Hasil evaluasi kesungguhan dan ketekunan belajar saya dengan persentase 100% adalah kondisi saya saat ini, dimana laku hening pada level kesadaran saya akan terlalu sulit untuk dimengerti apabila dipakai sebagai contoh. Maka, saya tarik mundur ketika saya belajar pertama kali di tahun 2019, yakni saya yang masih baru banget belajar dan masih bodoh dengan ilmu spiritual.
Sebelum belajar di Persaudaraan Matahari (PM), Level of Consciousness (LoC) saya 100. Dan, sebelum menuliskan ini, saya meminta evaluasi Mas Setyo Hajar Dewantoro (SHD), persentase kesungguhan dan ketekunan saya di awal belajar tahun 2019 adalah 40%. Jadi secara matematis, dengan modal kesungguhan dan ketekunan 40% yang saya pertahankan dan tingkatkan terus tanpa henti, maka lima tahun kemudian saya mencapai sebuah level kesadaran saat ini.
Yang saya lakukan di tahun 2019 adalah saya berlatih hening dengan super tekun dan super serius. Yang saya ingat, saya tidak merasa latihan hening sebagai beban, bahkan saya tidak sadar kalau latihan seserius itu, yang terasa hanya sukacita ketika melakukan. Total waktu yang saya habiskan untuk latihan meditasi berkisar antara 8-10 jam dalam sehari, baik formal maupun informal.
Dulu saya merasa hanya latihan meditasi formal saja, namun karena harus selap-selip dan berbarengan dengan banyak aktivitas saya yang cukup padat dalam sehari, maka secara tidak sadar porsi latihan meditasi informal saya pun cukup banyak. Dulu tidak ada yang mengajarkan untuk berdisiplin latihan, tidak ada yang memberi contoh dan arahan detail seputar disiplin latihan hening seperti sekarang. Tidak ada program kepamomongan dan kajian tiap minggu sebagai jaring pengaman.
Semua saya lakukan atas inisiatif saya sendiri. Saya lakukan atas dasar keinginan saya sendiri yang dilakukan dengan mandiri menemukan cara latihan yang paling pas di tengah kesibukan harian. Dulu tidak ada parameter evaluasi sebanyak dan sedetail saat ini. Parameter kualitas hening pun belum ada. Jadi, saya latihan hening benar-benar atas dasar kemauan diri saya sendiri, karena saya menikmati latihannya.
Saya latihan bukan karena ingin mencapai/mendapatkan angka sekian, atau ingin terhubung dan menemukan Diri Sejati. Tidak pernah juga punya keinginan untuk berkesadaran setinggi ini. Latihan hening setulusnya saya lakukan karena saya menyukai dan sangat menikmati meditasi dengan metode yang diajarkan Mas SHD.
Arahan Mas SHD dulu singkat banget, maksimal tiga kata, “Hening”, “Lebih hening”, “Kurang hening”, “Temukan dalam hening”, “Harus sadar penuh”. Dari arahan singkat itu saya terus latihan hening tanpa mengerti dengan pasti apa yang dimaksud oleh Mas SHD.
Terus terang, ketekunan sebesar ini baru saya sadari ketika beberapa tahun kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana cara saya berlatih hening sehingga mencapai level kesadaran saat itu?” Saat itu belum ada skor ketekunan seperti sekarang ini, maka tidak pernah berwujud dalam angka. Saya hanya mengerti bahwa ketekunan yang saya lakukan ternyata di atas rata-rata semua murid Mas SHD.
Latihan hening yang saya lakukan tidak pernah saya hitung dan tidak pernah saya rencanakan. Kapan pun dan di mana pun saya ingat, langsung saya lakukan. Saya bisa latihan hening merem melek di tengah meeting, bahkan saya rela meninggalkan banyak aktivitas yang saya anggap kurang penting hanya demi memiliki momen latihan hening yang lebih syahdu.
Jadi, tepat seperti yang Mas Komeng sampaikan, bahwa Kesungguhan Laku Hening dalam ajaran spiritual murni tidak lain adalah masalah skala prioritas, “Apa yang terpenting dalam dalam hidup?”
Karena hening metode SHD ini ‘kan bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, dan sambil melakukan apa saja, tidak perlu dipisahkan dengan aktivitas sehari-hari. Sepenting-pentingnya aktivitas, semua bisa dilakukan sambil hening, dan selalu ada jeda untuk merem dan hening.
Sesimpel ketika bangun melek di pagi hari, apa yang jadi prioritas dalam pikiranmu. Apakah dirimu pernah ingat untuk bersyukur pagi hari masih bisa melek dan bangun berkat nafasmu atau sudah sibuk dengan rencana aktivitas yang sudah disusun untuk hari itu, pakai baju apa dan akan ke mana.
Atau bagi yang sering melamun di tengah aktivitas, gantilah waktu melamun itu dengan hening, sehingga tidak ada alasan sibuk. Karena selama nafas ada, maka bisa hening.
Kalau mau diurai lagi, kesungguhan dan ketekunan itu hasil sebuah kemauan. Mau hening atau tidak mau hening, keduanya adalah tindakan hasil kemauan kita sendiri, terlepas dari apa intensimu dibalik kemauan tersebut.
Ay Pieta
Direktur dan Pamomong Persaudaraan Matahari
4 Maret 2024
Reaksi Anda: