Skip to main content
ReligiSetyo Hajar DewantoroSpiritual

Cerita Tentang Kitab Suci

20 October 2019 No Comments

Dalam keheningan, seorang pejalan spiritual sejatinya bisa menerima pesan dan pembelajaran dari Sang Guru Sejati. Rasa Sejati menangkap vibrasi dari ruang kosong di pusat hati, lalu mengenkripsinya dan menyampaikannya ke otak sehingga sang pejalan bisa mengerti.

Inilah sejatinya Firman, kata-kata yang muncul dari keheningan. Ketika diungkapkan kembali menggunakan bahasa manusia, tentu saja faktor-faktor manusiawi berpengaruh.

Tingkat kecerdasan intelektual, tingkat kemurnian jiwa, menentukan bagaimana Firman yang terucap secara verbal dan ditangkap orang lain. Sebagian pejalan memilih menuliskannya, dan orang lain membacanya.

Jika sang pejalan benar-benar cerdas dan murni dari berbagai kepentingan egoistik, tentu saja akurasi Firman ini mendekati 100 %. Jika sebaliknya, akurasinya mendekat ke 0 %.

Seorang pejalan yang punya murid, biasanya menyampaikan ajarannya secara verbal yang lalu diingat-ingat atau dicatat para murid. Tentu saja disini kembali ada proses interpretasi. Akurasi pesan dari sang pejalan yang ditangkap para murid juga tergantung kecerdasan dan kemurnian jiwa mereka.

Sebuah Kitab Suci, pada akhirnya adalah kumpulan dari berbagai pesan dan catatan dari sang pejalan yang dianggap tercerahkan, sebagaimana terdokumentasi oleh para murid/pengikut. Proses penyusunan menjadi satu buku yang definitif, tentu saja menjadi peristiwa spiritual, budaya dan politik ekonomi sekaligus. Dimungkinkan ada dokumen yang disembunyikan atau malah diada-adakan. Terlebih jika sudah melibatkan institusi agama dan negara.

Ada kalanya sang pejalan juga mendapat pesan tidak dari Guru Sejati tetapi dari Divine Entity seperti Dewa/Dewi dan Angel. Tapi prosesnya mirip saja dengan pesan dari Sang Guru Sejati. Begitu juga probabilitas akurasinya.

Jadi, apakah Kitab Suci itu pasti benar? Jelas belum tentu. Ada kemungkinan human error dalam bentuk misinterpretation dan misunderstanding. Semakin banyak kepentingan egoistik bermain, semakin rendah mutu dan akurasi kitab suci itu.

Sebagian teks dalam kitab suci memang punya vibrasi kuat hingga bisa dibaca sebagai mantra, dikidungkan.

Sebagian ada juga yang tersusupi energi hipnotik yang membuat pendengarnya jadi zombie.

Jadi apakah membaca kitab suci pasti membuat Tuhan senang? Ini adalah bentuk ilusi berganda….ilusi tentang Tuhan yang bisa senang atau benci, dan ilusi tentang Firman itu sendiri.

Sejatinya, setiap pejalan spiritual yang telah terhubung dengan Hingsunnya niscaya bisa menangkap pesan sendiri. Dan jika mau, membuat kitab suci sendiri.

Rahayu Sagung Dumadi

Setyo Hajar Dewantoro

Share:

Reaksi Anda:

Loading spinner
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda