Bagaimana jiwa Pancasila bisa dibangun? Jawabannya: Bukan dengan kuliah tentang moral, bukan dengan mengajarkan teori kebaikan, tapi hanya dengan mentradisikan HENING CIPTA.
Jiwa Pancasila tumbuh bermula dari mekarnya kesadaran mengenai Tuhan yang Maha Esa. Ini tentang pribadi yang mulai mengerti bahwa sejatinya Tuhan adalah Keberadaan tanpa batas yang meliputi segala yang ada, yang menjadi esensi dari segala yang ada, yang menjadi sumber dari segala yang ada. Tuhan sejati adalah kekosongan absolut (Suwung), yang menjadi sumber hidup dan gerak dari jagad raya ini dan seluruh jiwa yang menghuninya. Maka, Tuhan yang sesungguhnya tidak bisa dibatasi dengan agama dan tradisi tertentu. Disadari penuh keberadaan Tuhan yang sejati bisa dihayati dengan banyak cara, Dia dipuja dengan banyak ekspresi, dan Negara melindungi itu semua dengan cara berkeadilan dan memastikan semua berada dalam bingkai harmoni.
Jiwa Pancasila terealisasi saat setiap pribadi mengerti bahwa realitas esensial dari dirinya adalah banyu kahuripan/air kehidupan yang suci, sekaligus cahaya murni. Maka dimengerti bahwa hidup adalah momen perjalanan, pembelajaran dan evolusi sang jiwa untuk kembali menjadi sebagaimana asal mulanya (BALI MARANG SANGKAN PARANING DUMADI). Setiap pribadi adalah saudara seperjalanan yang hidup dengan menghirup udara yang sama dan dianugerahi saripati kehidupan oleh bumi yang sama
Hening cipta adalah cara menumbuhkan kesadaran ini. Cipta yang hening diraih dengan meresapi apa yang ada pada saat ini dan di sini. Pikiran memperhatikan seluruh gerak hidup di dalam diri dan pada jagad raya, yang nyata ada pada momen kekinian, maka pasti dijembatani oleh seluruh perangkat rasa hingga terhubung dengan RASA SEJATI. Maka Jiwa terhubung dan menyadari kemenyatuannya dengan Sang Sumber. Jiwa mulai hidup dalam bimbingan dari Kebijaksanaan Tertinggi yang bersemayam di dalam diri, bertahta di pusat hati, dijuluki sebagai GURU SEJATI. Lewat hening, muncullah pengertian dan pengetahuan yang memancar dari pusat hati, menyingkapkan misteri Mikrokosmos, Makrokosmos, Mahakosmos. Inilah SASTRAJENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU.
Dengan hening cipta, manusia Indonesia kembali menjadi jiwa yang agung. Di dadanya memancar cahaya terang kesadaran – berupa Bintang Segi Lima sebagai simbol Cahaya Murni dari Tuhan yang Maha Esa. Maka, tumbuhnya jiwa Pancasila menandai kembalinya satu pribadi kepada jatidirinya, yang pada tataran kolektif menjadi “Terbangunnya Budaya Bangsa yang sesuai Jatidiri.”
Jaya Nusantara.
Reaksi Anda: