
Dulu ketika masih jadi kolektor kalimat bijak, rasanya seperti tidak punya kompas yang paling ajeg, belum punya north star. Di tengah carut marut dunia yang saling mencaci dan merasa paling benar, pegangan yang saya miliki hanyalah kalimat bijak. Tanpa arah kompas, minimal ada nilai hidup yang sangat abu-abu ambigu; kalau belum bisa berbuat baik dan menolong orang lain, minimal jangan berbuat buruk.
North star adalah ungkapan yang menggambarkan tujuan yang paling jelas dan terang benderang sehingga mudah untuk menavigasi arah. Arti harafiahnya adalah Bintang Utara (Polaris) yang terlihat terang di langit malam. Posisinya tetap di langit utara dan telah digunakan selama berabad-abad untuk bernavigasi karena berfungsi sebagai penanda arah utara yang konsisten. Posisi bintang ini tidak pernah berubah karena rotasi seperti bintang lainnya, sehingga dapat diandalkan sebagai penunjuk arah.
Setelah belajar ‘Seni Hidup Berkesadaran Setyo Hajar Dewantoro’, baru mengerti ternyata hidup itu ada tujuannya. Bukan ‘Tujuan Cetek Seumur Jagung‘, bukan tujuan untuk memenuhi standar yang diciptakan oleh sosial budaya, tetapi ‘Tujuan yang paling Bermakna’, paling luhur. Mungkin banyak yang bingung apa sih tujuan luhur, saking seumur hidupnya hanya mengenal tujuan yang cetek.
Saya juga begitu, baru kenal tujuan luhur karena belajar ‘Seni Hidup Berkesadaran SHD’. Tadinya tidak mengerti sama sekali, bahkan tidak pernah menyangka ada. Menjadi manusia yang kesadarannya masih tidur nyenyak, belum bangun, sehingga terdiskonek maksimal dengan tujuan yang luhur, berjarak sangat jauh, terhalangi oleh berjibun hasrat ego yang egoistik, koleksi ‘Sisi Gelap (shadows/ darkside)’, dan ‘Mental Block’ yang luber-luber. Gara-gara sisi gelap dan mental block dibersihkan, akhirnya saya mengerti apa itu tujuan yang luhur, sebagai panduan kompas yang paling bermakna.
Semakin dalam menjadi praktisi ‘Meditasi/hening Penjernihan Diri’, semakin terbuka kesadaran, semakin jernih isi kepala dari sisi gelap, maka north star makin tampak.
Kalibrasi dalam rangka ‘Menemukan Tujuan’ yang paling luhur berlangsung bertahap, pelan-pelan, sejalan dengan proses bersih-bersih yang membuka kesadaran menjadi semakin jernih (inner clarity). Kejelasan tujuan bisa saja bukan berupa tujuan yang luhur. Tujuannya memang jelas, tapi salah server. Maka, tujuan luhur yang selaras dengan Rancangan Agung, memang perlu ditemukan dulu melalui jalur yang tepat, agar tidak hanya menjadi hiasan cantik yang bisa dihafalkan dan diucap.
Menilik sekian banyak drama dalam proses belajar ‘Seni Hidup Berkesadaran SHD’, akar masalahnya selalu balik kepada variabel ini. Variabel tujuan luhur atau north star yang dianggap utopia, sulit dipercaya, dan mendapatkan respons penuh skeptisisme. Dianggap khayalan halu dan mimpi indah yang hanya ada dalam kisah fiksi. Memang sih, tidak bisa memaksakan untuk mengerti dan percaya, sebelum melangkah dalam aksi dan praktik dengan totalitas.
Pembuktian dan kesaksian hanya bisa dilakukan kalau serius praktik ‘Seni Hidup Berkesadaran SHD’.
Praktik yang disertai dengan kesungguhan dan totalitas ya, bukan hanya praktik berupa duduk merem sila 3-5x sehari dan mengumpulkan jurnal untuk memenuhi syarat administratif saja.
Dulu, masih diberi toleransi besar bagi yang hanya mau menikmati iseng berhadiah, main genit-genitan, hura-hura metafisika, cari-cari sensasi yang uwow yang bisa dipamerkan, adu kuat-kuatan, dan berbagai ketidakseriusan dalam belajar membangkitkan kesadaran. Mode belajar zaman ‘Orde Lama’ memang seperti kumpulan party goers. Para fans club hanya pesta pora dalam gelembung ‘Bosting Energi’ yang berlimpah ruah. Dan semua pihak (ternyata) hanya mau memanfaatkan kedekatan dengan bapak guru yang sakti, semaksimal mungkin tanpa pernah benar-benar menghayati ajarannya. Semua fasilitas platinum itu ternyata hanya menghasilkan individu yang semakin manja, semakin baperan, semakin keras kepala, semakin ilusif ‘PMS’, semakin malas, tidak mandiri dan hanya menanti keberuntungan dan keuntungan.
Kalau mengingat cara belajar saya enam tahun lalu, memang berbeza 180 derajat dengan mayoritas anggota komunitas. Bisa dilihat bahwa kontradiksi proses yang ekstrem, menghasilkan produk dengan gap kualitas yang ekstrem juga.
Antara yang memilih ‘high gain’ dan memilih high risk memang bisa dibuktikan secara kasat mata, tidak peduli seberapa tebal isi dompet atau seberapa tinggi jabatan dan pendidikan.
Tujuan cetek yang saya pegang dahulu pun dianggap mustahil, too good to be true kalau kata teman seperjalanan. Saya memang memulai belajar dengan tujuan yang recehan untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga saja, tapi tidak pernah dengan life value yang egoistik. Sehingga tidak pernah punya keinginan untuk mendapatkan solusi instan, tidak pernah berusaha menghalalkan dengan segala cara, tidak pernah terpikir untuk memanipulasi dengan kebaikan yang penuh hasrat egoistik.
Yang saya cari memang bukan tempat pelarian, bukan mencari kenyamanan. Malah saya tidak pernah tahu kalau meditasi adalah untuk cari nyaman. Saya tidak mencari reputasi dan popularitas, dan bukan untuk mencari teman, jodoh atau sahabat setia. Saya tidak mencari penghiburan, tidak mencari fasilitas istimewa, tidak mencari solusi instan walaupun hidup sangat jauh dari sempurna. Yang dicari hanya cara meditasi yang mudah, agar tidak perlu ke rumah sakit, tidak perlu bayar premi asuransi, tidak bikin susah orang lain gara-gara merawat saya sakit, dan tidak mati merana.
Berkaca dari cara belajar selama enam tahun belakangan ini, ternyata saya memang paling minim berhura-hura. Jarang hadir acara offline dan bukan pihak yang diajak mengikuti acara eksklusif bagi member platinum. Member seperti saya, yang tidak berpotensi memberi donasi besar dan tidak terlalu percaya kesaktian, memang hanya dianggap kayak debu. Tapi saya merasa sangat beruntung dengan menjadi debu, karena malah sangat fokus mendalami dan menikmati ajarannya.
Saat ini toleransi sudah sangat minim. Guru Kehidupan SHD sudah wanti-wanti dari jauh hari untuk tidak mengabaikan darurat berkesadaran ini. Kerendahan hati memang pintu gerbang transformasi, begitu mau berendah hati sudah pasti proses belajar mengajar akan lebih lancar, mulus, minim drama, dan tidak membuang waktu hanya untuk eyel-eyelan siapa lebih benar. Bagi yang masih menolak berendah hati, apalagi yang merasa punya privilege member premium sehingga tidak perlu berendah hati, mari kita lihat hasilnya seperti apa.
“Kebenaran sejati akan tersingkap di saat kematian tiba”. ~ SHD
Mari berpegangan pada ‘Raison d’Etre’ yang paling luhur, ‘Clarity of Purpose’ yang tidak salah server, tujuan yang tidak mudah goyah, north star yang selaras dengan Rancangan Agung. Hayati dan praktik core value yang luhur sebagai koridor yang sepadan dengan North Star. Minimal dihafalkan dulu supaya tercetak di kognisi. Menjadi pegangan teori bijak dengan apa yang sudah diketahui secara teoretis sambil pelan-pelan membuka kesadaran. Agar terjadi proses internalisasi melalui penjernihan lapisan kesadaran, dan menemukan kemudahan untuk aplikasi dalam kehidupan.
“The only miracle is to be consciously authentic, honest and your blissful self in this infinite journey.” ~ The Art of Conscious Living
Ay Pieta
Pembimbing dan Direktur Persaudaraan Matahari
20 Oktober 2025
Reaksi Anda: