Kesana Pertama
Kaget, surprise, ndak percaya, itulah yang pertama kali saya rasakan saat menerima hasil evaluasi mendadak dari Mas Guru (17/11/2023) di WhatsApp Grup (WAG) Sagrada Center. Level of Conciousness (LoC) saya mencapai 500. Kesan tak percaya itu muncul karena biasanya pasti terkena dampak dari boosting-an Mas Guru. Dan, memang Mas Guru sudah menulis disclaimer “belum tentu stabil”. Tapi, ada rasa bahagia membuncah, namun tetap mawas diri agar tidak euforia berlebihan, lalu menerima dengan syukur dan berterima kasih pada Gusti sudah diberikan kesempatan untuk mencicipi LoC tersebut.
Kemudian, tak berselang lama, sehari setelah tiba di Moskow (19/11/2023), kembali kami para leader dan calon leader di WAG Sagrada mendapat sidak. Dan, kali ini di luar dugaan. Skor LoC saya naik ke 600. Sempat Mas Guru bercanda dengan mengatakan, “Pak Nyoman dapat pencerahan di Rusia”. Sekali lagi hanya bisa mengucap syukur pada Gusti atas anugerah yang dilimpahkan.
Refleksi Diri
Pasti banyak yang bertanya, “Bagaimana bisa mencapai LoC 500?”
Bagi saya pribadi, sejak awal bergabung dengan Persaudaraan Matahari (PM) tidak pernah terbayang akan bisa merasakan LoC sekian, walau dulu seperti hanya sebatas impian yang nun jauh di sana (mengingat level pencerahan ala SHD yang bertingkat-tingkat). Rasanya seperti main film Mission Impossible. Tapi, dari dalam hati ada kesungguhan niat untuk membuktikan bahwa saya juga bisa menitinya, mencapai pencerahan perdana (Shanaya), seperti yang dicontohkan oleh Mas Guru, Mbak Ay, Mas Komeng, dan teman-teman seperjalanan yang pernah sampai di titik tersebut, meski ada beberapa yang “terpeleset” dan harus memulai lagi dari awal. Dan ternyata ketika momennya tiba, judul film-nya berubah menjadi that mission is possible.
Kembali ke pertanyaan, terus terang susah juga menjawabnya karena seolah dan memang bukan karena proses yang singkat dalam satu-dua hari lalu LoC melesat naik. Tapi, saya yakin karena proses panjang dan bagaimana keteguhan kita dalam berproses (jadi ingat tulisan pertama saya di web Pusaka Indonesia di tab KIPRAH yang berjudul “Perjalanan Spiritual: Kesetiaan Berproses di Jalan Keheningan”). Saat itu saya baru mulai mengenal dan melaksanakan ajaran Mas Guru, yang kemudian dikenal dengan spiritual murni ala SHD ini sejak 2018. Artinya, sudah hampir 5 tahun ini, meski sempat terseok-seok di awal, tapi tetap terus bertahan dengan segala jatuh-bangunnya, kesambet, waras, kesambet lagi, waras lagi. Beruntung saya masih bertahan dan setia di jalan ini, melihat teman-teman seperjalanan, bahkan yang sempat di lingkaran inti Mas Guru pun tidak sedikit yang mundur, terjatuh, dan menjauh.
Kalau boleh dianalogikan, proses ini seteguh air cucuran atap yang mampu melubangi batu karena efek tumbukan yang terus menerus dalam jangka waktu lama. Inilah yang saya coba buktikan, seperti yang sering diwedarkan oleh Mas Guru, Mbak Ay, bahwa kunci keberhasilan di jalan keheningan, jalan keselamatan ini adalah ketulusan, ketekunan, dan konsistensi, lalu pasrah apa pun hasilnya.
Bila ditarik mundur ke belakang, seingat saya perbaikan diri dan cara belajar hening berawal dari awal tahun, jelang persiapan program pamomongan batch 7. Dalam tempaan di WAG Sagrada Center, kami selalu dievaluasi berkala, diberikan umpan balik dan saran apa yang harus diperbaiki.
Berikut ini hal-hal yang saya coba fokuskan, antara lain:
- Kerendahan hati; di sini perlu kerendahan hati untuk menerima saran, masukan dari Mbak Ay, Mas Guru, tidak ngeyel saat dibilang kesambet, tidak baper, apalagi pundung. Tapi dengan rendah hati mengakui skor evaluasi karena itulah realitas jiwa yang sebenarnya.
- Ketulusan; kembali meluruskan niat untuk benar-benar tujuannya hanya memurnikan jiwa raga, bukan hasrat egoistik agar cepat tercerahkan atau yang lainnya.
- Ketekunan; frekuensi meditasi formal (medfor) ditingkatkan atas saran Mbak Ay, dengan cara menyempilkan beberapa kali medfor dengan audio durasi pendek di sela kegiatan rutin harian. Tiap ada waktu luang langsung saya gunakan untuk melipir sejenak buat medfor. Namun, perlu kesungguhan niat juga, tidak hanya mengejar jumlah sesi medfor, tapi hasilnya zonk (karena tidak dilakukan dengan tulus melainkan ambisi). Secara hening informal juga ditegaskan untuk sungguh-sungguh diniatkan latihan hening, topo ing rame, menyadari nafas dan bersyukur sebisa mungkin, seingat mungkin di saat beraktivitas.
- Konsistensi; latihan hening yang sudah tekun perlu dipertahankan, dijalankan secara terus-menerus, konsisten. Tidak hanya hangat-hangat di awal, merasa cukup lalu berhenti. Tapi dilakukan secara berkelanjutan, tanpa jeda, selama nafas masih dikandung badan.
Salah satu yang jadi pembelajaran dan pemahaman baru yang diterima saat perjadin ke Russia adalah tentang berserah diri, pasrah, biarlah memang diri ini menjadi wahana bagi bekerjanya kekuatan Semesta yang tanpa batas. Karena secara nalar pikiran, sungguh tantangan yang luar biasa perjadin kali ini. Mulai dari kembali “dijauhkan” dengan keluarga, dari tiga yang seharusnya berangkat, tinggal saya seorang mewakili pimpinan dan sekretariat (yang berhalangan sepekan jelang keberangkatan), begitu sampai disambut dengan suhu -9 derajat, shower salju hingga hari ini, harus mempersiapkan (cek/update) ppt untuk presentasi, belum lagi berjuang untuk tetap tekun, konsisten tanpa meninggalkan medfor dan TiR di keseharian. Seolah ditantang Semesta berani atau tidak? Bisa dihitung berapa sigel dan turunannya yang bisa muncul dari sekian tantangan di atas, dan kalau tidak dihadapi, diproses dengan hening dapat dipastikan pasti melorot jauh skor LoC.
Dan di sini, tepat saat diukur LoC 600 seperti dapat pemahaman baru, bahwa pekerjaan harian kita masing-masing memang jelas-jelas bagian dari ujian praktik di jalan keheningan, tidak ada yang terpisah (persis yang pernah disampaikan Mbak Ay, baru mudeng setelah mengalami sendiri). Sungguh bukanlah praktik hening jalan sendiri, hanya sekadar membebaskan dari jeratan Dark Force (DF). Di sisi lain pekerjaan juga jalan sendiri, hanya rutinitas berulang (business as usual) yang didasarkan hasrat egoistik hanya untuk dapat uang, jabatan, atau pencitraan. Bukan seperti itu, tapi medfor terus dilakukan baik kesambet DF atau sudah jernih, tujuannya tetap untuk proses pemurnian jiwa. Melaksanakan pekerjaan tidak berdiri sendiri, namun satu paket dengan hening informal, di-upgrade dari kebiasaan lama dengan menambah-kuatkan hening informal di segala kegiatan, tindakan, saat bekerja atau beraktivitas sehari-hari.
Tidak Lanjut ke Depan
Lalu, so what, kalau sudah pernah mencapai LoC 500 apakah ini sudah aman, beres? Ternyata masih banyak PR lagi, setidaknya untuk mempertahankan, lalu bertahap naik menapaki tangga kesadaran berikutnya.
Jadi ingat pesan dari Mbak Ay, pamomong di Persaudaraan Matahari, “LoC 500 itu masih amat sangat rentan untuk jeblok. Saya selalu menganggap ini semacam pitstop yang harus dijaga dengan kewaspadaan lebih besar lagi ketimbang sebelumnya, dengan kerendahan hati yang lebih besar lagi ketimbang sebelumnya, dan semua hal harus lebih besar lagi ketimbang sebelumnya.”
Dengan capaian ini saya tidak akan berpuas diri, tetap melanjutkan perjuangan, masih banyak sigel yang perlu dibereskan. Dan anehnya, yang saya rasakan malah jadi semacam “kecanduan” untuk melakukan hening formal/informal, kapan pun dimana pun, seperti mulai terbentuk habit, kebiasaan baru. Biarlah saya dikuatkan untuk terus setia berproses di jalan keheningan ini, karena hasil tidak akan mengkhianati proses.
Terima kasih Mas Guru SHD, Mbak Ay atas bimbingan penuh totalitas, limpahan kasih murni, serta berkatnya.
Dr. Nyoman Suwartha
Dosen di Universitas Indonesia, Leader di Persaudaraan Matahari, Sekjend Pusaka Indonesia
Reaksi Anda: