaket dengan perbaikan laku dan banyak variabel penentu, bukan ditentukan oleh kemampuan beretorika. Fase ini adalah fase dimana saya ingin MENGALAMI bukan lagi kebanyakan berteori, meningkatkan kesungguhan dan belajar peka dalam memilih free will yang setiap kali hadir. 

Perlahan suka cita mulai dirasakan, ketulusan belajar mulai terasa, tidak lagi merasa paling benar. Hasilnya? Biarlah nanti saya refleksikan lagi saat fase ini berlalu dan bisa saya jadikan refleksi di masa depan. Inilah bukti bahwa waktu itu nyata. Hehehe.

Ini pengalaman kesadaran saya dalam momen retret kali ini, sebuah momen bercermin yang didapatkan dari setiap pembelajaran Mas Guru dan Mbak Ay, ditambah sharing teman-teman, baik saat formal maupun informal yang terjadi selama berlangsungnya acara. 

Rasa syukur dan terimakasih atas kesempatan mengalami ini. Terimakasih Mas Guru, Mbak Ay dan semua teman-teman pembelajar yang sudah membukakan proses refleksi ini, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan pemahaman ini semoga bisa menjadi roadmap bagi saya untuk tetap bertumbuh dan tidak jatuh ke perilaku lama. 

Terima kasih semua, Rahayu. Love U All..

 

Robertus Suprobo Djati
Pembelajar Sekolah Kehidupan
16 Juli 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda