Refleksi skor tingkat kesungguhan belajar hening atau seberapa serius memprioritaskan hening yang diukur pada 4 Januari 2025 skor kesungguhan 6.5
Membuka catatan rapotan saya waktu dulu masih rajin mencatat, pernah ada evaluasi tanggal 4 Maret 2024 skor tingkat kesungguhan dan ketekunan adalah 2/10. Dari skor 2/10 ke 6.5/10 saya berefleksi melihat ke belakang, apa saja perubahan dalam perilaku yang saya lakukan.
Dari sejak ikut program kepamomongan yang pertama kali (Kepamomongan Batch 7 bulan November 2023), saya mendapat pengertian kalau saya ini punya Sisi Gelap (Sigel) ambisi dan kompetitif. Jadi, heningnya mengejar angka. Meditasi Formal (Medfor) boleh sampai 8–9 kali. Tetapi tidak memperlihatkan kemajuan pada angka kualitas heningnya. Ambisi membuat spaneng. Kalau spaneng, ya kualitas heningnya menjadi rendah. Sigel ambisi dan kompetitif memberi efek kontraproduktif pada laku hening. Kayaknya seperti rajin, tapi malah menurunkan hasil akhir.
Setelah itu ikut lagi kepamomongan batch 8 di awal tahun 2024, selesai kepamomongan Level of Consciousness (LoC) 150. Kemudian saya mengalami stagnasi, dari Januari – Mei 2024, LoC stabil di angka 150. Namun saya tetap jalankan heningnya. Di dalam hati seakan ada yang bicara, kamu tetap mau lakukan hening nggak, walaupun kamu tidak melihat perubahan apa-apa. Tetap jalankan hening nggak? Walaupun angka LoC-mu tetap segitu.
Selama perjalanan lima bulan itu, saya belajar tentang setia jalani proses, menikmati momen. Saya merasa ambisi sedikit-sedikit terkikis, obsesi terhadap angka juga lama-lama berkurang. Tapi pernah ada satu momen, saya chat Mbak Ay, waktu itu awalnya tentang kejernihan energi. Pembelajarannya adalah saya heningnya masih kurang pasrah, masih kejar angka. Hehehe. Ternyata, PR saya masih berkutat di sini.
Proses belajar hening saya bertambah porsinya ditambah dengan praktik, dengan ikut banyak kegiatan Pusaka Indonesia, lembaga sosial nonprofit kebangsaan yang didirikan oleh Mas Guru. Dengan segala dinamika dan tantangan yang dihadapi dalam kegiatan atau selama penyelenggaraan event, saya semakin menyadari bahwa hening itu bisa menjadi pegangan yang membuat kita lebih siap dan tangguh. Saya jadi lebih sering Medfor dan lebih ingat sadar nafas waktu Tapa ing Rame (TiR), dan kesungguhan jadi bertambah, karena hening menjadi sumber kekuatan saya untuk bisa jalankan tugas.
Dengan kesungguhan ketika hening, saya juga semakin bisa menyadari, pikiran saya dominan fungsi analisis dan memori. Saya pernah eksperimen/latihan. Saya Medfor buka mata sambil lihat stopwatch, saya lihat pikiran keluar masuk (pikiran liar) itu berjalan selama berapa menit, lalu saya titeni kapan dia mulai surut, mulai berhenti lalu–lalang di otak. Ternyata, berhenti di menit keempat. Medfor berikutnya, saya sambil kelola pikiran, jadi ketika pikiran sudah muncul, saya sadari pikiran itu, lalu bawa perhatian ke aliran napas (bukan mengikuti gerak pikiran), saya latih itu sampai menitnya turun. Medfor berikut, turun ke menit ketiga, kedua, sampai 0. Pikiran cuma terpampang aja di otak, tapi kemudian perhatian bisa dengan lebih luwes dialihkan ke napas. Sampai sekarang saya masih latihan seperti ini, tapi sudah tidak pakai stopwatch lagi.
Di akhir tahun 2024 pembelajaran saya makin intensif. Mulai lebih sadar, bahwa goal-nya adalah bersyukur di setiap tarikan dan embusan nafas. Artinya, hening sepanjang masih bernapas.
Menyadari diri ini masih ada gap. Saya belum bisa sampai tahap itu. Kemudian ada momen yang bisa jadi receh. Setiap ikut klaster kan ada foto bersama di akhir sesi. Saya perhatikan foto diri sendiri, kok tidak happy, ya. Di awal niatkan senyum, tapi yang ter-capture (atau di mata saya melihatnya) wajah tidak bahagia. Lalu saya ngerti, saya ini kurang bersyukur. Lalu, supaya saya bisa lebih bersyukur, saya buat alarm di hp, setiap satu jam untuk bersyukur. Bersyukur yang sambil merasakan nafas. Kalau saya bisa Medfor, saya Medfor singkat 10 menit. Kemudian selesai Medfor tetap usahakan mode merasakan nafas itu ketika melek, semampunya, sampai nanti alarm bunyi lagi di jam berikutnya.
Saya banyak belajar juga dari pengalaman teman-teman. Misal, ada nasihat Guru dan Mbak Ay untuk teman-teman, itu saya terapkan juga. Oh, untuk hening perlu lengkapi semua variabel-variabelnya. Seperti yang di live FB Guru, variabel seperti niat yang benar, ketulusan, kesungguhan, mengosongkan gelas, kepasrahan. Semua itu sebisa mungkin dipraktikkan waktu hening.
Yang paling terbaru pembelajaran saya tentang melepas pemahaman meditasi untuk mengejar kenyamanan. Karena pada praktiknya, semakin ke sini, saya meditasi semakin tidak syahdu. Sendawa nggak berhenti dari awal sampai akhir, rasa nyut-nyutan entah di bagian mana di badan, bisa mual dan diare beberapa jam setelah meditasi bersama (ini saya pikir saya salah makan, bercerita pada Mbak Ay ternyata efek penyelarasan). Jadi, sekarang meditasi saya tidak ada mikir mesti begini, mikir mesti capai itu, capai ini. Ya, hanya hadir di setiap momen tarik–embus nafas. Apa pun sensasi dan pengalaman yang saya rasakan.
Pembelajaran hening yang terbaru juga adalah tentang kepasrahan. Skor kepasrahan saya masih kecil sekali. Jadi saat ini sedang banyak latihan untuk lebih pasrah ketika Medfor, yang berefek juga ke kehidupan sehari-hari. Saya sudah lebih jarang spaneng, karena lebih banyak latihan pasrah.
Natalia Puri Handayani
Pembelajar Keheningan Persaudaraan Matahari
5 Januari 2025
Reaksi Anda: