Saudara dan saudari yang saya kasihi.
Banyak di antara kita telah menekuni meditasi dan belajar spiritual cukup lama. Tetapi kita tahu bagaimana sebetulnya perkembangan jiwa dan kesadaran kita. Kita tak punya instrumen untuk mengevaluasi kemajuan spiritual. Atau kita menolak untuk tahu apakah kita telah mengalami kemajuan atau tidak – dengan alasan tidak boleh menilai, atau berasumsi bahwa kesadaran tak bisa diukur.
Laku spiritual jelas punya tujuan: sering dinamakan sebagai pencerahan sempurna, pembebasan paripurna, kesatuan dengan Sang Sumber, realisasi kualitas ketuhanan, dan semacamnya. Saya mulai mencicipi pembelajaran spiritual di tahun 2003, saat mulai digerakkan keluar dari sangkar dogma religi. Tahun 2008 mulai melakukan laku yang serius : bertapa, meditasi di tempat-tempat yang dianggap sakral. Saya banyak juga membaca buku spiritual, dan bertanya kepada yang dianggap ahli di bidang ini. Saya memang makin tahu banyak hal, tetapi secara faktual, hingga 2016, tingkat kesadaran dan kejernihan saya tidak lebih baik bahkan mengalami degradasi ketimbang saat saya lulus SD.
Tahun 2018 saya menemukan cara untuk mengevaluasi kemajuan dalam laku spiritual – semakin tersempurnakan hingga saat ini. Dan ini penting untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana Anda sebagai guru meditasi bisa tahu dan mengevaluasi kemajuan yang diraih para murid? ” Lebih jauh, memang sangat logis jika kita memang perlu menguasai metoda untuk tahu apakah seseorang memang jiwanya murni dan tercerahkan atau sebaliknya.
Metoda ini memang tak bisa dikuasai semua orang, tapi ini disiplin ilmu yang bisa dipelajari dan orang-orang yang serius belajar pasti bisa – apalagi kalau mereka berbakat. Ini miriplah dengan ilmu untuk menilai grade kopi, atau ilmu untuk menilai kualitas benih padi dan kualitas beras yang dihasilkan. Ini semacam kuantifikasi atas hal yang kualitatif.
Maka, saat ini saya bisa mengevaluasi perkembangan murid-murid saya. Yang paling sederhana, saya membaca capaian dimensinya dalam struktur 31 dimensi. Dimensi 1 merepresentasikan lapisan kesadaran yang penuh angkara murka, ketiadaan kasih murni yang paripurna. Dimensi 31 merepresentasikan kesadaran kesatuan dengan Sang Sumber, realisasi kasih murni yang paripurna. Disebut juga lapisan kesadaran Parama Adhi Buddha. Dimensi 12 adalah tataran pencerahan perdana. Dimensi 21 adalah lapisan kesadaran Buddha. Dimensi 30 lapisan kesadaran Adhi Buddha.
Jika bisa mengevaluasi pencapaian jiwa seperti ini, kita akak terhenyak ketika berkali-kali menyelami beberapa orang yang dianggap pemuka agama atau guru spiritual ternyata ada di dimensi rendah. Tapi dengan cara yang sama kita bisa mengkonfirmasi siapa saja yang memang benar tercerahkan karena mencapai dimensi 12 ke atas.
Apakah penilaian seperti ini valid? Selama prosedurnya benar, rasa sejati digunakan, kita dalam keadaan jernih, ya jelas hasilnya akurat. Saya biasa melakukan crosscheck atau validasi dengan para murid saya yang memang juga telah lumayan tercerahkan dan rasa sejatinya telah terdayagunakan. Ini untuk meminimalkan faktor subyektivitas.
Apakah di Bumi saat ini ada yang kesadarannya mencapai Dimensi 31? Ya tentu saja ada.
Lalu bagaimana dengan saya, di dimensi berapa capaian kesadarannya? Ah.. Itu sih rahasia dong. Kalau dipublikasi akan menghebohkan Hi Hi Hi
Reaksi Anda: