
Diskusi yang lagi hangat di dalam grup pembelajaran intensif adalah betapa sulitnya mendeteksi perilaku turunan dari sebuah ‘Sisi Gelap (shadows)’, sehingga diberikan menu belajar khusus, berupa drill mendeteksi perilaku untuk membantu membuka self-awareness yang masih kincup.
Salah satu kategori sisi gelap (shadows) yang paling populer adalah adalah ‘Luka Jiwa dan Innerchild‘. Contoh sisi gelap akibat luka jiwa yang sedang musim panen dan menjadi bahan pembelajaran kolektif adalah sisi gelap rendah diri. Salah satu sisi gelap yang bisa beranak pinak menjadi banyak sisi gelap lainnya, dan termanifestasi dalam beragam bentuk perilaku turunannya.
Apabila ‘Lapisan Kesadaran’ belum mengenal meditasi/hening ‘Pemurnian Jiwa’, maka sistem pertahanan diri akan membentuk pola auto-defensif yang melindungi diri dengan cara sesuai preferensi pribadi. Mekanisme pertahanan bekerja otomatis untuk menciptakan rasa nyaman, kepuasan dan penghiburan yang dibutuhkan oleh masing-masing pemilik luka jiwa.
Manifestasi fisiknya berupa cara berpikir dan bertingkah laku di keseharian. Cara berpikir dan bertingkah polah yang dilandasi oleh sisi gelap (shadows), inilah yang disebut sebagai perilaku turunan dari sisi gelap (shadows). Bentuknya bisa bermacam-macam tergantung dari preferensi personal atas persepsi ‘Rasa Nyaman’.
Beberapa gejala klinis sebagai perilaku turunan sisi gelap rendah diri yang mudah ditangkap pancaindera antara lain:
- Nyinyir
- Bitter, atau memandang segala sesuatu dengan kepahitan
- Hobi merendahkan dan menghina orang lain
- Tidak mau mendengarkan pendapat orang lain
- Ngeyel
- Budeg
- Hobi menilai orang lain atas dasar prasangka
- Kaku dan tidak fleksibel
- Susah berekspresi
- Katarak psikologi
- Obsession of control
- Hobi bergunjing atau gosip
Sistem auto-defense selalu memantik pikiran untuk bermanuver dan menciptakan gelembung ilusi agar secara otomatis menciptakan rasa nyaman, rasa baik-baik saja, rasa selalu benar, rasa selalu lebih baik, dst, sesuai kebutuhan psikologi dan standar kenyamanan mental, emosi, perasaan, dan fisik yang bersangkutan.
Para pengidap sisi gelap rendah diri, selalu memiliki insecurity yang besar, sehingga mekanisme perlindungan akan bekerja otomatis memproduksi pikiran liar dan prasangka, yang melahirkan sisi gelap lainnya.
Misalnya, rasa takut bertanya, takut mengungkapkan, takut tercoreng nama baik, takut tidak mendapatkan pengakuan, takut salah, takut ditegur, takut ketahuan punya tabiat buruk, gengsi, malas, dll, yang intinya adalah ketakutan merasakan penderitaan, akibat sensasi tidak nyaman dan emosi destruktif yang muncul secara spontan.
Mari kita hitung kasar dulu, berapa banyak anak pinak sisi gelap yang dipanen apabila tidak segera diantisipasi dengan bermeditasi/ hening pemurnian jiwa.
Rendah diri (sigel 1) dianggap sebagai fenomena yang memalukan ketimbang kesombongan, maka banyak yang memilih untuk menjadi sombong (sigel 2) untuk menutupi rendah dirinya. Menutupi rasa rendah diri, dengan mencitrakan (sigel 3) apa yang dianggap keren dan tidak dimiliki lawan bicara. Biasanya satu paket dengan tidak bisa berendah hati (sigel 4) mendengarkan pendapat orang lain, secara spontan akan ngeyel (sigel 5) dan memanipulasi (sigel 6) situasi agar tidak tampak bodoh.
Keras kepala (sigel 7) mempertahankan gengsi (sigel 8) supaya tidak malu kalau tampak bodoh. Diperkuat dengan obsesi (sigel 9) untuk mengontrol situasi dan merasa puas apabila berhasil mengintimidasi (sigel 10) lawan bicara, dengan mem-bully atau menghina (sigel 11). Hasrat untuk merendahkan (sigel 12) lawan bicara dengan ungkapan nyinyir, kemudian menjadikan situasi ini sebagai bahan bergunjing (sigel 13) dengan bumbu pencitraan (sigel 14) agar mendapatkan pengakuan pembenaran (sigel 15) dari orang lain.
Wow, banyak ya. Belum lagi bonus lingkaran setan karena setiap sisi gelap berkontribusi terhadap celengan dosa sesuai matematika Hukum Semestanya masing-masing.
Sisi gelap rendah diri otomatis melandasi cara berpikir, cara memandang sebuah situasi, proses menganalisis dan prasangka, kemudian lahirlah ucapan dan perbuatan.
Konsep baik-buruk sudah dimengerti oleh kognitif dan kecerdasan intelektual, bahwa menghina adalah perbuatan tidak baik. Tetapi kekuatan sisi gelap rendah diri yang ada di lapisan kesadaranlah yang menggerakkan pola pikir, mengalahkan akal yang sehat. Lingkaran setan ini bisa saja hanya terjadi di dalam pikiran, atau sampai terucap dan bertindak.
Lalu, di mana peran ‘Spiritual Murni SHD‘?
Spiritual Murni SHD mengajarkan untuk menggunakan akal budi atau akal yang sehat dan mengajarkan cara memberi jeda untuk ‘Mengelola Diri’, ‘Mengelola Pikiran’, ‘Mengelola Perilaku’, ‘Mengelola Respons’. Perbaiki otomatisasi sistem pertahanan diri dengan menjaga kesadaran yang meditatif.
Setiap gejala klinis muncul, sebaiknya diidentifikasi agar dapat dihentikan dengan akal sehatmu. Lalu segeralah bermeditasi/hening pemurnian jiwa.
Mintalah pengampunan Tuhan dan perbaiki diri, perbaiki cara berpikirmu, perbaiki mindset dan perbaiki perilakumu. Ketika gejala klinis perilaku berbasis sisi gelap (shadows) hadir, inilah kode keras bahwa dirimu tidak meditatif atau tidak hening. Sehingga pilih sikap yang tepat untuk sesegera mungkin meditasi/hening pemurnian jiwa.
Apabila akalmu belum sehat, bisa menggunakan teori Alm. Marcus Aurelius dengan kebijakan Stoic, seperti yang disarankan oleh Guru SHD. Karena (ternyata) memahami nasihat orang bijak yang sudah mati lebih mudah, ketimbang mematuhi nasihat pembimbing spiritual yang masih hidup.
Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
27 Mei 2025
Reaksi Anda: