Di kawasan Manoreh, kembali disingkapkan kebenaran. Misteri kuna yang Agung kembali bisa diurai. Setelah menghayati Unio Mystica di The Sidji Hotel, kami digerakkan Semesta untuk menginap di kawasan Manoreh, dekat Candi Borobudur. Tepatnya di Saka Homestay, yang bersahaja tapi telah tercatat dalam perjalanan sejarah Persaudaraan Matahari dalam perjuangan membangun Bumi Surgawi.
Di sinilah, dalam hal ini terbuka lagi pengetahuan baru terkait keberadaan sosok Buddha (Manusia Tercerahkan) di Nusantara. Setelah di bulan sebelumnya saya jadi mengerti tentang keberadaan Buddha Ayodhya (500 SM) dan Buddha Asvikananda (5000 SM). Kedua nama itu tak tercatat dalam teks religi maupun teks sains, tidak ada juga di server Google maupun Duck Duck Go. Tapi itulah kebenaran yang bisa disingkapkan manusia berhati murni yang mendayagunakan rasa sejatinya.
Tentang Buddha, saya pertegas bahwa ini adalah gelar spiritual bagi siapa pun yang telah melewati tahapan purifikasi, transformasi, lalu merealisasikan kualitas ketuhanan. Mereka yang pertama kali mengajarkan Jalan Buddha, memperbaharui, dan mengoreksi persepsi publik tentang jalan ini di berbagai era, adalah Inkarnasi dari Sang Hyang Adhi Buddha.
Sanghyang Adhi Buddha bukanlah Tuhan atau Sang Sumber. Dia adalah jiwa ilahi, keberadaan di dimensi luhur, yang memilih terlahir sebagai manusia dengan darah dan daging, untuk mengajarkan jalan keselamatan. Darinya juga muncul ajaran Tao dan Zen, saat ia berinkarnasi sebagai Lao Tze dan Sam Bo Hirata. Keberadaan Sang Hyang Adhi Buddha ini sepadan dengan Sang Putra Semesta yang pernah berinkarnasi sebagai The Great Pharaoh yang mengajarkan Kesadaran Matahari dan Yeshua Ha Mashiah yang mengajarkan Kesadaran Kristus.
Inkarnasi perdana Sanghyang Adhi Buddha terjadi sekitar 200.000 tahun silam, di masa yang sangat kuna, yang tak terjangkau oleh sains modern. Sosok agung ini muncul di Tanah Suci Manoreh. Ia yang menjadi cikal bakal ajaran Buddha yang kemudian dikembangkan dalam banyak versi dan label oleh tokoh tercerahkan lainnya di berbagai era. Tanah Suci Manoreh adalah manifestasi fisik dari Mandala Agung Bumi Shambara yang dibuatkan model arsitekturalnya: Candi Borobudur.
Tetapi tokoh ini tak hanya merupakan Inkarnasi dari Sanghyang Adhi Buddha. Ia juga adalah Inkarnasi Sanghyang Syiwa. Secara fisik ia pernah mengalami gemblengan di Kailash Himalaya.
Maka Orang Bijak Tanah Suci Manoreh ini mengajarkan secara terintegrasi dua ajaran agung yang kemudian dikenal sebagai Syiwa Buddha. Di era yang paling dekat dengan zaman modern, di abad 13-14 M, di Nusantara pernah ada Holy Kingdom of Syiwa Buddha yang mencapai puncak kejayaan saat dipimpin Ratu Agung Tribuana Tunggadewi.
Anda boleh tak percaya dengan apa yang saya sampaikan ini. Semua cerita saya bukan untuk sembarang dipercaya. Tapi beri kesempatan diri Anda membuktikan kebenarannya dalam keheningan.
Untuk saat ini, kita resapi rangkaian sabda dari Jiwa Agung yang kita juluki saja sebagai Guru Agung Syiwa Buddha dari Tanah Suci Manoreh:
“Geografi adalah legacy yang aku tinggalkan.
Tertimbun atau tenggelam tapi lokasinya tidak akan berubah dan terpetakan selama planet ini masih berputar.
Lereng ini (slope) sebagai simbol dari lereng di masa lampau, di mana selalu menyimpan misteri panjang perjalanan kesadaran manusia. Sejauh para ahli meneliti, namun banyak misteri yang sangat dalam dan tidak terjamah oleh peralatan sederhana duniamu.
Penterjemah terbaik adalah melalui Rasa Sejatimu yang muncul dalam sebuah bentuk kemurnian. Gerbang demi gerbang misteri selalu terbuka tidak pernah terputus sejalan dengan kesetiaanmu bergerak bersama Semesta Raya penuh keajaiban.
Ya, betul semua terkoneksi dengan sangat erat. Dirimu akan selalu mengerti melalui potongan gambar dan rasa yang saling berpasangan layaknya sebuah peta besar akan perjalananmu bersamaku.
Sinyal halus sudah pernah aku sematkan untuk kemudian dipahami dan diselami seiring dengan mengalirnya gerakmu bersamaku, layaknya menari dalam sukacita, dalam kronos.
Warisan luhur akan kesadaran agung yang aku bawa dan jaga tersimpan di dalam perjalanan ini dengan segenap peninggalan yang bermanfaat bagi perjuangan kebangkitan kesadaran umat manusia.
Perjalanan panjang akan kasih murni yang selalu berputar dan ditangkap dalam berbagai nama. Namun semua adalah sama, semua adalah satu rangkaian yang tidak terputus, tak bersekat dan tak berujung.
Menemukan kembali potongan-potongan dan menyatukannya kembali dalam satu rangkaian yang otentik, tanpa distorsi, tanpa pembelokan, murni apa adanya.
Inilah legacy-ku yang kubawa selalu dalam perjalanan hidupku.”
Catatan: Kata “potongan-potongan” ini merujuk kepada jalur pengetahuan spiritual murni yang selama ini terpecah-terpecah atau terpotong-potong, seperti jalan sendiri — disatukan kembali dalam urutan dan komposisi yang sesuai aslinya.
Setyo Hajar Dewantoro
Reaksi Anda: