Keberadaannya mulai terkuak saat saya pergi ke Palembang dan tertahan sekitar 2 minggu di sana, sebulan yang lalu. Muncul informasi keberadaan Gunung Purba yang menjadi pusat energi di jaman yang kuna, dan bahwa di sekitarnya telah pernah berdiri beberapa kerajaan yang agung. Gunung Kerinci saat ini cuma bagian kecil dari keberadaan gunung ini. Gunung Mahameru ini secara fisik memang pernah ada, tinggi menjulang, di masa ketika Nusantara masih menyatu dengan daratan Asia, sebagai bagian dari Sundaland.
Di kemudian hari, saat saya menginap di Hotel Papandayan Bandung, saya mendapat informasi tambahan tentang koneksi Gunung Mahameru dan Papandayan. Ada satu kerajaan purba, pusatnya di sekitar Gunung Mahameru, tetapi pusat penggemblengan bagi para ksatria dan maha resinya terletak di kaki Gunung Papandayan purba – versi terkininya ada di Garut Jawa Barat.
Sejak itu, mulai muncul dorongan kuat untuk menyingkap misteri Gunung Mahameru. Pada satu waktu, tanpa sengaja saya menonton acara National Geographic, tentang kemiripan kondisi di kawasan Toba dengan kawasan Yellow Stone di Amerika Serikat. Menurut riset saintifik, kedua kawasan itu adalah jejak dari keberadaan Gunung berapi raksasa, yang mengalami letusan di masa silam. Danau Toba adalah kaldera yang terbentuk dari letusan Gunung Toba purba yang ukurannya diperkirakan ratusan kali Gunung Sinabung dan meletus terakhir kali pada 74.000 SM. Nah, Gunung Toba purba ini adalah anak Gunung Mahameru. Jadi bisa dibayangkan, kita dulu punya pegunungan raksasa yang mirip dengan pegunungan Himalaya di India
Lalu, beberapa hari lalu, 13 Juni 2020 saya secara fisik sampai ke Danau Toba. Di situ saya merasakan energi yang dulu pernah ada bersama keberadaan Gunung Toba purba dan Gunung Mahameru. Saya terhubung dengan sebuah Mandala Agung. Mandala adalah pusat energi, simpul penopang spiritual bagi sebuah negara atau kerajaaan. Sudah lama Mandala Agung ini tertutup, tak terjangkau. Saat momentumnya tiba, terbukalah ia dan fungsinya kembali. Secara fisik Gunung Mahameru sudah tidak ada. Tapi keberadaannya secara energi, kita kembali eksis. Nusantara kembali memiliki Mandala Agung. Ini menandai fungsi Nusantara sebagai penyangga kesadaran secara global.
Selanjutnya, untuk lebih menyatu dengan Mandala Agung ini saya digerakkan untuk pergi ke Bukit Tinggi. Dan harus pakai bus. Saya jalani itu meski tertera durasi perjalanan dari Medan mencapai 21 jam. Kenyataan di lapangan, sudah 24 jam di dalam bus saya baru sampai Pekanbaru. Bus tua yang saya tumpangi puluhan kali mati mesin. Saya pun dituntun turun di Pekanbaru.
Namun bukan berarti missi saya gagal. Proses bertapa di dalam bus tua yang saya tumpangi, telah membawa saya pada penyatuan paripurna dengan Mandala Agung Mahameru. Selama proses itu, menyusul terkuaknya keberadaan 17 Garuda Sakti penjaga Nusantara – yang menginspirasi Bung Karno untuk menetapkan lambang negara dan menetapkan hari Proklamasi, terkuak juga keberadaan 17 naga kadewatan penjaga Nusantara, juga 17 avatar kuna penjaga Nusantara. Kekuatan mereka semua terbangkitkan.
Saat ini, Mandala Agung Nusantara ini beserta seluruh jiwa luhur penjaga Nusantara yang berpusat di sana, bisa berfungsi optimal jika ada manusia – manusia berkesadaran yang dengan tulus menjalankan tugas sebagai Ksatria Cahaya. Inilah wujud kolaborasi kosmik, tanpa kita bekerja maka mereka juga juga tak akan bisa bekerja. Karena keadaan di Bumi ini adalah tanggung jawab sepenuhnya manusia bertubuh fisik yang ada di Bumi. Inilah manifestasi dari hukum free will dan hukum non intervensi antar dimensi.
Menimbang itu semua, selama 3 hari ke depan bersama-sama kita praktikkan Meditasi Mandala Agung Mahameru. Ini membantu Anda semua bertumbuh secara energi dan kesadaran, dan saat yang sama, ini memumgkinkan terjadinya penyelarasan secara paripurna untuk negeri kita.
SHD
Reaksi Anda: