Perjalanan mendalami jati diri memang seru dan syahdu. Jika tidak pernah mengharap dan tidak pernah mengkhayalkan apa pun, membuat perjalanan belajar menjadi penuh elemen kejutan dan keajaiban.
Ketulusan selalu membuat segala sesuatu menjadi sederhana dan menyenangkan.
Setelah beberapa hari serasa melayang di kedalaman ‘Infinito Particular’, sadar bahwa harus segera turun menapaki Bumi dan mengamalkan kedalaman yang saya dapatkan. Ibaratnya saya harus memastikan mampu mendarat dengan mulus dan minim benturan ketika menghadapi kehidupan material menghadapi pihak-pihak yang sibuk bercengkrama dengan begundal sisi gelap dan para kriminal gerak pikir berbasis sisi gelap.
Ujian praktik langsung hadir dimulai ketika harus melakukan pendaratan, mampu tidak menjaga agar terjadi smooth landing dan menemukan manuver yang tepat; normal landing, crosswing landing, shortfield landing, low atau missed approach landing, atau masih juga mengalami crash landing sehingga perlu remedial.
Langsung nyata tersingkap bahwa penemuan infinito particular yang syahdu tidak semudah itu diamalkan dalam kehidupan. Tidak begitu saja pengalaman Ketuhanan yang syahdu namun abstrak dapat dimaterielkan dan menjadi inspirasi bagi sesama manusia.
Bagi yang belum pernah menyaksikan dan mengalami sendiri sudah pasti kesulitan untuk mengerti atau sekadar terinspirasi. Boro-boro terinspirasi, yang ada hanya menambah koleksi angkara di kepala saja karena lokus perhatian hanya pada kedengkian dan sisi gelap lainnya. Apalagi bagi yang belum punya ‘jembatan penghubung’ atau konektor dengan Diri Sejatinya, sehingga gerak pikir dan perilaku selalu terdominasi oleh apa yang dianggap penting saat itu.
Kilas balik dikala saya masih sering sekali mempertanyakan tentang ‘Kebenaran Sejati‘ berupa keadilan Semesta dan rajutan karma baik/buruk yang bekerjanya tidak seragam bagi setiap jiwa. Saya memang mempertanyakan bagaimana Hukum Semesta bekerja dan mengapa bentuk materielnya berbeda-beda. Guru SHD selalu memberi jawaban yang mirip-mirip, intinya adalah keadilan Semesta selalu presisi, maka timing Semesta adalah yang terbaik.
Saya masih sering diuji kepasrahan dan totalitas ketika berusaha memahami bahwa variabel matematis yang ada dalam kalkulator Semesta tidak mungkin semua bisa ditangkap dan dimengerti oleh kecerdasan manusia yang terbatas. Menjelaskan mengapa gerak Semesta selalu menjadi ‘misteri’ yang setengah mati diupayakan dipecahkan oleh para saintis dari masa ke masa.
Membutuhkan konsistensi berlatih teknik meditasi/hening yang tepat untuk mengerti secara utuh mengapa waktu Semesta yang dianggap terbaik, seringkali bukanlah timing yang diinginkan dan diharapkan. Perlu ruang kesadaran yang tepat untuk memahami jawaban dari ‘mengapa’ yang seringkali baru akan terjawab lama kemudian ketika sudah lupa dengan pertanyaan itu, karena sudah berpasrah terhadap situasi yang dipertanyakan. Semesta menjawab dalam bentuk coding Semesta yang perlu direfleksikan dalam momen kontemplatif dulu agar mengerti dengan utuh ‘jawaban’ bagi pertanyaan yang pernah terngiang-ngiang di kepala.
Daripada repot-repot memikirkan mengapa begini dan begitu, maka lebih baik memindahkan lokus perhatian kepada apa yang bisa dilakukan saat ini, dengan kemampuan yang ada, dengan sebaik-baiknya dan setulus-tulusnya.
Memastikan tidak terjalin rajutan lingkaran setan karena terlalu banyak mempertanyakan kebenaran sejati dan akhirnya bablas melakukan aksi pemberontakan terhadap Hukum Semesta sehingga kesulitan mengalir dan menari bersama gerak semesta, “Dancing with the Universe”.
Itulah substansi mendetail dari jawaban singkat Guru SHD, bahwa waktu Semesta adalah yang terbaik, maka fokuslah memberikan yang terbaik dalam menjalankan peran sesuai Rancangan Agung. Mencoba lebih dalam memahami dan menghayati arti kata ‘keadilan’ sebagai hasil matematis dari gerak Hukum Semesta yang presisi atas rajutan karma masing-masing jiwa. Server Semesta ibaratnya sistem komputasi raksasa yang merekam semua variabel sesuai Hukum Kosmik dengan sangat presisi dan akurat.
Berkaitan dengan Hukum Semesta; Hukum Tabur-Tuai, Hukum Sebab-Akibat, Hukum Tarik-Menarik dan Hukum Pertanggungjawaban, maka semakin nyata dengan apa yang sering disebut sebagai masa panen atau bahasa langitannya disebut dengan ngunduh wohing pakarti.
Untuk panen lingkaran malaikat, maka bahasa cantiknya adalah momentum. Untuk panen lingkaran setan, maka bahasa pinjolnya adalah jatuh tempo (jatem). Semua rajutan lingkaran setan maupun malaikat, tabungan karma baik maupun buruk, sesuai dengan matematika Hukum Semesta akan menghasilkan apa yang disebut momentum atau waktunya jatem.
Jadi, timing Semesta adalah bagian dari berjalannya Hukum Semesta bagi Jagat Raya beserta isinya. Apabila sudah bisa menari dengan gerak Semesta, maka sudah pasti mengalir mengikuti timing Semesta. Sehingga mutlak perlu menjaga kestabilan melalui ‘Kerja Keras, Ketangguhan, sekaligus Ketulusan dan Kepasrahan’ yang sangat konsisten supaya tidak kehilangan momentum dan bolak-balik mulai dari nol ya, Kakak.
Selama ini saya belajar dengan sangat intens dengan ‘Menjadi Penonton‘, belajar dari jutaan situasi yang lucu dan unik, namun sangat bermanfaat dan presisi sesuai dengan kapasitas dan apa yang dibutuhkan bagi masing-masing pihak, baik penonton maupun aktor.
Beberapa tahun terakhir ini saya banyak dijerumuskan menjadi aktor. Bukan aktor pelaku drama sisi gelap, tetapi menjadi pelaku utama yang harus berdiri di bawah spotlight dalam rangka latihan atau magang menjadi penggerak perubahan. Menata ulang, merenovasi, dan merevitalisasi banyak sekali elemen yang terdegradasi kualitas jiwanya, agar siap menemukan infinito particular-nya dan mampu secara mandiri berjalan di tengah hiruk-pikuk kekusutan arus utama. Apa yang saya jalani ini hanyalah bagian dari waktu Semesta yang terbaik bagi diri, yang dibentuk oleh laku kehidupan sesuai Ajaran Spiritual Murni Setyo Hajar Dewantoro (SMSHD) yang saya pelajari sejak enam tahun lalu.
Setiap nanodetik yang berjalan adalah timing Semesta, dimana selalu ada keputusan yang perlu diambil, selalu ada pilihan bebas yang bisa kita tentukan dalam membangun ‘nasib’ melalui kaidah Hukum Semesta. Mau bernasib baik, maka patuhilah Hukum Semesta dan menarilah dengan gerak Semesta. Dan, percayalah bahwa setiap timing Semesta yang hadir bagi diri adalah yang terbaik dan dibutuhkan bagi diri, sepadan dengan kapasitas diri hasil kalkulasi matematis Semesta.
Mau mengisi timing Semesta berupa panen momentum anugerah atau panen momentum jatem, semua adalah pilihan kita sendiri.
Ay Pieta
Direktur dan Pamomong Persaudaraan Matahari
2 Februari 2025
Reaksi Anda: