“Resilliency, Not Stubborness”
Resiliensi bukan kekeras-kepalaan.
Sekali-sekali saya spill pesan semesta hasil channeling dengan yang biasanya disebut Jiwa Ilahi. Ini bukanlah hasil nerawang atau ESP (Extra Sensory Perception) keluyuran pakai mata ketiga seperti para indigo lho, ya. Jangan salah berasumsi karena saya jelas bukan indigo.
Jadi, jangan disamakan dengan hasil visualisasi mata ketiga yang marak terjadi di dunia supranatural. Pesan Semesta yang saya unduh adalah hasil pendayagunaan perangkat kecerdasan berupa Rasa Sejati yang hanya ada dalam Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD). Banyak-banyak pelajari dulu apa pengertian Rasa Sejati melalui rekaman wedaran dan artikel Guru SHD sebelum sibuk berasumsi dengan pengertian yang tidak tepat.
Kalau belum paham dan isi kepala masih saja memilih pengertian yang tidak sesuai Ajaran SMSHD karena lebih suka dengan adegan terawang menerawang dan visual mata ketiga, segeralah meditasi formal untuk meredakan kengeyelan dalam pikiranmu serta melebur ilusimu. Lalu baca kembali pelan-pelan paragraf pembuka di atas sebelum melanjutkan membaca.
Kalau sudah, silakan melanjutkan membaca sambil berlatih meditasi.
BABAJI.
07/03/2024
08:14 WIB
Babaji kali ini mengirimkan pesan dalam bentuk seperti gunung batu yang super duper besar yang kemudian saya kenali dengan Gunung yang tidak asing lagi, yaitu Gunung Kailash. Beberapa tahun lalu ketika koneksi dengan Babaji sangat intens, kami – tim channeler Guru SHD – mengetahui bahwa gunung ini semacam tempat tinggal para immortal.
Perlu dua hari bagi saya untuk menangkap maksud dari visualisasi gunung batu yang tampak berbicara dan tidak berhenti menghampiri. Kemudian Guru SHD meminta saya untuk ‘menghubungi’ Babaji.
Saya terbiasa dengan gaya channeling berupa percakapan langsung yang sangat intens, tetapi kali ini bentuk ‘channeling’ sudah sangat berbeda. Babaji mengatakan bahwa ‘kali ini kita bertemu dalam situasi yang jauh berbeda ketimbang sebelumnya’. Yang dimaksud adalah ‘pertemuan’ ini dilandasi sebuah ruang kesadaran yang jauh berbeda, di mana objek pemahaman tidak lagi dibatasi oleh ruang, waktu, dan rekam jejak memori atas profil sosok Babaji yang umum.
Oh saya mengerti, saya sedang terkoneksi dengan jiwa beliau yang berada di ruang kesadaran berbeda dengan sebelumnya yang pernah saya temui secara metafisika. Selaras dengan level kesadaran diri yang semakin meningkat, maka sosok metafisika pun seolah-olah berubah, bahkan bisa dibilang tanpa sosok. Terbebas dari batasan profil rekam jejak atas objek tersebut yang pernah tertanam dalam ingatan.
Beliau hanya menyampaikan RESILIENSI.
Kemudian saya ‘diminta’ oleh beliau untuk menterjemahkan kata ini sebagai pesan penting sehubungan dengan bangkitnya kekuatan primordial di Planet Bumi yang secara energi terkoneksi dengan beberapa pusat energi/mandala, baik di Planet Bumi maupun di luar Planet Bumi. Dengan bangkitnya kekuatan ini, maka semua jejaring koneksi tersebut akan ikut teraktivasi, berikut dengan paket tantangan dan tanggung jawab yang menyertai.
Saya hanya menggaris bawahi TANGGUNG JAWAB dan TANTANGAN, supaya para pembaca tidak sibuk berkhayal dan membayangkan sosok Babaji dan Gunung Kailash yang keren hasil gugling saja, tapi sadar penuh akan tanggung jawab berada ada di jalan spiritual murni ini.
Tidak ada gunanya apabila hanya bisa hanyut dalam metafisika galore, bisa nerawang ini dan itu, tapi hidup tetap ruwet dan tidak perduli dengan manifestasi fisik yang nyata di dalam kehidupan sehari-harimu. Tidak ada manfaat juga bagi pemurnian jiwa kalau dirimu sibuk melayang-layang dalam khayalan ilusif metafisika sehingga lupa kembali menginjak Bumi, sadar penuh dan bekerja merealisasikan pesan penting ini.
Pengertian resiliensi ini mirip dengan endurance dan persistensi.
Endurance (daya tahan) = kemampuan bertahan dalam sebuah kondisi yang sama secara terus menerus.
Persistensi (kegigihan) = kemampuan untuk melakukan sesuatu yang sama terus menerus.
Resiliensi (ketangguhan) = kemampuan seseorang untuk bertahan dan memulihkan diri dari kesulitan namun pengertiannya lebih kepada tetap lentur (fleksibilitas) dalam beradaptasi terhadap berbagai perubahan, bukan bertahan seperti batu karang berdaya tahan tinggi.
Ketiganya sangat dibutuhkan dalam proses revolusi kesadaran yang sedang diperjuangkan bersama melalui Ajaran SMSHD. Tapi, hati-hati terjebak dalam kekeraskepalaan karena ketiganya membutuhkan beberapa variabel penting. Salah satu yang utama dan menjadi kunci emas keberhasilan adalah “Ketulusan“.
Daya tahan tinggi dan kegigihan dapat dilakukan dengan landasan hasrat egoistik dan sisi gelap tanpa ketulusan. Ilusi, watak angkara, dan luka batin bisa menjadi bahan bakar yang kuat untuk berdaya tahan tinggi dan gigih mempertahankan apa yang diinginkan. Tanpa ketulusan, keduanya hanya akan membawa Bumi ini semakin kehilangan ruang kesadarannya yang mulia dan Agung. Tanpa ketulusan, keduanya hanya akan menggerogoti tubuh dan jiwa menunggu sampai keadilan Semesta tiba.
Babaji menekankan resiliensi, layaknya Gunung Kailash yang selalu dianggap misterius. Ternyata memang semisterius itu apabila kekuatan primordial yang ada di sana baru bisa dibangkitkan setelah hadirnya jiwa yang murni. Yaitu jiwa murni yang sepadan dengan kemurnian kekuatan primordial itu sendiri. Jiwa murni ini pun harus mencapai ruang kesadaran nun jauh di atas sana yang tidak mungkin dijangkau oleh manusia lainnya terlebih dahulu agar mampu membangkitkan kembali kekuatan primordial tersebut.
Kemampuan menjadi lentur/fleksibel ini pun bukan dalam pengertian menjadi pandai bermanuver, bergerilya, memanipulasi, dan menjadi ulet dalam bentuk kelicikan. Ada benang merah halus yang menjadi pembeda, yang hanya bisa dijangkau melalui keheningan, yaitu KETULUSAN PARIPURNA. Tentu bisa saja sebuah ketulusan manusiawi diciptakan tanpa meditasi, tapi sebuah KETULUSAN PARIPURNA tidak akan terjadi tanpa memurnikan jiwamu terlebih dahulu melalui meditasi/hening metode SMSHD.
Seseorang bisa saja menjadi sangat gigih, dan berdaya tahan tinggi demi mencapai tujuan, cita-cita, keinginan, dan obsesinya tanpa memperdulikan apakah tujuan itu selaras atau hanya berupa hasrat egoistik.
Dalam perjalanan pembelajaran Ajaran SMSHD, banyak ditemukan kegigihan dan daya tahan terbungkus oleh tujuan yang seolah-olah suci, tepat dan selaras dengan landasan ajaran spiritual murni. Padahal dibalik itu tersembunyi niatan egoistik yang membuat level kesadarannya tidak pernah meningkat. Tanpa bantuan parameter metasaintifik akan sulit sekali membedakan mana produk sisi gelap (ambisi, obsesi) dan mana produk keheningan dan keselarasan.
Langkah paling mudah untuk melatih ketulusan adalah dengan fokus memperbaiki dan meningkatkan teknik meditasi/hening metode SMSHD, sehingga membuahkan hasil berupa proses purifikasi yang berkesinambungan dalam peningkatan, yang tidak melulu kembali “mulai dari 0 ya, Kakak”. Dari sinilah, dengan luruhnya para sisi gelap, maka ketulusan dapat tercipta dan berdampak langsung kepada endurance (daya tahan), persistensi, dan resiliensi.
“Mengumpulkan jiwa-jiwa yang tulus menjadi pekerjaan rumah yang terbesar dalam perjuangan ini, namun bukan tidak mungkin. Sama seperti bangkitnya kekuatan ini, setelah sekian lama pun menjadi hal yang tidak mustahil apabila tahu bagaimana cara menempuhnya. Maka, jadikanlah ketulusan paripurna bagi diri sendiri terlebih dahulu agar semakin banyak lagi jiwa yang mampu menempuh lika-liku perjalanan menuju ketulusan paripurna.”
Lalu, muncul sosok Babaji yang saya kenal dan menunduk penghormatan kepada Sang Pemimpin.
——–
Saya spill kembali berita langit ini bertepatan dengan perjalanan Guru SHD ke India sehingga koneksi dengan Babaji menjadi intens kembali.
Hayo, bangun-bangun! Ini bukan dongeng, jangan berkhayal terus, segera meditasi formal dan lanjutkan melatih ketulusanmu supaya tidak salah kompas ke server kiri.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
12 November 2024
Reaksi Anda: