Skip to main content
Refleksi

Refleksi Webinar Belajar Hidup: Menuntaskan Penyembuhan Luka Batin

22 July 2025 Nenden Novianti Fathiastuti No Comments

Sungguh satu minggu yang menakjubkan untuk saya, sejak berjatah di-laundry dalam event Retreat Solo minggu lalu, dan saya tidak mau menyia-nyiakan anugerah momentum pemulihan ini. Betul sekali yang tadi Mas Guru sampaikan di webinar, punya ‘Luka Batin yang dipelihara itu seperti membawa gembolan di punggung ke mana-mana, berat banget dan melelahkan. Selama ini rasanya saya ini seperti tak berdaya untuk melepaskan gembolan itu, mental korban masih melekat banget, merasa bahwa ini terjadi karena kesalahan orang lain. Mereka yang jahat telah melukaiku. Lupa berkaca bahwa sebetulnya kontribusi kesalahan diri sendiri juga sebetulnya malah yang porsinya lebih banyak. Saya drama queen yang jago memanipulasi dan berimajinasi, sehingga sebuah peristiwa yang biasa aja bisa dipoles jadi sangat dramatis agar kemudian saya berhak diperhatikan dan didukung. 

Koleksi luka batin saya sebetulnya kalau mau jujur, adalah hasil ciptaan saya sendiri. Bikin-bikin sendiri, menderita sendiri, luka batin sendiri. Lieur!

Berusaha mencari solusi ke sana kemari selama ini dari berbagai terapi dan konseling, sampai workshop healing ina-inu dengan beragam teknik diikuti. Hasilnya zonk. Akhirnya bertemu Mas Guru, dan bertahun-tahun menjadi murid beliau dengan pola berdukun, Mas Guru lah yang menjadi problem solver masalah-masalah hidup saya. Sungguh terlalu manjanya. 

Meditasi memang membuat saya jauh lebih baik, tapi luka batin tetaplah bercokol hingga bertahun-tahun ini. Karena ternyata cara meditasi saya tekniknya ndak tepat, hening yang benar saja belum dua tahun saya bisa. Itu pun kualitasnya pas-pasan, tapi sering kesundul nampak tinggi yang ternyata hasil boosting-an, begitu juga angka LoC yang sempat melambung (yang porsi boosting-an gede) itu membuat lupa diri, bahwa angka kesadaran sekian itu masih belum sepadan dengan laku hening saya yang sesungguhnya. Perilaku saya di keseharian juga masih belum berubah banyak. Masih sombong dengan segala manifestasi perilakunya, masih kompetitif, masih nggak tulus, masih belum totalitas dan seabrek watak angkara lainnya.

Saya dilanda virus ‘PMS akut, merasa sudah bisa sudah paham, padahal itu semua boosting-an, dan dengan pede merasa sigel-nya udah nyaris beres. Padahal semua tentu saja ilusi, ketika jatuh tempo, jatah boosting-an yang selama ini jadi pinjaman alias kas bon mulai menipis, bahkan habis, kesadaran pun perosotan, sigel-sigel yang (sebetulnya) memang belum beres berhamburan, sementara hening dengan teknik yang benar dan kualitas yang memadai belum mampu. Jadilah kesadaran saya kayak mainan ular tangga naik turun perosotan, bolak balik kejeblos di lubang yang sama. Sombongnya gak uwis-uwis. Akarnya rendah diri yang mengayun jadi bandul ekstrem si kesombongan ilusif itu (dengan segala varian dan turunannya yang banyak beranak-pinak) masih bercokol.

Rendah diri yang menjadi akar dan merupakan sigel babon saya ini memang ternyata luput terbereskan dengan tuntas selama ini. Rasanya sudah beres hanya karena udah nggak baper lagi sama Ibu dalam sebuah interaksi, kemudian sudah bisa santuy menghadapi beliau. Feeling okay yang semu ini dianggap sudah beres. Padahal tentu saja belum, karena faktanya perilaku saya belum berubah, masih memproyeksikan sigel ini ke Mbak Ay dan teman-teman lainnya. Saya masih ngilu dan pedih kalo teringat sesuatu terkait dengan itu, dan masih belum mau menghadapi Ibu secara fisik. Lima tahun saya menghindari mudik lebaran dengan berbagai dalih.

Jadi kunci pemberesan/penuntasan luka batin apa pun variannya itu seperti yang Mas Guru sampaikan tadi ya meditasi yang sering dengan kualitas yang baik, agar keran air pancurannya lancar untuk terus-terusan mengalir membersihkan noda-noda kerak dan karat sigel membandel itu. Logika ini dulu saya belum nangkep, bahkan (ternyata) masih meragukan keampuhan energi pemulihan kasih murni dari Sang Sumber di pusat hati ini. 

Karena cuma mengandalkan pikiran yang serba terbatas tapi merasa sok tahu (sombong), yakin “gini aja” bisa nyembuhin luka batin puluhan tahun? Sok tahu banget karena ngerasa udah dicoba cari cara ina-inu ndak ada yang manjur. Eh, ternyata ya emang salah cara, di tempat-tempat yang dulu saya coba itu cuma dijejelin dengan afirmasi, positive thinking, hipnoterapi, healing dibuat nyaman sesaat, katarsis, pembenaran dengan teori bijak, tapi apakah benar-benar mampu menerima, memaklumi dan mengampuni yang bisa memulihkan? Ya, tentu tidak. 

Kesombongan saya yang meragukan keampuhan meditasi dan energi kasih murni sebagai solusi pemulihan luka batin itu yang telah memblokade diri saya sendiri untuk betul-betul mengalami keajaibannya. Plus kemalasan melatih meditasi secara konsisten untuk membangun muscle memory agar bisa semakin baik kualitas heningnya. Jurnal juga masih bolong-bolong. 

Dua kesalahan fatal yang saya sedang perbaiki dengan sungguh-sungguh, karena ndak mau momentum pemulihan yang baru saja saya alami ini kemudian berhenti sampai disini, tapi justru menjadi kick off sebuah perjalanan panjang menuju proses seumur hidup untuk terus bertumbuh menjadi jiwa yang bebas sisi gelap, dan menemukan versi terbaik diri saya yang selama ini tertimbun oleh lumpur noda itu.

Sekarang saya memahami dan merasakan kekuatan energi kasih murni yang menyembuhkan itu, dan nikmatnya meditasi karena saya mau sembuh sepenuhnya, dan ndak mau proses ini berhenti atau set back lagi alias mundur. Perjalanan ini sungguh terlalu berharga untuk disia-siakan. Maturnuwun Mas Guru, Mbak Ay. Semoga  bermanfaat.

 

Nenden Novianti Fathiastuti
Pembelajar Sekolah Kehidupan
20 Juli 2025

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda