
Dulu saya suka heran kok bisa sih ada orang yang mempertanyakan siapa dirinya, bukankah sudah jelas tertera di akta kelahiran dan identitas kependudukan? Sebelum bertemu ‘Ajaran Spiritual Murni SHD’, banyak isu kehidupan yang saya perlakukan dengan solusi praktis karena terlalu malas untuk kusut dalam ketidakpastian area abu-abu yang tidak bisa saya buktikan.
Lalu, ujug-ujug di umur menjelang separuh baya ini terlintas cangkem syaiton yang mempertanyakan, “Siapa, sih saya sebenarnya?”. Saya pun bingung, “Lho, kenapa ada pertanyaan kayak gini?”
Kemudian, saya malah merasa beruntung karena pertanyaan ini muncul di saat saya sudah benar-benar mengerti siapa diri ini, sehingga tidak perlu meladeni cangkem syaiton yang mengajak hanyut dalam validasi orang lain yang belum berkesadaran atau ramalan paranormal dan astronomi. Kalau pertanyaan ini muncul ketika belum menjadi ahli ‘Meditasi/Hening Pemurnian Jiwa’, sudah pasti akan terjebak dalam pencarian jati diri siapa saya yang ujung-ujungnya pasti nyasar ke server kiri.
Menemukan Ajaran Spiritual Murni SHD ini memang benar-benar menemukan ‘Jalan Keselamatan’. Bentuknya tidak terduga dan hanya bisa dikenali apabila benar-benar mau berendah hati menjalankan ‘Laku Meditasi/Hening Pemurnian Jiwa’ dengan utuh.
Bisa disimpulkan bahwa selintas pertanyaan cangkem syaiton itu, bukan buah dari amnesia dadakan dengan identitas diri yang tertera dalam dokumen kependudukan. Bukan juga akibat penyangkalan terhadap situasi yang tidak diinginkan dalam kehidupan, dan juga bukan akibat meragukan eksistensi diri karena tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain. Tetapi, semacam ujian praktik tentang penerimaan diri dan keberserahan diri di level berikutnya, yaitu bisakah dengan sebuah kesadaran murni dalam melihat diri sendiri secara utuh tanpa bias dan distorsi.
Kemudian pertanyaan itu saya jawab dengan tegas dan dengan keyakinan penuh bahwa iya betul saya adalah praktisi spiritual murni dan pengayom bagi organisasi yang beroperasi berlandaskan kesadaran spiritual murni.
Ay Pieta yang tadinya merupakan pelanggan setia atas ketidakpercayaan diri ini telah membangun kepercayaan diri, setelah diasah untuk menghadapi banyak situasi penuh dengan penghakiman dan pelecehan sosial, terutama dari orang terdekat sebagai sumber trigger terbesar.
Kenyataan siapa diri ini sudah tidak lagi berada di area abu-abu dan bukan lagi ketidakpastian yang selalu ‘Menghalangi Potensi Diri’. Pemahaman bertransformasi seiring dengan semakin terbukanya cakrawala pandang tentang diri sendiri sebagai Jagat Alit dan korelasinya dengan Alam Semesta sebagai Jagat Ageng.
Belajar Spiritual Murni SHD dengan praktik ‘Mindfulness’ sudah sepatutnya membuka kesadaran dan meningkatkan kepekaan serta kewaspadaan diri (self-awareness), sehingga semakin mengenal diri sendiri dan sejatinya diri.
Bukan sebaliknya malah semakin tumpul dan semakin menebalkan ‘Gelembung Ilusi’ yang menjauhkan dari kebenaran.
Tinggal berkaca apakah praktik meditasi/heningmu sebagai praktik mindfulness sudah membuatmu lebih peka dan lebih berwawasan, atau malah sebaliknya semakin tidak peka dan wawasan semakin sempit berlindung dibalik kemampuan berdialog yang nyinyir dan bitter (penuh kepahitan dan kebencian).
Dirimu gimana? Sudah berhasil menemukan diri yang paling otentik melalui praktik mindfulness Spiritual Murni SHD?
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
14 Mei 2025
Reaksi Anda: