Skip to main content
Refleksi

NGAPAIN SIH BELAJAR MEDITASI PAKAI JOURNALING SEGALA?

31 August 2024 Ay Pieta No Comments

Mode belajar menjurnal ini memang temuan saya.

Saya dulu menjurnal karena hobi, tidak pernah diminta siapa pun, termasuk oleh Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD). Cara belajar saya memang berbeda dengan Guru SHD yang cukup dengan laku hening maksimal thok, lalu segudang pemahaman terinstal lengkap dengan sendirinya.

Maklum beda software, hihi.

Saya sangat pelupa, maka solusinya adalah mencatat, lalu dari catatan itu saya jadi ingat, bahkan tanpa membuka catatan. Yang terekam gerakan saya mencatat sehingga saya ingat apa yang saya tulis. Sejak sekolah cara belajar saya ya kayak gini karena sulit menghafal.

Dalam konteks ajaran Spiritual Murni (SM) SHD keinginan menuliskan pengalaman seru saat meditasi tentu merupakan keinginan sendiri karena saya merasa selalu perlu memvalidasi pemahaman dalam bentuk tulisan ala saya supaya tidak nyasar dalam ilusi buatan sendiri. 

Terlebih lagi banyak ‘bahasa’ ungkapan Guru SHD yang tidak match dengan bahasa ungkapan yang saya punya, maka saya selalu ingin menyamakan persepsi terlebih dahulu sebelum mengesahkan pemahaman itu sebagai konsep yang akan saya tancapkan di kepala. Sekali jadi konsep, biasanya saya akan berpegang teguh pada hal itu.

Bisa dibilang kesungguhan saya menjurnal sama dengan kesungguhan saya latihan meditasi formal di masa itu, di masa fase belajar saya masih sama seperti teman-teman saat ini. Bagi saya, membaca kembali pengalaman meditasi, pengalaman belajar, dan hasil refleksi merupakan kegiatan yang lebih menyenangkan dan memuaskan hasrat ingin belajar saya ketimbang sibuk menikmati media sosial dan mengkhayalkan kehidupan milik orang lain.

Berefleksi juga semacam hobi sejak sebelum kenal meditasi yang disertai mode perenungan ini, karena dahulu kala saya selalu membutuhkan momen berkaca dari tindakan orang lain yang saya tidak suka untuk mendapatkan sebuah solusi akan sikap terbaik yang perlu saya lakukan. Jadi, ketika mulai kenal meditasi momen refleksi ini, semacam hobi yang melekat dan menjadi bagian dengan meditasi itu sendiri.

Bagi saya dulu, kata ‘merenung’ itu pengertiannya melamun, jadi saya selalu pakai kata refleksi diri karena ilustrasinya seperti berkaca pakai cermin. Saya terbiasa untuk sebisanya menahan diri sebelum memberikan sebuah respons untuk berkaca dulu; apakah saya melakukan hal yang sama atau tidak, kemudian memutuskan apa yang harus saya lakukan.

Ketika belum mengerti meditasi, kaca-mengaca ini hanya sebatas pengetahuan kognisi moralitas umum saja, minimal jadi mengerti apabila tidak suka dipukul, ya jangan memukul. Tidak suka lantai di rumah kotor, ya jangan ikutan mengotori lantai di tempat lain.

Setelah bermeditasi metode SMSHD, hobi refleksi ini menjadi sinkron. Hanya saja kali ini tidak terbatas pada konsep moral sederhana, namun lebih mendalam lagi karena konteksnya adalah dengan Sang Jiwa dan korelasinya dengan hukum Kosmik, bukan lagi di permukaan sebatas pengetahuan kognisi atas konsep moral bagi tindakan benar-salah saja. 

Ketika bertugas jadi Pamomong, kegiatan refleksi ini sangat membantu saya memperbaiki diri dengan membaca kembali interaksi dengan teman-teman yang saya bantu melalui bimbingan belajar. Saya banyak niteni diri sendiri dimana yang kurang pas dan perlu diperbaiki. Hasil refleksi tentu selalu saya mintakan validasi Guru SHD. Baru akhir-akhir ini saja refleksi saya tidak divalidasi dulu, tapi langsung saya share sebagai refleksi spontan dan saya siap diberi umpan balik dalam rangka meneladani sikap jujur dan bertanggung jawab.

Apakah di kesadaran sekian ini saya masih menjurnal? Ya tentu.

Hanya saja bentuknya berbeda dengan dulu, jurnal saya sekarang isinya panjang-panjang. Setelah ikut kursus menulis di Pusaka saya jadi banyak menulis jurnal model cerpen. Catatan evaluasi pun lengkap karena saya suka sekali dengan grafik dan diagram. Hasil refleksi dan jurnal saya malah banyak yang diunggah di website Persaudaraan Matahari karena sarat bahan belajar.

Menurut saya bentuk menjurnal ini berbeda-beda di setiap fase belajar, sesuai kebutuhan. 

Untuk yang masih malas dan belum disiplin meditasi: jurnal ini dipakai sebagai alat bantu yang diharapkan akan ‘memaksa’ diri untuk meditasi, perkara ada yang bohong atau tidak, ya nanti ketahuan sendiri melalui keadilan Semesta alias panen karmanya sendiri.

Untuk yang sudah rajin tanpa perlu diingatkan meditasi biasanya tidak perlu setiap meditasi ditulis juga. Pengalaman saya, misalnya 10x meditasi dalam 1 hari, pasti ada minimal satu yang syahdu dan ingin direkam dalam sebuah catatan sebagai bahan refleksi di esok hari atau sekadar untuk divalidasi apakah pengalamannya selaras atau tidak, kualitas heningnya berapa, nyasar tidak dalam khayalan, dst. 

Di sinilah mengapa parameter evaluasi SMSHD merupakan elemen penting proses belajar sebagai koridor yang memastikan apakah cara belajar teman-teman sudah berada di jalan yang tepat. Karena banyak juga yang mengaku sudah belajar sesuai ajaran, bahkan bersikeras sudah bisa meditasi dengan metode SHD, tapi ketika dicek dalam evaluasi yang presisi hasilnya tidak sesuai dengan pengakuan, ternyata hanya ilusi belaka.

MENGAPA MODE BELAJAR JOURNALING DILAKUKAN?

Pembelajar keheningan sedang menulis jurnal

Journaling dilakukan karena kebutuhan teman-teman sendiri, alias teman-temanlah yang ‘meminta’ jurus ini dilakukan. Kami sebagai petugas yang punya tanggung jawab menyediakan metode pendidikan terbaik tentu selalu berusaha menginovasi metode belajar sesuai kebutuhan teman-teman sendiri, kan yang punya keinginan untuk berhasil belajar, ya teman-teman sendiri. Maka kami upayakan dalam pengadaan alat, media dan wahananya.

Mode journaling ini baru saya aplikasikan di Program Kepamomongan batch 4, karena di akhir Kepamomongan batch 3 mulai tampak indikasi rajin meditasi tapi purifikasi mentok. Katanya rajin meditasi, tapi perilaku tidak ada perbaikan; katanya rajin meditasi, tapi tetap ‘budeg’ dengan sisi gelapnya sendiri; katanya rajin meditasi, tapi hasil evaluasinya mondar-mandir dalam rentang yang rendah.

Maka terpaksa saya keluarkan jurus menjurnal sebagai alat bantu untuk memaksa teman-teman ‘membuka kesadaran’ dari arah sebaliknya. Mau-tidak mau saya terapkan metode belajar dengan nuansa disiplin seperempat militer akibat rendahnya kemauan untuk memperbaiki diri dan memang selama ini tidak pernah ada yang punya keinginan secara natural untuk mencari solusi belajar terbaik tanpa diminta. 

Jadi, mode belajar ini sebenarnya merupakan alat bantu untuk meningkatkan proses belajar, bukan alat penyiksaan. Dan sudah dibuktikan melalui sampling program kepamomongan bahwa  journaling sangat berguna untuk melatih kejujuran. Karena tanpa kejujuran, bagaimana bisa melangkah pada perbaikan? Sudah jujur pun masih banyak yang tidak mau melangkah menuju perbaikan, lalu apa kabar bagi yang masih sulit untuk jujur?

Masih banyak indikasi psikologis yang bisa ditangkap melalui mode journaling ini, yang manfaatnya adalah untuk perbaikan diri. Dari mode journaling ini minimal teman-teman akan ‘terpaksa’ latihan berefleksi dengan cara yang tepat.

Latihan bercerita dengan jujur, latihan menentukan sikap yang tepat, latihan membuka diri, latihan mengenal sisi gelapnya sendiri, dan yang paling penting adalah latihan memperdalam pemahaman ajaran smshd dengan membedah korelasi parameter evaluasi dengan perilaku diri sendiri. Seperti apa perilakumu di keseharian disandingkan dengan jumlah dan teknik meditasimu dan angka evaluasi yang kamu dapatkan. 

Inilah proses yang disebut Guru SHD dengan pembuktian dan penyaksian atas apa yang diajarakan, teorinya ada, hasil eksperimen ada, maka dari sini akan terbuka pemahaman yang otentik akan ajaran Teori Dasar SMSHD, bukan hanya sekadar dihafal dan diagung-agungkan, namun belum pernah mengalami dan menyaksikan kebenarannya. 

Jadi, jangan maunya menyaksikan dengan cara bisa melihat adegan dan gambaran mistis mata ketiga seperti yang banyak dipropaganda melalui ajaran di luar Persaudaraan Matahari, ya. Ini pola pikir yang tidak tepat karena akhirnya hanya mengharapkan bisa nerawang dan merasa apabila belum bisa nerawang, maka tidak bisa membuktikan dan menyaksikan.

Pembuktian dan penyaksian ini juga bisa dilakukan dengan refleksi jujur. Misalnya, kamu tahu bahwa hari ini kamu berbuat dosa, minim hening, tapi ketika ada sidak LoC (Level of Consciousness), angkanya tidak turun, nah di sinilah kejujuranmu diuji, berani tidak mengakui perilaku tidak selaras itu dalam jurnal? Inilah pembuktianmu dan penyaksianmu, mampu tidak jujur atas penyaksianmu sendiri ini?

Jadi silakan, latihlah disiplinmu melalui menjurnal pengalaman belajar meditasimu dengan kejujuran. Pencitraan jurnal indah maupun yang dibuat sedemikian rupa agar terlihat rumit kusut bundet dalam drama tidak akan membawa pada perbaikan.

Mulailah bersikap rendah hati dengan tidak berilusi merasa mampu belajar tanpa journaling karena buktinya masih banyak yang budeg dengan bentuk nyata manifestasi dari sisi gelap diri sendiri.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
30 Agustus 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda