Proses penyimpanan deposito luka batin itu menjadi terlihat dengan jelas, dikala saya sudah melampaui semuanya.
Sebelum belajar hening, saya merasa telah berdamai dengan luka batin terhadap orang tua dan tidak lagi menyalahkan mereka akan drama hidup yang saya alami selama 7 tahun menikah.
Sekuat-kuatnya saya berusaha untuk tidak mewariskan kembali kepada anak-anak saya, sebanyak-banyaknya saya berusaha ‘menyembuhkan’ luka itu dan menjadi bijaksana dalam melangkah, ternyata tanpa hening dengan metode yang tepat yang membuat jiwa raga saya terpurifikasi, maka semua upaya saya selama puluhan tahun hanyalah sia-sia.
Walaupun seiring waktu berjalan saya telah merasa menjadi wanita yang lebih bijaksana dan mengerti bagaimana untuk bersikap, ternyata saya tetap menyimpan sang luka dan jejak emosi itu.
Saya mengubahnya menjadi bahan bakar untuk membuktikan bahwa saya benar dan tidak patut diperlakukan demikian, dan bahkan mengubahnya menjadi sebuah ilusi bahwa saya sudah berdamai dengan semua itu.
Sebelum saya mengenal Meditasi Metode SHD, maaf memaafkan dianggap cukup dilakukan ketika hari besar atau momen penting, momen hati yang tersentuh akibat kebaikan, momen kebersamaan yang menyenangkan, atau ketika salah satu obyek mati.
Namun sebenarnya jejaknya tersimpan dengan rapi, terbungkus dengan kuat oleh ilusi bahwa sudah minta maaf sambil pelukan bernangis-nangisan, maka sudah selesai dan impaslah segala jejak dosa dan luka.
Sang luka seolah-olah sirna karena situasi komunikasi sedang adem ayem, menyenangkan, penuh sukacita, dan saling memenuhi standar ego masing-masing.
Tapi kemudian ketika teringat, ketika tercolek kembali, ketika tidak mampu saling memenuhi hasrat ego dan merasa standar ego tidak terpenuhi, maka lingkaran setan itu akan kembali lagi, berputarlah kembali film seri yang kisahnya sama terus menerus, walaupun pada waktu, situasi, tempat, dan bentuk yang berbeda.
Ternyata saya hanya menyimpan jejak lukanya dengan baik, membungkusnya dengan ilusi, dan saya simpan dalam gudang bunker terdalam di lapisan kesadaran. Berusaha sekuat tenaga menepis keberadaanya dengan harapan tidak muncul kembali.
Dipendam sedemikian rupa dengan pengetahuan di kognisi akan konsep moralitas, dialihkan dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan, maupun lelarian ke tempat yang membuat kita mampu ‘melupakan’ luka itu. Menekan deposito ke lapisan kesadaran yang lebih dalam lagi dengan menumpuk memori indah.
Semua simpanan deposito yang dapat berbunga kapan pun akan dibawa terus sampai saatnya kita menghembuskan anugerah nafas, sang jatah hidup yang terakhir.
Lalu semua yang ditinggalkan akan menangis tersedu-sedu, patah hati berkelanjutan dalam penyesalan, dalam permohonan ampun dan maaf, melipur lara dengan mengingat semua kebaikan yang pernah didapatkan, semua hal indah yang pernah dirasakan, serta meredakan rasa bersalah dan penyesalan dengan ribuan memori indah.
Tidak pernah ada rasa ringan dan kasih yang tulus dari dalam diri seperti ketika saya sudah bisa ber-Meditasi dengan Metode SHD sehingga jiwa ini dimurnikan.
Rasa kasih yang tulus ini memang tidak bisa dibayangkan dan hanya diciptakan dalam bentuk imajinasi di kepala. Rasa kasih yang tulus hanya bisa dibuktikan apabila mengalami dalam kejujuran, bukan pura-pura mengalami atau mencocoklogi pengetahuan yang dibaca sehingga ‘merasa’ mengalami.
Lalu ketika duka itu selesai, dimulai lagi cerita seri berikutnya dengan narasi yang kurang lebih sama, namun beda obyek, beda lokasi, beda waktu, dan beda situasi.
Terkadang bagi yang telah menua dan lelah mengalami drama yang sama berulang kali, maka tumbuhlah sebuah kebijaksaan dan kedewasaan. Namun hanya karena lelah merespon, lelah berekspresi dalam emosi, lelah mencaci maki, dan mulai mengalah dengan diam. Terpaksa mengalah dan bukan dengan sebuah kesadaran penuh akan kemerdekaan dan sukacita karena jejak dosa dan luka sirna paripurna tidak bisa tercolek lagi oleh apa pun di luar diri.
Ada juga yang memutuskan untuk terus berdrama atas deposito itu hanya untuk meraih hasrat egoistiknya. Samsara dijadikan komoditas bagi pergaulan dan strategi marketing, dilabelkan dan dipropaganda hanya demi mendapatkan apa yang menjadi hasrat egoistiknya.
Purifikasi jiwa raga adalah satu-satunya yang dapat membuat semua jejak sisi gelap itu sirna. Teknik yang sangat sederhana, namun saking sederhananya menyebabkan praktik menjadi rumit.
Purifikasi jiwa raga ini memerdekakan raga dan jiwa dari kekeruhan, dari jejak dosa, jejak luka dan trauma, jejak emosi, jejak ilusi, dan jejak energi gelap yang selama hidup kita biarkan menempel dan membuat langkah hidup ini penuh dengan samsara.
Meditasi Metode SHD dalam ajaran Spiritual Murni SHD telah terbukti sebagai satu-satunya alat bagi pemurnian jiwa dan raga ini.
Karena saya sebagai praktisi, penyaksi, dan pejalan yang sudah selalu diberikan bukti nyata akan keajaiban yang hadir selama 5 tahun melakoni Hening Metode SHD ini.
Maka sungguh aneh kalau masih aja ada yang amnesia dengan anugerah bisa menemukan ajaran ini, dan bahkan menyia-nyiakan ajaran ini. Menyia-nyiakan seluruh bentuk kasih murni yang tiada henti diberikan cuma-cuma oleh Gusti, baik yang berbentuk nafas dan kehidupan maupun berupa ajaran agung yang digaungkan kembali melalui sebuah wadah seorang guru dan pembimbing spiritual bernama SHD.
Tentu kita semua punya kisah simpanan depositonya masing-masing kan, dengan berbagai obyek dan labelnya.
Lalu mau sampai kapan disimpan, dibiarkan berbunga lalu ditularkan dan diwariskan ke generasi penerusmu?
Ay Pieta
Direktur dan Pamomong Persaudaraan Matahari
2 Mei 2024
Reaksi Anda: