Setiap jiwa yang terlahir ke bumi menjadi manusia memiliki kebebasan berkehendak. Kita mempunyai otoritas untuk memilih apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan secara bebas. Pembatasnya kapasitas atau kemampuan diri kita. Apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan pasti memiliki dampak atau resiko. Manusia memang memiliki kebebasan berkehendak, namun tidak bisa lepas dari hukum sebab-akibat atau hukum karma. Oleh sebab itu, ajaran orang kuna zaman dulu berporos pada menyadari keheningan sehingga ada ujaran untuk selalu eling lan waspada atau sadar dan waspada. Setiap orang tidak bisa lepas dari ketetapan untuk ngunduh wohing pakarti. Apa pun yang Anda pikirkan, katakan, dan lakukan pasti ada buah yang dipetik. Buah yang pahit karena kita menabur benih kepahitan tersebut. Jika buahnya manis, itu hasil dari karya kita. Kata eling lan waspada diterapkan dalam keheningan. Yakni, sadar penuh akan keberadaan Sang Sumber Hidup yang kasih murni dan kuasaNya melingkupi diri, sadar penuh bahwa Dia bersemayam di dalam diri, dari relung jiwa selalu muncul firman atau sabda sebagai tuntunan Agung, dan memberi arahan layaknya kompas yang memastikan pada keselamatan.
Jika kita kehilangan kesadaran diri, sebenarnya kita sudah mulai memetik buah yang pahit. Kehilangan kesadaran pada tuntunan yang kita dengarkan yang menjadikan diri seenaknya sendiri, maka kita sudah membuat sebab yang sewaktu-waktu akibatnya harus kita petik.
Apa yang disebut karma buruk atau dosa?
Setiap saat dari dalam diri selalu ada tuntunan untuk berpikir, berkata, dan bertindak apa dan bagaimana. Itu hanya bisa kita mengerti jika kita hening. Tanpa keheningan, segala tuntunan tidak bisa terdengar dan kita tidak tahu. Akibatnya kita ngawur. Kita hanya mengikuti ego yang membawa dampak di dalam kehidupan kita. Segala hal yang mengikuti ego sama dengan mengingkari kebenaran sejati yang akan tertera dan terekam jejaknya dalam tubuh. Itu dosa yang nyata. Jika terakumulasi menjadi noda yang tebal dalam diri, maka akan menarik peristiwa yang setara dengan frekuensi tersebut. Peristiwa yang muncul itu disebut wohing pakarti.
Baca Juga: Pentingnya Penjernihan dan Penyucian Jiwa Raga Saat Berposes Menjadi Manusia Ilahi
Kejahatan bukan hanya tentang membunuh atau merampok, itu bukan level Anda. Kejahatan bagi Anda adalah lupa berhening sehingga tidak mendengarkan tuntunan dari dalam diri. Ini kejahatan yang serius karena Anda sudah belajar keheningan. Anda sudah berkali-kali latihan meditasi. Jika tidak diterapkan, lebih baik tidak usah belajar meditasi sekalian! Jika Anda sudah belajar, maka konsekuensi harus dipakai dalam keseharian. Jangan pernah mengambil langkah tanpa tuntunan dari dalam diri. Anda mampu membedakan antara hidup merdeka dengan ngawur. Ini adalah dua hal yang berbeda. Biasanya para pemula yang terkungkung dengan segala dogma, ini tidak boleh itu tidak boleh, lalu menginginkan kemerdekaan, pasti ada euforia.
Walaupun Anda bisa merayakan euforia tersebut, Anda tetap terikat dengan hukum alam. Anda harus hening agar tidak memetik buah yang pahit. Jika Anda sudah belajar bermeditasi, lalu bertanya, “Bolehkah saya dugem?”
Baca Juga: DUGEM & PSK Menurut Pandangan Spiritual
Selama Anda melakukannya dijalani dengan kesadaran penuh dan mendapat lampu hijau dari Sang Sumber Hidup, ya silakan. Jika Anda sudah mendapatkan lampu hijau, melakukan apa saja pasti aman. Jika Anda hanya ngawur, mengikuti kemauan ego, hal itu sudah masuk ke dalam kejahatan serius karena pasti ada dampaknya. Begitu Anda lupa dalam berhening, pasti akan muncul hasrat keegoisan, Anda pasti kesambet. Kita hidup dalam kesatuan dimensi. Kesambet tidak mesti tentang kesurupan. Pada level kesadaran yang semakin tinggi, bentuk kesambetnya semakin halus. Pikiran Anda bisa dibolak-balik, membenarkan yang salah.
Belajar spiritual, mengapa masih ada dualitas, benar-salah?
Belajar spiritual mengajak kita mengetahui kebenaran sejati dan kesalahan sejati, bukan kebenaran dan kesalahan berdasarkan asumsi. Itu sebagai kelengkapan jagad raya. Pilihlah untuk berpikir benar, berkata benar, dan bertindak benar.
Kebanyakan hidup masih belum menyatu selaras dengan Sang Sumber. Yakni, antara meditasi dan keseharian sering tidak selaras. Jika bermeditasi, Anda bisa masuk dalam level kesadaran tertinggi. Namun, begitu masuk dalam keseharian, kesadaran tertinggi itu hilang. Itu bukan tujuan pembelajaran kita. Hening total yang kita jalani ini hanyalah latihan. Ini bisa diterapkan dalam keseharian yang lebih lama. Kapan pun Anda selalu merasakan tarikan dan embusan nafas dan ada tuntunan Sang Sumber Hidup. Jangan diabaikan! Jika mengambil keputusan, bertanyalah dulu dengan Yang Sejati. Tujuan meditasi Anda adalah terhubung dengan Yang Sejati. Selanjutnya loyal sepenuhnya. Ketidakloyalan adalah kejahatan yang serius. Tidak semua dampak wohing pakarti ada di dalam durasi yang pendek. Ada yang ditumpuk dulu, matangnya lama, sebulan atau dua bulan lagi. Nanti lama-lama pasti akan memetik buah tersebut.
Jika Anda banyak dosa atau karma buruk, Anda hanya punya dua pilihan. Bersiap siaplah Anda mengunduh wohing pakarti. Pilihan lainnya Anda membereskannya, ada komitmen untuk selalu setia pada Sang sumber. Lalu, pasrah. Jika Anda punya salah, akui. Lalu, meminta maaf. Itulah watak ksatria. Biarlah dibakar oleh api suci Ilahi. Jangan nakal! Yang bisa membuat Anda terus bertumbuh adalah laku hening sepanjang watu dan loyal sepanjang waktu.
Orang lain yang tidak mengerti bisa menganggap saya liar dan ngawur-ngawuran. Itu persepsi orang. Saya bisa menjamin kepada diri saya dan bersumpah padaSang Sumber bahwa semua langkah saya adalah hasil keheningan. Begitu saya ngawur, resiko yang saya tanggung bisa dalam hitungan detik, sangat cepat. Semakin tinggi level kesadaran Anda, semakin tidak ada toleransi untuk ketidakheningan dan ketidakloyalan Anda. Semakin naik level kesadaran Anda, semakin tidak ada toleransi kengawuran.
Apakah kengawuran bisa berdampak pada banyak orang?
Kengawuran bisa berdampak pada orang lain sehingga bisa mempertebal karma buruk. Merugikan diri sendiri dosa, apalagi merugikan orang lain. Anda hanya dipinjami tubuh ini. Tubuh ini hanyalah kendaraan rental. Ini hanya tarik menarik. Yang ngawur akan berteman dengan yang ngawur, yang selaras akan bertemu dengan yang selaras. Inilah hukum alam.
Saya menghargai proses setiap orang yang berbeda-beda. Tingkat evolusi setiap orang berbeda-beda. Namun, saya punya tanggung jawab penuh untuk membimbing dan mengarahkan Anda menuju keselarasan, bergerak maju, tidak stuck atau diam di tempat. Saya harus memberikan sesuatu yang konstruktif untuk pertumbuhan jiwa Anda.
Disarikan dari Workshop Kesadaran Puncak Kesatuan Kosmik
Setyo Hajar Dewantoro
Lampung, 3-4 Oktober 2020
Reaksi Anda: