Beberapa hari perjalanan dinas menginap di akomodasi yang membuat saya selalu mengucap secara spontan, “Sangkan Paraning Dumadi”. Terdengar lucu dan saya pun menertawakan ke-oon-an saya karena selalu salah penyebutan nama akomodasi ini ketika ada yang bertanya. Akhirnya momen refleksi hadir setelah Guru SHD menyatakan bahwa salah ucap berulang kali ini memang harus terjadi. Maksudnya, ini bukan salah ucap, tetapi memang saya diberi kode untuk menghayati maknanya.
Lupa dengan makna, maka saya segera membaca lagi semua artikel yang berisikan penjelasan mengenai “Sangkan Paraning Dumadi” dan akhirnya saya mengerti bahwa saya harus membumikan dalam bahasa versi rakyat jelata hasil pengalaman otentik yang membumi, tidak melayang di langit.
Sangkan Paraning Dumadi adalah kembali ke awal mula. Awal mula yang dimaksud adalah kondisi awal mula Sang Jiwa yang berisi benih keilahian. Sang Jiwa, pada awal mula memiliki karakter Ilahi, sebelum dinodai oleh dosa, ilusi, luka batin, angkara muka, dan jeratan kuasa gelap. Yang pada akhirnya membentuk rajutan karma bagi Sang Jiwa.
Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) mengajarkan untuk membersihkan noda-noda tersebut melalui proses pemurnian jiwa. Dengan alat “Tongkat Ajaib” berupa meditasi metode SMSHD, maka proses pemurnian ini dapat terjadi. Sang Jiwa dibersihkan sehingga dapat kembali ke awal mula, kembali kepada karakter Ilahinya.
Sebagai ‘anak baru’ dalam dunia spiritual – ibaratnya dalam pendidikan akademik saya baru masuk SD karena baru belajar selama 6 tahun – saya memang terkaget-kaget dan ternganga takjub tiada henti melihat isi dunia spiritualitas yang terlalu kontradiktif dengan pengertian kata spiritualisme.
Pengertian kata “spirit” yaitu “jiwa”, maka spiritualitas merupakan ilmu jiwa dan erat berhubungan dengan isu Ketuhanan yang sangat mulia. Tapi, pada kenyataannya pengertian “spirit” yang lebih pas adalah “hantu” atau “mahluk halus yang horor”, karena senyatanya perilaku manusia lebih banyak sebagai cerminan dari karakter hantu alias penghuni dimensi bawah. Watak angkara menjadi karakter dominan dalam diri yang sengaja dipelihara sehingga tidak ada bedanya dengan kualitas para hantu atau penghuni dimensi bawah. Apalagi dengan koleksi jeratan kuasa kegelapan yang tidak pernah termurnikan.
Perilaku para penghayat spiritual yang kontradiktif ini saya sebut sebagai ekstrimis moral, yakni jauh dari sifat dan karakter Ketuhanan. Dengan bangga dan lantang menyatakan bahwa paling peka dan peduli dengan isu Ketuhanan, mencari Tuhan dan Jati Diri. Tapi, ketika diajak menemukan Jati Diri dengan cara memurnikan jiwa yang selama ini tertiban sisi gelap, malah memilih untuk menebalkan sisi gelapnya.
Bingung akutu.
Dunia spiritual secara umum ternyata bukan dunia penuh karakter Ketuhanan, dunia abu-abu yang selalu ambigu saking terbenamnya makna spiritual yang otentik, tertimbun dengan arena supranatural metafisika server kiri yang penuh hasrat egoistik. Tidak heran peradaban di Planet Bumi mengalami apa yang disebut Kaliyuga yang serba kelam dan gelap.
Budaya spiritualisme umum yang tampak jauh dari Ketuhanan ini masih marak di komunitas. Unggah-ungguh berbalut kesantunan tinggi berkibar sebagai topeng kepalsuan yang tebal karena dianggap yang asli tidak akan terungkap. Agenda egoistik dipelihara, bahkan dengan sengaja memilih menambah agenda egositik ketimbang mengurangi dan menghilangkan. Padahal Ajaran SMSHD mengajarkan tentang Pemurnian Jiwa di mana semua diajarkan untuk mengosek bersih jiwanya agar kinclong keset kembali seperti piring yang dicuci dengan Mama Lemon.
Ketakjuban berlanjut ketika saya dipercaya mengelola operasi beberapa lembaga asuhan Guru SHD. Dunia yang jauh dari arena profesionalisme kerja seperti yang pernah saya jalani di masa belum mengenal SMSHD dan pemurnian jiwa, yakni kondisi kejahatan dan kebajikan cukup marak, namun dapat diukur melalui standar moralitas dan peraturan perusahaan.
Dalam dunia korporasi berbasis spiritual murni, segala sesuatu menjadi berbeda karena dunia korporasi ini bukan semata-mata diciptakan hanya sebagai pabrik cuan, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai wahana aplikasi dan praktik teori langitan yang didapatkan dalam Ajaran SMSHD. Tugas kita semua adalah mematerialkan ajaran langitan dengan Standar Langit di permukaan Bumi dalam keseharian yang nyata, senyata berlembaga dan berkorporasi.
“High risk, high gain” menjadi semakin nyata, bahkan kasih murni sebesar apa pun tetap bisa membuat manusia menjadi kriminal.
Sebagai pengamat, saksi, dan kontributor dalam ruang pendidikan spiritual murni ini, saya seperti baru mengenal ragam isu kemanusiaan yang selama ini banyak diangkat dan dikulik oleh para psikolog, filsuf, dan para saintis. Sampai ahli otak dan syaraf turun tangan dalam rangka mencari cara mengintervensi kerja organ demi terjadinya sebuah pengembangan manusia (human development). Ribuan cara dan teknik ditemukan dan dipraktikkan, namun hanya menimbulkan dampak yang tidak permanen karena tidak pernah terjadi pemurnian jiwa yang sesungguhnya.
Semua lupa untuk Sangkan Paraning Dumadi. Semua lupa awal mula ketika jiwa tercipta tanpa balutan sisi gelap, semua lupa kalau Sang Jiwa berisikan benih Ilahi disertai karakter Ilahinya. Semua lupa dan dibuat lupa dengan dipaksa mempercayai hal lain yang menjauhkan diri dari kemurnian jiwa.
Dalam Ajaran SMSHD, Sangkan Paraning Dumadi berarti kita diajak untuk kembali ke awal mula. Kita diajak dan diajarkan caranya agar kembali kepada karakter Ilahi yang sebenarnya dimiliki oleh semua jiwa. Yang selama ini dibuat menipis, memudar, bahkan menghilang ditelan hasrat egoistik yang menjadi pabrik sisi gelap. Oleh karena itulah, ajaran ini hadir kembali membuka jalan menuju Sangkan Paraning Dumadi, kembali ke karakter Ilahinya masing-masing.
Baru ngerti kenapa saya menginap di akomodasi yang terus menerus membuat saya salah ucap menjadi “Sangkan Paraning Dumadi” . Perjalanan dinas yang diwarnai beragam dinamika fisika maupun metafisika yang hadir tiada henti.
Mengapa susah sekali umat manusia diajak untuk kembali kepada karakter Ilahinya? Mengapa susah sekali untuk sekadar menjadi manusia yang tulus, sekadar untuk menjadi manusia yang mampu bersyukur, sekadar menjadi manusia yang tidak berluka batin, tidak berwatak angkara? Mengapa susah sekali untuk tidak merajut lingkaran setan dan terus menarik samsara dalam hidup? Mengapa susah sekali untuk sekadar menjadi manusia yang penuh sukacita dan menjadi inspirasi, serta teladan baik bagi sesama. Kenapa susah banget, ya?
Bingung akutu.
Kesimpulan sementara adalah godaan server kiri memang jauh lebih menarik ketimbang kembali ke awal mula, ber-Sangkan Paraning Dumadi. Imbalan material server kiri dianggap lebih nyata dan mudah dinikmati walaupun hanya sesaat ketimbang imbalan evolusi jiwa yang abadi dan permanen sesuai Rancangan Agungnya.
Semesta selalu mengirimkan ‘pesan’ melalui berbagai cara di mana perlu sebuah kesadaran yang baik dan kerendahan hati yang ekstra untuk ‘menangkap’ pesan tersebut. Lucunya lagi, setelah menuliskan ini saya tidak lagi salah menyebutkan nama akomodasinya.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
29 November 2024
Reaksi Anda: