Skip to main content
Refleksi

WAHAI PUK-PUK, DI MANAKAH KAU BERADA?

17 October 2024 Ay Pieta No Comments

Masuk Persaudaraan Matahari (PM) memang beresiko menghadapi batas akhir dari perjalanan panjang perburuan puk-puk kenyamanan ego. Riset mengatakan bahwa alasan kesulitan melepas pola belajar dan pola berpikir yang berasal dari ajaran di luar PM adalah cara belajar ajaran lama dianggap lebih memberikan RASA NYAMAN. Pengertian rasa nyaman ini adalah kenyamanan yang didapat karena apa yang diharapkan dapat terpenuhi, termasuk sekedar terpenuhinya kebutuhan akan puk-puk yang selalu menyenangkan Sang Ego. Sementara kalau di PM adegan puk-puk seperti ini masuk dalam kategori memberi makan ego dan bertentangan dengan tujuan belajar.

Ajaran di luar PM selalu dianggap lebih menarik karena menjanjikan hasil yang instan, sementara di PM tidak ada janji manis akan hasil instan. Di luar PM kekuatan puk-puk ego menjadi basis ikatan persaudaraan dan militansi, sementara di PM basisnya adalah pemahaman ajaran dan level kesadaran yang berasal dari kemurnian jiwa.

Puk-puk yang berdampak memberi makan ego adalah antitesis dari pemurnian jiwa, antitesis dari tujuan utama Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD), yaitu meluruhkan ego, antitesis dari The Headless Buddha dan tentu antitesis dari kemenyatuan dengan kekosongan absolut. Ketergantungan pada puk-puk inilah penyebab Tongkat Sihirtidak punya kekuatan magis dan kesaktian mandraguna karena menjauhkan diri dari proses pemurnian jiwa. 

Bagi yang isi kepala masih bundet, silakan logikanya dikalibrasi dulu. Apabila tujuan belajar untuk memurnikan jiwa yang jelas harus meluruhkan ego, tetapi maunya ego diberi makan biar kenyang, puas dan semakin membesar, apakah situ waras?

Banyak yang mengerti secara teori bahwa puk-puk tidak akan membuat jiwa bertumbuh, tapi justru ego yang bertumbuh. Tidak sedikit juga yang mampu mengakui bahwa ketika belajar di luar PM sebenarnya tidak membuahkan hasil yang diinginkan juga walaupun rasanya menyenangkan karena ego di puk-puk habis-habisan. Tetapi, godaan yang berasal dari kenangan indah atas kenikmatan ego yang diberi makan oleh puk-puk susah sekali dilepas, melekat bak parasit. 

Kenangan ini dijadikan bahan pembanding ketika melatih praktik meditasi SMSHD yang dianggap sebagai penyiksaan dan tidak nyaman karena puk-puk sulit ditemukan. Dan akhirnya, sebagian memilih untuk menjadi ksatria tulen, namun sebagian bertahan menjadi ksatria kerupuk yang tetap setia menanti momen bejo mendapatkan puk-puk yang dirindukan.

Yang saya perhatikan adalah banyak orang lebih senang diberikan harapan indah berupa hasil yang instan, walaupun seringkali akhirnya memakan waktu cukup lama dalam penantian dan harapan indah pun tidak kunjung hadir. Semangat mengejar kembali sejumput pengalaman yang memenuhi hasrat egoistiknya selalu lebih besar ketimbang semangat beradaptasi menjalankan proses yang tidak disukai. Proses adaptasi yang seharusnya bisa dijalankan dengan ringan dan sukacita malah menjadi drama keterpaksaan, paling banter jadi semangat akibat kena efek kejut setelah tercolek rasa takut kehilangan berkat ketika diberi ancaman eliminasi.

Padahal kalau dihitung dalam matematika sederhana, waktu yang terbuang untuk mengejar agenda egoistik ini, sama durasinya dengan waktu yang dibutuhkan untuk keberhasilan proses belajar di PM. Apabila waktu sepanjang itu dihabiskan untuk menjalankan Ajaran SMSHD dengan kesungguhan, pasti saat ini sudah dapat merasakan panen manfaat yang nyata. Apabila waktu sekian lama itu tidak dihabiskan dengan konsisten malas dan konsisten mengharap simsalabim Guru SHD, tetapi mengisinya dengan praktik Ajaran SMSHD sesuai dengan ketulusan, ketekunan, dan konsistensi, pastilah panen manfaat sudah dapat dirasakan.

Tujuan belajar di PM memang berbeda jauh sekali dibandingkan dengan ajaran lain di mana pun. Belajar di PM yang ajarannya sangat anti-mainstream ini bertujuan untuk pemurnian jiwa a.k.a. shadow work yang sesungguhnya bukan yang kaleng-kaleng, yaitu jiwa dibersihkan sehingga berdampak pada tubuh fisik yang sehat dan bugar permanen. Jiwa dengan medan energi yang selaras akan menularkan vibrasi yang selaras kepada sekitarnya serta menarik yang selaras mendekat. 

Manfaat pemurnian jiwa adalah menyulap manusia agar bertransformasi secara holistik jiwa raga. Dan, apabila syaratnya dipenuhi, maka dampaknya berlaku permanen seumur hidup, bahkan terbawa oleh Sang Jiwa walaupun tubuhnya sudah berubah menjadi pohon pepaya.

Tanpa puk-puk, Ajaran SMSHD memang menjadi kurang memiliki daya tarik dan dianggap sebagai arena penyiksaan, pentungan, sabetan, dan slogan perjuangan yang menggambarkan seolah-olah belajar meditasi/hening SMSHD lebih berat ketimbang diminta tidak makan dan tidak tidur selama satu bulan, atau diminta memanjat tebing tinggi yang curam di Kilimanjaro. Padahal hanya diminta menikmati momen saat ini, menikmati nafas, menikmati apa yang sedang dikerjakan dan bersyukur.

Yah, itulah dunia spiritualitas yang penuh keblunderan logika dibalik bejibunnya kemampuan akademik yang diakui dan distempel sah oleh negara.

Jadi, sudahlah tidak usah diteruskan usahamu berburu puk-puk di PM karena waktu dan energimu akan terbuang percuma. Mendingan waktu dan energimu dipakai untuk bersyukur dan menikmati nafasmu, toh nafasmu selalu ada setiap saat dan gratis, tidak perlu jastip dulu atau nimba sumur dulu.

Kasih murni itu nyata, tapi yang jelas bentuknya berupa pendidikan tanpa pamrih, bukan berupa puk-puk yang hanya akan memanjakan egomu.

 

Ay Pieta
Pamomong dan Direktur Persaudaraan Matahari
17 Oktober 2024

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda