Situasi yang memantik munculnya emosi (triggering event) merupakan bukti bahwa ada luka batin dan trauma yang masih terpendam di lapisan kesadaran manusia (lapisan sadar, lapisan bawah sadar, dan lapisan tidak sadar), yang belum disembuhkan, belum dibersihkan/dimurnikan/dipurifikasi.
Sesuai dengan apa yang dipelajari dalam Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD), kemunculan emosi akibat luka batin dan trauma merupakan salah satu contoh peristiwa naiknya sisi gelap ke permukaan. Sisi gelap yang naik ke permukaan bisa dalam bermacam bentuk, dari yang bentuknya sangat halus sulit dideteksi sampai dengan ekspresi spektrum emosi yang sangat jelas tersingkap sehingga mudah dikenali.
Trauma dan luka jiwa merupakan salah satu dari lima kategori besar sisi gelap (shadows) sebagai objek primadona bagi isu kesehatan mental yang umum. Banyak alat dan metode yang dipakai untuk membereskan trauma dan luka jiwa yang disebut sebagai metode penyembuhan (healing).
Sebelum mengenal meditasi/hening pemurnian jiwa SMSHD, saya sering mencoba metode yang konon bisa membantu meredakan emosi, penat, stres, dan gejala degradasi kesehatan mental lainnya. Memang terjadi dampak yaitu meringankan gejala, namun hanya berlangsung sejenak saja dan tidak bersifat permanen. Dalam durasi waktu tertentu membutuhkan pengulangan metode yang dianggap berhasil meringankan gejala itu kembali, berputar dalam siklus yang sama, menanti bom waktu ledakan tumpukan tinja, seperti yang pernah saya ceritakan dalam artikel ‘Standar Langit’.
Setelah mendalami teknik meditasi/hening pemurnian jiwa SMSHD, saya menemukan alat dan metode terbaik untuk membersihkan, memurnikan, mempurifikasi yang bisa dilakukan kapan saja di mana saja secara mandiri dan berkesinambungan.
Metode yang memberikan dampak kesembuhan holistik mental jiwa raga mencakup seluruh lapisan kesadaran yang tidak bisa dijangkau oleh sains. Meditasi/hening pemurnian jiwa raga SMSHD adalah meditasi/hening yang berdampak kepada pembersihan jiwa raga dari seluruh varian sisi gelap, termasuk rekaman trauma dan luka batin yang tertumpuk dan terpendam di semua lapisan kesadaran manusia.
Dari akar sisi gelap, seperti watak angkara, ilusi, luka jiwa dan trauma, sudah pasti menciptakan beragam pola pikir, perilaku, dan karakter turunannya. Dimulai dengan habit berpikir yang berlebihan (overthinking), berkhayal dan berprasangka berlebihan yang kemudian berefek domino kepada pola pikir penuh ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan (hypervigilant), stres, kelelahan mental, emosi dan fisik (burnout), anxiety, depresi, sampai dengan penyakit fisik yang berat.
Gejala klinis yang mudah dideteksi, seperti gampang baper mendalam terhadap komentar yang ringan (emotional hypersensitivity) dan melekat pada emosi destruktif lebih lama. Ada juga yang merasa tidak mampu menyerap stimulus berlebihan (sensory overload) apabila mendengar suara berisik, melihat warna cerah maupun pemandangan yang sebenarnya indah, namun tidak disukai akibat kerja otak yang reaktif sehingga kesulitan fokus dan tidak mampu menyaring stimulus yang masuk melalui panca indera. Gejala klinis yang sangat umum lainnya, seperti selalu berprasangka buruk, pandai merancang alasan dan bermanuver (emotional reasoning) terhadap umpan balik, kritik atau situasi yang dianggap sebagai penolakan akibat keinginan tidak terpenuhi.
