Skip to main content
JiwaNusantara

Tuntaskan Pembelajaran Jiwa Untuk Pencerahan Paripurna

19 September 2020 Setyo Hajar Dewantoro No Comments

Pencerahan paripurna adalah tujuan dari setiap pejalan keheningan. Walau jalannya tentu saja berliku dan penuh tantangan, namun senyatanya setiap saat kita menemukan sedikit demi sedikit pencerahan dari apa yang dialami sehari-hari. Pencerahan memang dapat diperoleh dari mana saja, baik dari pengalaman sendiri, dari pengetahuan yang disampaikan para Guru, maupun dari apa yang dihadirkan oleh alam ke hadapan kita. Sedikit demi sedikit, hingga mencapai pencerahan yang paripurna.

Pada acara Workshop Mahadaya: Jumbuh Kawula Gusti, Jalan Kesatuan Agung di Malang minggu lalu, Guru Setyo Hajar Dewantoro memberikan wedaran mengenai pembelajaran jiwa untuk pencerahan yang paripurna. Bahwa ada hubungan yang relevan antara tubuh kita sebagai wahana sang jiwa, dengan pikiran atau ego yang mengiringi setiap kita sebagai individu yang unik. Dibabar juga pada kesempatan tersebut, mengenai “ritual” yang harus dilakukan dalam pembelajaran spiritual, perjalanan jiwa pada masa lalu, hingga tujuan kelahiran di bumi ini.

Lalu, benar adakah ritual tertentu yang harus dijalankan, demi pencerahan paripurna sang jiwa? Pentingkah perjalanan di masa lalu terhadap kelahiran yang sekarang? Silakan menyimak intisari wedaran Guru Setyo Hajar Dewantoro berikut ini.

********

Pelajaran spiritual sewajarnya membuat kita mengerti bagaimana tubuh sebagai mahakarya Tuhan ini bekerja, dan bagaimana kerja tubuh dan jiwa saling memengaruhi. Keadaan tubuh ini sangat terkait dengan level kesadaran Sang Jiwa. Kesadaran Sang Jiwa yang memicu tindakan-tindakan tertentu pasti akan terekam di dalam tubuh ini dan memengaruhi tubuh ini.

Anda sebagai Sang Jiwa memilih hidup dalam kesadaran pikiran atau ego. Dengan ego tersebut, Anda menjadi baperan, sering marah, dan memendam kebencian. Semua itu akan mengubah tatanan energi di dalam tubuh fisik. Anda menciptakan noda atau noktah yang mengganggu kinerja metabolisme tubuh fisik sehingga membuat tubuh fisik Anda sakit. Jika Anda sangat obsesif, mengejar semuanya dengan ambisi, liver Anda pasti terganggu. Jika Anda memiliki ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan, lambung Anda pasti akan terganggu. Setiap diri perlu mengevaluasi bagaimana perlakuan Sang Jiwa kepada tubuhnya. Jika Anda sakit, itu tanggung jawab Anda sendiri.

Tubuh memberi pengaruh kepada Sang Jiwa. Ketika Sang Jiwa melekat kuat pada tubuh, maka segenap pilihan-pilihannya sangat dipengaruhi Sang Tubuh. Lewat keheningan, tubuh ini perlu diselaraskan dan dijernihkan, agar tidak ada rekaman atau program yang kacau. Jika tubuh kacau, jiwa pun yang ada dalam tubuh ini akan turut kacau.

Meditasi yang dilakukan membereskan semuanya. Jiwa dijernihkan supaya ada dalam kesadaran murni. Dengan kesadaran murni, jiwa tidak lagi menyiksa tubuhnya. Jiwa menghargai tubuh sebagai mahakarya dan kendaraan  yang harus dipelihara dengan baik. Bersamaan dengan itu, kita menata tubuh agar tidak ada program yang mengikat dan menjerat Sang Jiwa. Ini akan menjadi sebuah pembelajaran berharga untuk kita. Jika berhasil, kita bisa menata orang-orang di sekitar kita, seperti anak atau pasangan.

Jika orang-orang terdekat ada masalah, kita tidak perlu repot dengan masalahnya. Tapi, fokus menemukan solusinya. Orang-orang terdekat semacam cermin dan pemicu pertumbuhan kesadaran kita. Solusinya bukan menuntut mereka berubah. Mereka tidak bisa dituntut karena mereka mempunyai perjalanannya masing-masing, bahkan terkadang mereka belum sanggup untuk berubah. Justru kita yang harus menuntaskan pembelajaran dan menyelesaikan laku kesempurnaan jiwa hingga kita selesai dengan diri sendiri. Bersamaan dengan proses tersebut, secara konstan kita selalu melimpahkan kasih murni kepada orang-orang terdekat. Itu yang akan memberikan kekuatan bagi mereka untuk tumbuh selaras.

Jika Anda mempunyai anak atau pasangan yang menyebalkan, berhentilah marah. Itu akan terekam di dalam sel-sel tubuh mereka. Mulailah berubah untuk menata diri, cukup pancarkan kasih murni kepada mereka. Jika Anda ingin menata mereka, luangkan waktu ketika mereka tidur. Kita hening, lalu kita ajak bicara jiwanya. Kita tata sel-selnya. Tanpa hal itu kita tidak akan bisa mengubah siapa pun.

Pembelajaran spiritual mesti terbuktikan di dalam kehidupan keseharian. Tidak ada gunanya Anda mengerti teori Jumbuh Kawula Gusti, namun secara nyata hidup Anda ruwet. Anda cukup tahu hal yang sederhana, lalu termanifestasi dalam kehidupan Anda yang serba selaras, bahagia, dan damai. Anda menjadi contoh manusia surgawi.

Manusia surgawi adalah manusia yang selalu hidup dalam kebahagiaan dan kesukacitaan sejati. Emosi tetap ada. Jika waktunya marah, silakan. Namun, kita tidak terjebak dalam dinamika emosi kita sendiri. Belajarlah bersuka cita dan berbahagia secara nyata, saat ini, dan di sini. Dengan kebahagiaan yang konstan, Anda akan punya mahadaya. Itu bukan dikejar karena itu adalah buah dari kesukacitaan yang muncul dari kemurnian jiwa Anda.

Apakah dalam laku spiritual ini ada tambahan ritual tertentu?

Ritual Anda cukup meminum teh atau kopi dengan penuh suka cita atau bermain di taman untuk berterima kasih kepada keindahan-Nya. Lakukan segala sesuatunya dengan suka cita. Intinya hidup meditatif, menikmati semuanya sebagai anugerah dalam setiap kegiatan, seperti memasak, mencuci, bermain di taman, dan lainnya. Semua dilakukan dengan kondisi sadar. Sadari bahwa Gusti tidak pernah terpisah dengan kita.

Jika ada masalah, Anda bisa berkata, “Gusti, jujur saya agak berat menghadapi ini semua. Tapi, saya terima. Saya terima ini sebagai pembelajaran bagi jiwa saya dan biarlah dengan kuasaMu, dengan kasihMu, dengan tuntunanMu, saya dikuatkan untuk membereskan masalah ini. Saya pasrah. Tuntunlah saya. Biarlah kekuatanMu mengalir melalui diri saya untuk menyelesaikan masalah ini.”

Seberapa penting kita mengerti perjalanan jiwa kita yang sebelumnya?

Berdasarkan pengalaman saya, saat saya terlepas dari orang-orang yang saya anggap guru, saya harus kembali kepada diri saya sendiri. Petunjuknya diminta untuk mengakses kembali perjalanan jiwa. Saya beruntung karena saya agak mengerti perjalanan jiwa saya sehingga saya bisa mengakses kualitas tersebut untuk mengalami loncatan. Tetapi, dengan metode terbaru ini, hal itu menjadi tidak perlu lagi karena kita sudah meloncat. Dulu seperti apa dan bagaimana, itu tidak terlalu penting. Jika ada yang tidak selaras, kita bereskan. Jika kita menemukan kualitas-kualitas perjalanan jiwa, tinggal kita akses kualitas kesadaran yang paripurna. Jika kita tidak mengerti, tidak perlu dicari.

 

Apa tujuan kelahiran kembali setiap orang?

Secara universal, kelahiran kembali merupakan wahana bagi setiap jiwa untuk bertumbuh mencapai kesempurnaannya. Bukan mengulang masa lalu. Temukan kesempurnaan yang relevan dengan kondisi kekinian. Apa pun profesi atau pekerjaan Anda sekarang, selama meditatif dengan segala proses yang ada, jalani saja. Suatu saat pasti Anda akan mendapatkan petunjuk yang otentik, jalankan. Kita tidak perlu mencari-cari dan tidak perlu memaksakan kehendak. Bagaimana pun keadaan kita sekarang, nikmati.

Pada setiap diri akan tumbuh kualitas-kualitas terbaik sesuai dengan rancangan agung-Nya. Setiap orang punya kebijaksanaan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Posisi saya sekarang, saya hanya memandu Anda menemukan versi terbaik dari diri Anda. Saya juga terus belajar. Saya hanya menyediakan diri menjadi wahana Sang Sumber untuk berkarya agar pengetahuan Semesta tumpah dan mengalir. Setiap orang menemukan kecemerlangan dalam dirinya. Pasti akan ada momen upgrading atau akselerasi. Kita terus bertumbuh. Semua berubah sesuai kesadaran diri kita dan memandu setiap orang untuk menemukan versi terbaik dari dirinya.

********

Dari intisari di atas dapat disimpulkan bahwa jiwa memang perlu melalui perjalanan yang teramat panjang demi pencerahan yang paripurna. Tubuh yang diberikan sebagai kendaraan harus turut disadari sekaligus dipelajari keberadaannya, agar dapat mendukung pembelajaran semasa ada nyawa. Tanpa mengenali keajaiban yang ada padanya, tidak ada pencerahan yang paripurna atas sang jiwa. Juga tanpa mengenali dan menyadari ego dan pikiran kita, pencerahan paripurna pun tidak akan tercapai.

 

Disarikan dari Kajian Mahadaya
Setyo Hajar Dewantoro
Malang, 13 September 2020

Share:
×

Rahayu!

Klik salah satu tim kami dan sampaikan pesan Anda

× Hai, Kami siap membantu Anda