Berbagai emosi negatif yang dipendam (repress dan suppress) dan ditepis dengan teori kebajikan tanpa diproses dengan meditasi/hening SMSHD, menyebabkan proses internalisasi berupa penumpukan emosi; kesal, marah, benci, tersinggung, terluka, sakit hati, sedih, ngeyel, ngambek, kecewa, dan lainnya. Atau sebaliknya eksternalisasi emosi negatif melalui aksi kemarahan, defensif, menyalahkan, mem-bully, kekerasan fisik, dan seterusnya. Satu akar sisi gelap bisa menciptakan banyak sekali pola pikir, mental model, pola perilaku, dan karakter destruktif yang banyak dibahas dalam isu kesehatan mental.
Kesehatan mental jiwa ragamu memang tergantung dari bagaimana kebiasaan (habit) gerak pikirmu sendiri. Apabila pikiranmu tidak pernah diajak untuk bermawas diri (self-awareness), tidak pernah diajak untuk berkesadaran (mindfulness) dan tidak pernah diajak untuk bersyukur, maka sudah pasti gerak pikiranmu hanya didominasi oleh koleksi sisi gelapmu sendiri.
Meditasi/hening pemurnian jiwa SMSHD yang dilakukan dengan tepat, akan mengubah (reframe/rewire) pola alur kerja fungsi otak agar merekam kebiasaan (habit) yang lebih sehat dan konstruktif. Melatih fungsi observasi untuk menguatkan apa yang sering disebut dengan internal locus control, yaitu kontrol respons dari dalam diri terhadap situasi yang mempengaruhi hidup dan emosi.
Dalam SMSHD, triggering events mutlak harus disikapi dengan meditasi/hening, apa pun bentuk emosi yang muncul muntup-muntup harus disikapi dengan meditasi/hening. Mengambil jeda (paused/step back) untuk bermeditasi/hening terlebih dahulu, meredakan keliaran pikiran, prasangka, ilusi dan emosi yang hadir agar kembali ke titik harmoni. Membawa kontrol lokus pada nafas natural, agar potensi munculnya emosi tergantikan dengan rasa syukur dan sukacita yang natural, tidak dibuat-buat.
Inilah yang disebut dengan mengelola respons, yaitu dengan tidak reaktif, tidak impulsif, dan tidak ditepis dengan teori kebajikan saja. Tetapi harus kembali mawas diri (aware) agar mampu menyadari akan hadirnya gejolak dalam diri. Kemudian meditasi/heninglah dengan cara yang tepat agar kembali masuk ke ruang kesadaran (mindfulness) dan terkoneksi dengan kasih Tuhan di relung hati yang akan melebur gejolak tersebut.
Bagi yang mampu mengelola kontrol lokus dari dalam dengan baik, maka sudah pasti,
- Lebih memiliki rasa tanggung jawab terhadap tindakan dan apa yang dikerjakan.
- Tidak mudah dipengaruhi oleh opini orang lain.
- Memiliki kepercayaan diri yang baik dan selaras.
- Secara natural akan menikmati proses dan kerja keras, karena yang menyukai hasil instan adalah pemalas.
- Lebih tangguh ketika menghadapi tantangan.
Kalau locus control ada pada situasi di luar diri, beberapa gejalanya adalah,
- Lebih senang mencari kesalahan di luar diri dan senang menyalahkan orang lain demi menjaga citra dirinya.
- Keberhasilan kerja bisanya hanya mengandalkan faktor keberuntungan saja, sehingga tidak pernah stabil dan konsisten.
- Kemalasan yang absolut sehingga terlalu malas untuk memperbaiki diri dengan usaha sendiri, maunya orang lain yang melakukan untuk dirinya.
- Selalu merasa tidak mampu dan tidak punya kekuatan apabila berhadapan dengan situasi yang sulit.
- Sering merasa frustasi, mudah melempem dan ngambek sebagai alasan untuk tidak berusaha, alias mental block.
Belajar SMSHD memang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, perlu konsistensi dan integritas dalam mengamalkan ajarannya karena tidak mungkin hanya nunggu supaya disulap oleh “Boosting SHD“.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
30 Januari 2025
Reaksi Anda: